Pagi Para Pengantin
Sakura menguap lebar. Kantuk masih menguasainya tapi dering alarm membangunkannya. Matanya membola ketika melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 9 pagi.
Yang benar saja, Sakura tidak pernah bangun sesiang itu sebelumnya. Itu maklum karena ia bekerja sebagai dokter di rumah sakit yang cukup besar. Sakura terbiasa bangun pagi agar dia bisa sarapan sebelum berangkat kerja.
Saat hendak bangun dan meninggalkan ranjang, Sakura rasakan tubuhnya nyeri. Dibeberapa bagian tertentu. Lalu sedetik kemudian wajahnya memerah padam. Ia ingat baru semalam dia menikah dan melakukan malam pertama dengan Sasuke.
Baju mereka berserakan di sudut kamar dan membuat Sakura semakin malu mengingat kejadian semalam. Itu sangat intim dan —astaga Sakura tidak mampu memikiriannya lagi. Sasuke begitu dominan dan berbeda dari biasanya.
Sakura mereka tidak akan melakukannya secepat itu tapi sebelum membahas itu Sasuke justru mengajaknya. Wanita mana yang akan menolak hal itu dengan suaminya?
Grep
Tangan kekar melingkari pinggangnya dengan erat. Sasuke sepertinya terbangun karenanya. Alih-alih membuka matanya Sasuke justru mendekap erat istrinya dan menjadikan paha istrinya sebagai bantalan.
"Tidurlah lagi. Kita masih cuti."
Sakura hampir tak bisa berkata-kata. Sasuke tampak seperti anak kucing. Begitu manja. Andai Sakura dapat meraih ponselnya sekarang, pastilah foto Sasuke akan memenuhi ruang memorinya.
"Ini sudah siang Sasuke-kun. Kita harus bangun." Masih banyak hal yang harus dilakukan Sakura pagi ini. Mandi, memasak, dan membereskan kekacauan dari sisa tadi malam.
"Tidurlah lagi Sakura," gumam Sasuke dengan wajah yang semakin ia tenggelamkan ke paha istrinya.
Sakura tak bisa berhenti mengulas senyumnya. Dia tekikik geli melihat tingkah Sasuke. Sebelumnya, pria itu tak pernah terlihat semanja ini pada siapapun. Selalu bersikap tegas dan cenderung tertutup pada sekitarnya.
Dan pagi ini, Sakura melihat pria itu dengan sikap yang berbanding terbalik dari biasanya. Ah, apakah ini efek dari pasutri yang baru menikah?
Akh
Sasuke menengadah, menatap istrinya yang sedang mengadu kesakitan. Ia spontan terduduk dan memegang pundak Sakura. Menatap dengan mata khawatir.
"Kenapa? Kau sakit?" Tanya Sasuke.
Sakura menggigit bibirnya. Mana mungkin dia bisa menjawabnya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa pada Sasuke. Memangnya para lelaki paham rasa sakit yang semacam itu?
Sasuke memeriksa istrinya dengan teliti. Takut-takut bahwa ia melukai istrinya kemarin malam. "Apa ini terasa sakit?"
Rasanya Sakura ingin melompat dari kasurnya sekarang juga. Sasuke menyentuh lehernya yang dipenuhi beberapa tanda kemerahan. Itu ulah nakal Sasuke. Entah berapa jumlahnya, tapi Sakura yakin Sasuke pasti menandainya lebih dari sekali.
"Bu-bukan!"
Sasuke semakin kebingungan. Dia bukan dokter seperti istrinya. Sasuke adalah pekerja kantoran, lebih tepatnya dialah yang memimpin perusahaannya sendiri. Setiap hari dia hanya sibuk dengan tumpukan lembaran dokumen yang siap ditanda tangani atau pertemuan dengan kolega dan rekan bisnis.
Sasuke benar-benar buntu untuk urusan yang seperti ini.
Tangannya menyentuh kening Sakura. Memeriksa apakah suhu badannya normal. Tapi tidak ada yang aneh. Semuanya baik-baik saja. Lalu apa?
"Ah. Aku mengerti."
Sakura tak menyahutinya. Tangannya masih memegangi selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Itu bagus jika Sasuke mengetahuinya tanpa ia harus menjelaskannya. Akan sangat memalukan mengatakannya. Tapi benarkah pria itu benar-benar mengerti?
"Maaf. Kemarin malam aku sedikit kasar."
Rasanya ingin sekali memukul Sasuke dengan tumpukan bantal yang ada. Ia sangat malu dan suaminya dengan santai memperjelas lagi semuanya. Astaga, Sakura bisa gila. "Sudahlah! Jangan dibahas."
Sasuke mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasa bodoh beberapa saat yang lalu. Bagaimana bisa seorang pria tidak tahu akan hal itu?
Dia turun dari ranjang dan mencari segera menemukan celana untuk menutupi asetnya. Ketika dia memandang keseluruhan kamar, matanya terkejut menemukan kamarnya begitu berantakan. Sasuke pasti sudah gila kemarin malam.
Dengan segera dia mengambil baju yang berserakan itu. Setelahnya Sasuke melangkah kembali menuju Sakura yang masih mencari posisi ternyamannya untuk duduk.
Ia duduk di tepi kasur. Menatap Sakura dengan khawatir. Sakura terlihat begitu tak nyaman. "Sakura," panggil Sasuke.
Sakura balas menatap tanpa berkata. Keduanya sempat terdiam beberapa saat. Sakura paham bahwa suaminya mungkin mencemaskan keadaannya, maka dia mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Lagi pula itu memang hal wajar, bukan?
Tapi Sasuke tetap terdiam hingga—
Cup
Sasuke tiba-tiba mengecup keningnya singkat. "Terima kasih." Kecupan dan ungkapan singkat dari Sasuke, entah mengapa selalu berhasil membuat jantungnya berdebar kencang.
"Aku akan mandi. Akan kusiapkan air hangat untukmu setelahnya." Sasuke mengelus lembut rambut Sakura yang kusut. Setelahnya Sasuke pergi karena merasa harus segera membersihkan diri.
Sakura mematung hingga Sasuke menutup pintu kamar mandi. Tak kuasa menahannya, Sakura meraih bantal dan menenggelamkan wajahnya dalam-dalam. Sasuke terasa seperti bukan Sasuke yang biasanya. Tapi tentu saja Sakura tetap menyukainya.
Astaga, apakah Sakura harus menghadapi hal yang seperti ini setiap paginya?
To be continued
Beberapa chapter mungkin panjang pendeknya tidak sama. Karena setiap chapter ga berhubungan nantinya.
Kuncinya ada di judul chapter, apa judulnya maka itu adalah topiknya.
Dan, ekhm, jangan berharap terlalu 'jauh' tentang pasutri. Aku pengennya kalian bisa baca tentang pasutri dengan batasan yang aman, jadi mungkin usia remaja masih amanlah ya :)
And, aku seneng prolog kemaren rame (´;ω;')
I want to thank you for U all ♡
Oke, sampai jumpa di next chapter :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro