26. SELAMAT ULANG TAHUN, JANNA.
Cukup ramaikan komen biar aku semangat nulis lanjutannya 🖤
Kalau habis baca part ini Jangan lupa SS + upload ke SG, tag @javas.sadega dan @bentangbelia ya
***
Javas sampai di depan rumah Janna. Dia yang sedari tadi melamun diatas motor sportnya tersadar begitu Janna tahu- tahu sudah berdiri didekatnya. Wajah putih pucat gadis itu dibiarkan natural saja, tanpa foundation atau bedak berlebihan. Dia itu memang tidak memakai riasan apa-apa kecuali liptint pink yang sudah menjadi ciri khasnya. Rambutnya juga sederhana; hanya ujungnya yang sedikit ikal karena dicatok. Dress yang ia pakai juga lebih simpel dari biasanya.
Pipi Javas memerah, ia reflek memalingkan wajah begitu sadar dirinya tidak sopan karena terlalu lama memperhatikan Janna.
Padahal tanpa sepengetahuan Javas, Diam-diam Janna juga mengagumi Janna. Hari ini cowok itu sangat tampan dengan kaos putih kebanggaannya yang sudah dibalut jaket denim, celana jeans dan sepatu conversenya. Rambut hitamnya turun kebawah seperti lelaki Korea. Janna merasa sangat beruntung bisa sedekat dengan Javas.
"Eiii, kenapa bengong? Ayo naik," ujar Javas mengagetkan Janna.
"Eh? Eng—Enggak bengong, kok," kata Janna sembari naik ke atas motor namun ditahan oleh Javas.
"Eh, bentar, jangan naik dulu," larang Javas.
Janna pun diam, memperhatikan Javas yang kini menurunkan injakan motornya agar Janna tidak perlu susah-susah naik. Sederhana, tapi tidak semua laki-laki bisa melakukannya.
Setelah memastikan Janna sudah naik dengan aman, Javas melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Jantung Janna berdegup kencang. Ini pertama kalinya ia dibonceng naik motor oleh Javas. Janna jarang sekali naik motor, sejak kecil dia selalu naik mobil. Dan Javas tahu akan hal itu, maka ia tidak mau ngebut-ngebut.
"J—Jav, aku boleh pegangan, gak?" tanya Janna takut-takut. Butuh keberanian untuk dia bertanya begini, tapi dia lebih takut jatuh dari motor kalau ada polisi tidur atau tanjakan.
Javas melotot mendengarnya. Kini gantian jantung dia yang berulah.
"Serius nih dia bakalan meluk gua?" batin Javas gugup bukan main. Dia malu, tapi tidak ada alasan untuk menolak.
"B—Boleh," jawab Javas pelan.
Detik berikutnya, Janna menggenggam ujung jaket Javas dengan kuat. Wajah Javas langsung merah padam. Ia pikir Janna akan pegangan di pinggangnya, padahal gadis itu cuma mau pegangan di jaketnya.
***
Korean BBQ Restaurant | 16:00
"Cheers!" Semua orang bersahut gembira sambil bersulang dengan softdrink mereka masing-masing. Janna tampak sangat bahagia.
Javas benar-benar tidak habis pikir. Dia kira hari ini Janna mengajaknya makan bersama adik-adiknya di restoran seperti kala itu, tapi nyatanya Janna malah mentraktir teman-teman sekelasnya.
Janna membiarkan mereka memesan makanan super mahal mereka seperti daging grill, ayam bakar bahkan salmon. Tapi Janna tidak keberatan. Toh cuma satu kali seumur hidup.
"Mantap nih dagingnya enak bener, thanks ya, Na. Sering-sering dong traktir kita kayak gini," kata Fahri sambil memakan ayamnya dengan lahap.
"Ngelunjak lu kampret." Cewek tomboy di sebelah Fahri menoyor kepala Fahri.
"Maaf ya, Na. Emang kadang Fahri kagak tau diri anaknya. Ini aja udah mahal banget sampe kita bikin lu bangkrut," sahut teman ceweknya satu lagi.
Janna hanya tersenyum sungkan. "Enggak apa-apa kok. Aku seneng bisa traktir kalian. Kalau mau nambah bilang aja ya."
"Asiiiiik!" Semuanya bersahut riang.
Setelah selesai makan dan semua orang pulang, Javas ikut pamit pada Janna.
"Aku pulang juga, Na," pamit Javas sambil meraih tas nya di bangku.
"Aku juga sebentar lagi pulang, tinggal nunggu taxi nya sampai," ujar Janna.
Javas diam saja, ia tak menatap Janna sama sekali setelah itu dan langsung melengos pergi begitu saja. Janna yang peka akan hal itu berjalan di samping Javas, menemaninya keluar restoran sambil bertanya padanya. "Kamu kayaknya enggak begitu senang ya hari ini? Apa tadi ada orang yang kamu enggak sukai?"
Javas hanya menghela napas, membuat Janna bingung. Apa Javas marah padanya?
"Jav—"
"Kamu itu suka ya, hambur-hamburin uang kamu buat hal yg enggak penting?" tanya Javas membuat Janna tertegun.
"Maksud kamu apa yang enggak penting?" Janna menatap Javas tajam, tidak terima dengan ucapan Javas. "Aku cuma mau bayarin mereka, karena memang ini ulang tahun aku."
"Kamu kan bisa rayain aja sama keluarga kamu sendiri," balas Javas tanpa menatap Janna sama sekali.
"Sama keluarga? Kamu tahu aku dari dulu enggak pernah makan bareng keluarga lengkap aku, Javas. Aku anggap ini penting karna ada kamu juga. Ya sekalian aja bayarin semanya, biar kita semua senang-senang. Jadi kamu anggap itu enggak penting?" tanya Janna dengan nada tinggi membuat Javas terbungkam.
Dada Javas seketika sesak. Rasa bersalah merambat di hatinya begitu sadar mata Janna berkaca-kaca. Gadis itu menahan tangis.
"Memangnya enggak boleh ya, sekali aja aku ngerasain bahagia?" ujar Janna lirih.
Padahal Janna mengajak Javas hanya karena ingin Javas merasakan apa itu pesta. Melihat Javas yang harus selalu bekerja banting tulang, Janna berpikir bahwa Javas memang orang yang hidup susah dari kecil.
Javas berjalan lebih dahulu meninggalkan Janna yang masih menangis di tempatnya.
Hati Janna sakit. Padahal ini hari ulang tahunnya tapi orang yang paling ia sayang malah membuat dia menangis.
Tapi Janna tidak boleh cengeng. Janna tidak boleh kelihatan lemah di depan adik-adiknya. Janna pun menghapus air matanya dan kembali pada ketiga adiknya yang masih belum selesai minum milkshake.
Semua orang sudah pulang, tapi meja masih berantakan. Mereka tadi langsung pulang begitu saja usai mengucapkan terima kasih. Tidak ada yang memberi Janna hadiah, bahkan sekedar ucapan selamat ulang tahun saja tidak.
"Kak, dapet hadiah nih," ujar Shakila sambil memberikan sekotak kado pada Janna.
"Dari siapa?" tanya Janna kaget sambil menerimanya. Dia pikir tidak akan ada yang memberinya hadiah.
Janna membukanya detik itu juga. Ternyata isinya sebuah jam tangan berwarna pink dengan glitter yang sangat cantik. Javas pasti susah payah mengumpulkan uang demi membelikan ini.
Pandangan Janna lalu tertuju pada sebuah kartu ucapan serta nama pengirim yang tertera di dalamnya. Karena penasaran, segera ia membuka kartu ucapan tersebut.
Maaf cuma bisa ngasih ini. Tapi semoga berguna buat kamu yang suka lupa waktu, ya. Happy birthday Janna.
—Javas Sadega
Janna terdiam. Tenggorokannya serasa tercekat. Ia ingin menangis membaca ucapan dari Javas. Dari semua temannya, hanya Javas yang mengucapkan ulang tahun padanya dan memberinya hadiah.
Sekarang Janna sadar. Mungkin karena ini Javas marahnya. Mungkin Javas hanya tidak ingin Janna dimanfaatkan orang-orang yang salah. Mungkin Javas tahu betapa susahnya mencari uang, sedangkan Janna dengan mudahnya menghamburkan uang demi menyenangkan orang-orang yang tidak pantas mendapatkan kebaikannya.
Javas benar, padahal Janna bisa mengundang dia, Erika, serta Aidan saja. Tapi Janna malah mengundang teman sekelas dan ujungnya dia kecewa sendiri.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro