32. HUKUMAN UNTUK PAMAN
Cukup ramaikan komen biar aku semangat nulis lanjutannya 🖤
Kalau habis baca part ini Jangan lupa SS + upload ke SG, tag @javas.sadega dan @bentangbelia ya
***
Dua tahun kemudian, seorang pria dengan setelan formal abu-abu turun dari mobil Mercedes Benz termahal miliknya di depan sebuah pemakaman.
Pengawal Paman yang juga turun dari mobil membuka payungnya. "Sebentar lagi hujan, Pak. Biar saya payungi."
"Tidak usah. Tunggu saja di sini, saya ingin sendiri," ujar Paman dingin sambil mengangkat telapak tangan kirinya. Tangan kanannya membawa buket bunga yang masih segar.
Sikap Paman Antonio yang hangat dan ramah hilang. Para pengawalnya menyadari hal itu sejak kejadian beliau bertengkar dengan Javas di Harnus kala itu.
Paman Antonio juga sadar akan hal tersebut. Topeng yang dipakainya selama ini seolah-olah lepas. Beliau merasa tak perlu berpura-pura baik lagi karena semuanya sudah terungkap.
Pria itu kemudian berjalan pelan menuju makam ayah Javas. Ketika ia duduk dan menatap batu nisannya, dadanya kembali sesak.
Meskipun sudah berhasil membuat keluarga ayah Javas, hidup Antonio masih tetap terasa hampa bahkan selalu dihantui rasa bersalah.
Tiba-tiba, sebuah kenangan di masa lalu berputar di memorinya seperti kaset rusak.
Flashback 40 tahun lalu...
Paman Antonio adalah seorang yatim piatu. Beliau pernah 1 sekolah dengan ayahnya Javas. Ketika itu ayahnya Javas belum kaya dan masih tinggal di desa.
Suatu hari, sekolah mereka mengadakan piknik dan disuruh guru bawa bekal. Semuanya pun bawa makanan masing-masing, kecuali Paman Antonio yang tidak bawa.
Diam-diam, Paman Antonio memperhatikan melihat ayahnya Javas yang sedang berkumpul bersama gengnya yang berisi anak-anak lelaki dari keluarga kaya. Berbeda dengannya yang selalu sendirian dan tidak pernah bawa bekal. Uang jajan pun tidak diberikan. Paman Antonio harus menahan lapar selama di sekolah.
"Lo bawa bekal?" tanya salah satu temannya pada ayah Javas.
"Bawaa. Seperti biasa, nasi ayam bakar," jawabnya.
"Anak juragan mah beda," kata teman-temannya sambil tertawa. Mereka tahu betul orang tua Ayahnya Javas adalah pemilik restoran ayam bakar, jadi wajar kalau ayahnya Javas selalu dibawakan menu restoran orang tuanya sendiri.
Ketika jam piknik dimulai, semuanya mengambil bekal masing-masing dari dalam tas. Namun ayah Javas kaget saat membuka tasnya karena kotak makannya hilang.
"Loh? Kok makanan gua kok gak ada?" Suara Ayah Javas membuat semua temannya menoleh ke arahnya. Ia mengubek-ubek ranselnya namun tidak ketemu.
Paman Antonio yang melihat itu keringat dingin. Masalahnya hanya bekal ayah Javas yang belum ditunjukan ke orang karena dia sibuk main bersama gengnya.
"Lah mana bekal lu? Katanya lu bawa bekal?" tanya teman-temannya yang lain.
Ayah Javas menggarukan kepalanya yang tidak gatal. "Kayaknya gua lupa bawa bekal deh. Gegara tadi buru-buru sih haha."
"Aelah, masih muda udah kakek-kakek lu bisa pikun gitu. Hahaha!" sahut teman-temannya.
Beberapa detik kemudian, perut ayah Javas bunyi. Teman-temannya pun tertawa lagi.
"Ya ampuun, lu udah keroncongan gitu ya, ya udah nih gua bagi bekal gua," kata salah satunya sambil memberikan bekal rotinya untuk ayah Javas.
"Nih, nih. Gua bagi juga. Baik kan gua?" Yang lain ikut menyisihkan bekalnya untuk ayah Javas.
"Jangan lupa lagi bawa bekal. Kalo lu kelaperan gimana coba?" sambil menyuap nasinya.
Ayah "Iya iya deh Semoga ga lupa lagi."
Akhirnya mereka tertawa bersama sambil makan. Betapa dicintainya Ayah Javas oleh teman-temannya. Betapa bahagia dan sempurnanya kehidupan Ayah Javas. Paman Antonio Iri.
Andai saja dia bisa merasakan itu. Karena Paman Antonio anak yatim, ia tak bisa merasakannya.
Tapi yang penting Paman Antonio bisa menikmati bekal milik ayah Javas sekarang. Dia sengaja membawa kotak bekal kosong, lalu ia taruh makanan ayah Javas ke dalam kotak bekalnya. Kemudian kotak makan ayah Javas ia buang ke tong sampah.
Keesokan harinya, kotak makan yang bertuliskan nama ayah Javas dipungut oleh petugas kebersihan dan dikembalikan ke ayah Javas.
Ayah Javas bingung, mungkin memang
dimakan orang lain. Tapi yang jelas dia tidak sempat membuka tasnya sendiri saat itu.
Tak lama, jam istirahat dimulai.
Ayah Javas melihat Paman Antonio tidak makan. Saat itu mereka hanya berdua di kelas dan Paman Antonio kembali keringat dingin. Ia sempat melihat kotak bekal ayah Javas sudah dikembalikan, dan ia takut Ayah Javas tahu bahwa ia pelakunya.
Namun alih-alih menuduh, Ayah Javas justru bertanya padanya, "kamu enggak makan? Aku ada roti sosis, kamu mau?"
Paman Antonio tertegun. Tidak menyangka Ayah Javas tak curiga kepadanya. Ia pun hanya menggeleng lalu menjawab singkat, "gua gak lapar."
"Oh gitu, ya udah deh," balas Ayahnya Javas.
Wajah Paman Antonio langsung berubah seperti puppy yang sedang sedih. Ia hanya malu menerimanya.
Akibat menahan rasa lapar, tiba-tiba perutnya malah bunyi kencang sekali sampai ayahnya Javas yang hampir mau keluar kelas balik lagi setelah mendengar suara perut keroncongan.
Paman Antonio malu bukan main. Namun tiba-tiba Ayahnya Javas balik badan, melempar roti sosisnya seraya berteriak, "hei tangkap ini!"
Reflek Paman Antonio menangkap roti tersebut sebelum jatuh ke lantai.
Ayahnya Javas tertawa. "Waaah, udah gua duga lu jago nangkep barang, ya. Yaudah itu buat lu makan biar gak keroncongan. Jangan sampe semua orang nanti denger ya. Hahaha."
Setelah Ayah Javas tersenyum padanya dan pergi keluar kelas, Paman menatap roti sosis tersebut baik-baik.
Lalu ia memakannya sambil menangis tanpa suara seperti bocah lima tahun.
Mengingat kenangan itu, tanpa sengaja air mata Antonio mengalir. Tapi kali ini yang keluar bukanlah air mata palsu melainkan air mata penyesalan yang tak tertahankan.
Padahal ayah Javas sudah sangat baik padanya. Tapi ia justru mengkhianatinya.
***
Hari ini, Dea dibebaskan dari penjara namun masih menjalani masa percobaan.
Wanita berambut panjang itu mengenakan topi hitam dan maskernya lalu berjalan keluar lapas menuju rumahnya. Namun langkah dia terhenti saat berpapasan dengan pria paruh baya berpakaian formal yang baru saja dituntun menuju bus tahanan bersama dua polisi. Kedua tangannya diborgol.
"Loh? Itu bukannya Paman Antonio? Yang dimaksud Paman?" pikir Dea. Jantungnya berdegup kencang karena ia ingat sekali wajah yang pernah ia lihat di foto yang ditinggalkan ayah angkatnya alias ayahnya Javas.
Ketika Dea melihat ekspresi kosong Paman Antonio yang berpapasan dengannya, Dea teringat dirinya yang depresi karena baru merasakan dipenjara. Tatapannya sama-sama kosong.
Tiba-tiba Dea teringat pesan Ayah Javas di surat tersebut.
"Paman Antonio sangat cocok sama kamu karna kalian mirip. Kalian pasti bisa saling mengerti satu sama lain. Saya harap kalian bisa bersama."
Dea hendak mengejar Paman Antonio begitu akan masuk ke bus tahanan. Namun mendadak kaki Dea gemeteran. Akhirnya ia pun jatuh di aspal dan menangis.
***
Saat sidang dimulai, Paman Antonio yang mengaku telah membunuh ayah Javas dibantah dokter yang menangani ayah Javas saat masih hidup. Dokter berkata jantung ayah Javas lemah. Beliau tidak bisa terlalu stress atau kaget. Dan saat sahamnya mengalami penurunan, beliau terkena serangan jantung lalu meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal beliau berpesan ke dokter agar alasan kematiannya tidak diungkapkan.
Intinya, sang dokter membela Paman Antonio karena beliau tidak pernah bunuh orang. Semua ini hanya salah paham.
Pada akhirnya, Paman Antonio pun hanya dipenjara lima tahun akibat menggelapkan uang ayah Javas.
Tanpa sepengetahuan keluarga Javas, ternyata selama ini Antonio bekerja sama dengan Ferry yang pada akhirnya mengkhianatinya. Ferry punya dendam dengan ayahnya Javas. Ferry juga lah yang menjadi alasan saham ayah Javas mengalami penurunan.
Ya, seharusnya semua harta warisan diberikan untuknya karena dia adalah paling tua di keluarga Sadega, namun yang menang hak hartanya malah Ayah Javas.
Padahal orang tua mereka memang tidak memilih karena Ferry suka menghamburkan uang, ia ikut judi dan jual-beli narkoba sampai mencemarkan nama baik keluarga. Hanya ayah Javas yang peduli dengan keluarganya. Jadi wajar saja kalau ayah Javas lah yang mendapat warisan dari keluarganya.
Setelah ayah Javas meninggal, barulah mereka berdua merampas harta ayah Javas untuk hidup mewah setiap harinya.
Namun hari ini, mereka harus menerima ganjarannya di balik jeruji besi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro