Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24. BLOOD, SWEAT & TEARS

Cukup ramaikan komen biar aku semangat nulis lanjutannya 🖤

Kalau habis baca part ini Jangan lupa SS + upload ke SG, tag @javas.sadega dan @bentangbelia ya

***

"Javas, hari ini bisa ketemuan abis pulang kampus? Aku pengen nanya-nanya soal ujian bahasa inggris minggu depan. Ada yang aku kurang paham," pinta Janna saat bertemu Javas di kampus.

Javas terdiam sejenak. Sejak kemarin dia part time sampai malam. Mana bisa dia bertemu Janna?

"Aku gak bisa, Na. Mau pergi sama keluarga," jawab Javas. "Aku ajarin lewat chat aja gimana?"

"Ohh... Mau pergi sama keluarga ya. Ya udah kalau gitu." Wajah Janna sedikit kecewa, dan itu membuat Javas merasa bersalah.

"Maaf ya, Na," ucap Javas menyesal. Padahal ia ingin menghabiskan lebih waktu dengan Janna. Tapi keluarganya lebih penting. Ia harus bekerja keras.

"Iya, Jav, enggak apa-apa. Memangnya kamu mau pergi ke mana btw?" tanya Janna penasaran.

Javas terbungkam lagi. Kaget tiba-tiba ditanya lebih detail.

"Ke mall aja kok, Na. Temenin Mama belanja bulanan. Aku udah janji soalnya sama beliau," jawab Javas cepat-cepat, takut ketahuan berbohong.

"Oke..."

Javas menghela napas pelan. Dia tidak boleh membuat Janna curiga.

***

"Kamu ini kerjanya gimana sih?! Masih enggak bener juga!"

"Maaf, Pak."

"Haduhh, Javas, Javas. Ini udah satu tahun lho, Vas. Kerja di sini. Masa masih aja suka salah!"

"Saya minta maaf, Bu."

"Itu masker sama kacamata juga masih aja dipakai, kan sudah saya bilang lepas aja! Enggak usah alasan malu lagi!"

Janna masih tak percaya apa yang dia lihat di depan matanya. Seharian ia mengintai Javas dari belakang, dan sekarang ia melihat Javas bekerja di suatu restoran kecil seusai pulang kuliah.

Sebenarnya tadi Janna hanya pura-pura mengajak Javas ketemuan, sebenarnya ia hanya ingin mengetes Javas saja. Ternyata benar, Javas berbohong. Ia tidak pergi bersama keluarganya melainkan malah kerja sambilan di tempat seperti ini.

Jadi ini alasan kenapa Javas selalu menahan lapar? Jadi ini alasan kenapa Javas selalu kurang tidur di kampus? Kenapa Janna baru tahu sekarang?

"Kenapa aku yang pertama kamu kasih bunga?"

"Karena kamu teman terdekat aku, Na."

Janna tertawa miris. Selama ini ia pikir ia benar-benar sudah menjadi teman dekat Javas. Ternyata dia tidak tahu apa-apa tentang Javas.

Janna telah gagal menjadi teman yang baik untuk Javas.

***

"Kak Janna kerja kelompok di rumah teman lagi ya?"

Janna hanya bisa menelan ludah kala mendengar suara Shakila di seberang telepon. Sebenarnya dia tidak suka berbohong seperti ini, tapi mau tidak mau dia harus pulang malam lagi untuk mengintai Javas.

"Iya, Kakak pulang malem. Kamu tidur duluan aja ya, Ca. Kakak kan bawa kunci cadangan," ujar Janna.

"Siap deh, Kak. Kalau gitu aku tidur duluan ya, udah ngantuk."

"Oke, Ca. Kakak titip adik-adik ya."

Setelah itu sambungan dimatikan. Bertepatan dengan taxi yang ditumpangi Janna berhenti di depan sebuah area pembangunan apartemen. Javas ada di sana. Baru saja turun dari motor besarnya dan langsung berlari untuk memakai helm serta rompi kerjanya.

Janna membayar taxi, lalu mendekati area itu secara diam-diam. Memperhatikan Javas tanpa sepengetahuan lelaki itu.

Tak lama Janna melihat Javas tak sengaja menjatuhkan sekantong semen dan dimarahi atasannya. Javas dicaci maki. Lagi.

"Maafkan saya, Pak." Javas menunduk di hadapan atasannya. Wajah lelaki itu sangat pucat seperti mayat. Tubuhnya juga lemas.

"Kan sudah saya bilang dari awal jangan dipaksa kalau banyak kegiatan! Kami semua butuh karyawan yang serius, bukan yang kerjanya ngasal, tidak becus seperti kamu! Kalau begini terus caranya lebih baik sekarang kamu keluar!"

"Saya benar-benar minta maaf, Pak. Tolong kasih saya kesempatan sekali lagi—"

"Maaf, maaf! Sudah berapa kali kesempatan yang saya kasih, hah?!!"

"Pak, biarkan Javas istirahat dulu di pinggir. Saya khawatir dia pingsan lagi." Seorang pria lain tiba-tiba datang melerai, sepertinya rekan kerja atasannya.

"Ini nih, fisik Javas itu terlalu lemah! Tidak cocok kerja di sini!"

"Javas, kamu istirahat sebentar dulu saja." Pria tadi menghiraukan makian temannya dan membela Javas lagi.

Javas terselamatkan kali ini. Dia diperbolehkan untuk istirahat di pinggir jalan. Dada Janna sesak. Sakit. Syok bukan main. Tidak menyangka selama ini Javas menyiksa dirinya sendiri separah ini demi menghidupi keluarganya.

Javas yang selalu berpura-pura baik-baik saja, selalu tersenyum di depan semua orang nyatanya adalah orang yang memendam luka paling dalam.

Janna melihat Javas membersihkan darah mimisan yang keluar dari hidungnya. Lalu ia menunduk dan menangis dalam diam. Hati Janna tercabik-cabik. Ini pertama kalinya ia melihat Javas menangis. Mungkin karena terlalu lelah, terlalu bingung, atau tidak tahu harus bercerita ke siapa tentang semua ini.

Pertahanan Janna runtuh. Ia ikut menangis melihat Javas hancur. Cukup. Janna sudah tidak tahan lagi melihat orang yang disayanginya menderita seperti itu.

Janna tidak bisa diam lagi. Dia harus melakukan sesuatu. Harus.

***

Sejauh ini yang Janna tahu, Javas kerja di tiga tempat. Restoran, proyek pembangunan, serta toko kecil di dekat rumah Aidan. Karena terlalu kelelahan, Janna tak jarang melihat Javas mimisan atau pingsan sampai digotong teman-teman kerjanya.

Dan hari ini, Janna sudah benar-benar muak. Janna akhirnya memutuskan untuk membantu Javas secara diam-diam dengan cara memasukan Javas ke perusahaan yang gajinya besar lewat orang dalam.

Dan di sinilah Janna sekarang, di depan perusahaan VOLTAGE. Di hadapan Pamannya, Bobby. Adik dari ayahnya.

"Jadi ... Kamu mau bantu teman kamu biar bisa masuk perusahaan Paman, Na?"

Janna mengangguk. "Mohon bantuannya, Paman. Karena Janna enggak tahu harus minta tolong siapa lagi. Javas anaknya pintar dan rajin banget, dia pasti bisa bantu andil memajukan perusahaan Paman."

"Baiklah kalau begitu Paman akan bantu."

"Terima kasih banyak, Paman!" Janna membungkuk berkali-kali.

Paman Bobby tertawa. "Santai saja."

"Oh iya, Paman. Apakah di sini ada mesh? Rumah Javas terlalu jauh dari VOLTAGE, takutnya telat, kan ..."

"Ada, tenang saja, Janna. Perusahaan Paman fasilitas untuk pegawainya lengkap. Jangankan mesh, makan siang kita pun gratis tinggal ambil di kantin. BPJS sama uang transport juga dapat."

Janna reflek mengucap syukur dalam hati. Suasana hatinya jauh lebih tenang sekarang. Syukurlah, mulai besok Javas tidak perlu lagi bekerja sampai sakit-sakitan. Javas pasti akan sangat senang bisa keterima kerja di sini.

***

Siapa yang ga sabar sama part selanjutnya?

Spam komen buat next!!!

Spam komen yang banyaaaaaak banget buat aku!! Biar aku semangat dan berkembang terus buat memuaskan kaliaaann!!!

Terima kasih sudah membaca dan mendukung aku, semoga kalian suka ceritanya! Ditunggu kelanjutan kisah Javas & Janna di next episode yaa <3

See you on the next part

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro