19. BALAS DENDAM DEA
Cukup ramaikan komen biar aku semangat nulis lanjutannya 🖤
Kalau habis baca part ini Jangan lupa SS + upload ke SG, tag @javas.sadega dan @bentangbelia ya
***
"SIAL!! PEREMPUAN BERENGSEK!!"
Teriakan yang menggelegar serta bunyi barang-barang yang dilempar sampai hancur terdengar dari kamar Dea. Setelah itu Dea membanting tubuhnya sendiri di kasur, menenggelamkan wajah ke bantal lalu menangis sejadi-jadinya.
Dea menggigit bibirnya kuat-kuat, sangat kuat hingga menggeluarkan darah. Dia akan menghancurkan Janna. Itu pasti.
Emosi Dea yang meledak-ledak tadi mereda dengan cepat, dia sadar dirinya tidak boleh terpuruk lama-lama.
Detik kemudian jantungnya berdebar kencang saat mengingat Janna yang jalan bersama Javas dan adik-adiknya kemarin.
Dea melonjak dari tempat tidurnya, lalu menyalakan macbooknya di meja belajar dan mengetik sesuatu dengan cepat di pencarian.
Mata Dea berbinar-binar saat melihat layar, seperti melihat harta karun yang sudah lama hilang.
"Seandainya lo enggak nyentuh Javas dari awal, gue juga enggak akan macem-macem," ucap Dea sambil terkekeh.
Ini bukan pertama kalinya Dea membongkar identitas orang lain. Dea adalah hacker berpengalaman. Mudah baginya untuk menghancurkan hidup orang bermasalah dengannya.
***
"Jav."
"Janna diviralin di media," lapor Semesta membuat Javas tersedak minumannya sampai batuk-batuk. Bukan karena syok mendengar beritanya, tapi karena Semesta menyebut nama Janna. Javas tidak sempat dengar dengan jelas.
"Apa? Janna kenapa?"
Semesta menghela napas. "Dia diviralin di base, ada yang nulis thread enggak-enggak tentang dia. Terus sekarang jadi trending topic."
Javas terperangah. Dunianya serasa berhenti bergerak mendengar Janna dalam bahaya.
"T—Trending topic gimana?"
Kajev yang kebetulan sedang pegang hp di sofa dan melihat berita itu spontan bangun dan memperlihatkannya pada Javas. "Nih, liat."
@harnusmenfess: Harnusfess! Gimana pendapat kalian tentang kedekatan Javas dengan janda anak 4?
(View All Replies)
@hateakunmu Janna ya? Pantesan gayanya tua, ternyata udah punya anak 4
@ayangnyajavas eh spill ignya Janna dong aing mau silaturahmi
@istrinyajavas Ewww... biarpun Javas bukan minor tapi ttp gaada adab sih tante-tante deketin anak muda. Kayak gaada duda aja malah ngincer perjaka.
Tanpa pikir panjang, Javas langsung menyambar kunci motor di atas meja dan bergegas menuju parkiran motor secepat kilat.
"Woi, Jap!! Itu kunci motor gue kenapa lo bawa?!!" teriak Semesta heran.
***
Tanpa menunggu Shakila selesai bicara, Janna langsung putuskan sambungan sepihak dan kembali mengecek trending topic di twitter yang semakin ramai. Sekujur tubuh Janna panas dingin. Asam lambungnya naik dan semua hal mengerikan berkecamuk di kepalanya. Rasanya seperti akan menerima hukuman mati.
Janna kira ketika dia dibully satu angkatan adalah kali pertama dan terakhirnya ia mengalami panic attack. Namun sekarang ia merasakannya lagi. Sungguh perasaan yang amat menyiksa.
Lalu dia harus apa sekarang? Kasih tahu Javas? Kasih tahu Erina? Hapus akun? Atau ... dia harus klarifikasi?
Tidak, tidak. Klarifikasi hanya akan membuatnya bertambah viral dan problematik. Janna tidak mau jadi pusat perhatian.
"JANNA, AWAS!!!"
Teriakan itu membuat Janna menoleh. Jantungnya nyaris copot saat menyadari sebuah truk melaju kencang ke arahnya.
Bukannya menghindar, Janna justru membeku karena refleknya berhenti berfungsi. Namun—
"AWAS!!!"
Bruk!!
Tiba-tiba Janna didorong keras ke pinggir jalan. Gadis itu syok bukan main. Ia menengadah, melihat siapa yang barusan menyelamatkannya.
"Gimana sih!! Jalan yang benar dong!!" omel Erika masih dalam keadaan memeluk tubuh Janna. Keduanya tersungkur di pinggir jalan dalam keadaan luka-luka. Termasuk pipi kiri Erika yang berdarah akibat tergores aspal.
"R—Rika, kamu ..." Janna menatap wajah Erika nanar.
"Woi, woi! Itu ada yang kecelakaan, woi!! Cepat bantuin!!" Sebuah teriakan dari arah barat terdengar, rupanya banyak mahasiswa yang menyaksikan kejadian tersebut dan langsung menggotong Janna dan Erika.
"Bawa ke rumah sakit, cepat!!!"
***
Janna dan Erika dibawa ke Unit Gawat Darurat rumah sakit terdekat kampus. Lengan Janna hanya memar sedikit, namun pipi Erika sedikit sobek akibat goresan aspal. Kaki dan pinggangnya juga keseleo.
"Rika, makasih udah nolongin aku. Gara-gara aku kamu jadi luka parah." Janna yang duduk di samping tempat tidur Erika meremas roknya gugup. "Aku benar-benar minta maaf udah bikin kamu begini. Tapi seandainya kamu tadi enggak nolongin aku, kamu pasti—"
"Aku dengar orang-orang ngomongin kamu viral di twitter. Beritanya sampai ke facebook. Udah aku duga kamu pasti langsung ngeblank dan depresi begini. Langsung aku samperin. Untung aja masih di dekat kampus," sergah Erika.
"Maaf," ucap Janna lirih. Matanya berkaca-kaca melihat Erika yang mengorbankan dirinya untuknya. Janna pikir dia tidak akan punya teman yang tulus lagi.
"J—Janna, kenapa kamu nangis? Masih sakit banget ya?" tanya Erika cemas.
"Enggak ... Aku cuma ... Keinget temenku pas SD," ujar Janna sambil menghapus air matanya dengan punggung tangan.
"Mau cerita?" tanya Erika. Janna mengangguk yakin. Ia pikir ini adalah waktu yang tepat untuk menceritakan masa lalunya pada Erika.
Ketika SD dulu, Janna mempunyai sahabat bernama Tiara. Gadis itu berasal dari keluarga miskin. Saking miskinnya, ia selalu datang ke sekolah dalam keadaan lapar karena tidak bisa makan.
Namun, keluarganya ini sangat baik terhadap Janna yang tidak pernah diurus oleh orang tuanya. Janna pun senang sekali ada orang yang peduli padanya.
Tapi ternyata beberapa bulan kemudian, gadis miskin itu dibully oleh geng cewek famous di sekolah mereka. Mereka mencegat Tiara saat perjalanan pulang.
"Sayang banget, ya. Padahal Janna orang kaya, tapi gara-gara main sama kamu dia jadi kampungan."
"Bener tuh. Aneh aja kenapa Janna gak mau main sama kita? Pasti kamu penjilat, kan? Kamu porotin uang dia, kan?!"
Seperti itulah kira-kira kalimat yang dilontarkan geng perundung tersebut sebelum Tiara melawan mereka dengan kekerasan karena sudah tak tahan lagi.
Lalu setelah liburan berakhir, Janna tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga. Dia bawa barang banyak sekali untuk sahabat Tiara. Namun sayangnya, rumah Tiara sudah kosong.
Lalu tetangganya bilang, "mereka sudah jual rumah ini. Mereka mau tinggal di tempat lain.
Gak bilang sih mau pindah ke mana."
Janna yang mendengar itu kecewa. Selama ini ia mengira dirinya dan Tiara adalah sahabat dekat, namun dirinya tidak dianggap penting oleh Tiara. Gadis itu meninggalkannya begitu saja tanpa berkata apapun.
Kepergian Tiara pun membawa sial bagi Janna. Geng cewek famous itu mulai merundung Janna dan mengatakan Janna pelit karena tidak pernah mau ikut foya-foya. Padahal mereka tidak tahu cerita sebenarnya. Mereka tidak tahu bahwa Janna ditinggal kedua orang tuanya dan harus mengatur keuangan untuk mengurus adik-adiknya.
"Jadi begitu ceritanya." Erika bertutur iba. Sebenarnya, Erika juga merasakannya. Erika pernah ditinggalkan sahabatnya juga saat SD dan sejak itu Erika jadi tidak mau berteman dengan siapapun lagi.
Tapi sekarang, dia punya alasan kuat yang membuat Erika sampai mau mengorbankan dirinya untuk Janna.
Salah satunya, Janna adalah satu-satunya sahabat yang Erika punya saat ini.
Flashback di saat Janna dan Erika baru saling kenal...
Saat itu mereka sedang istirahat saat OSPEK dan Erika sedang menonton anime sedih dan Janna yang ikutan nonton tiba-tiba menitikan air mata.
"Kok lu nangis? Ini kan cuma film." Erika melirik Janna bingung.
"I—Iya, maaf ya. Soalnya aku keinget temen SD ku. Dia tiba tiba tinggalin aku tapa sebab. Aku tanya salah aku apa. Tapi dia udah enggak mau lihat aku lagi. Bahkan aku enggak tahu dia ada dimana," jelas Janna lirih.
Alis Erika masih mengerut. "Kenapa tiba tiba cerita kayak gitu ke orang yang enggak kamu kenal?"
"Ehm, aku enggak tahu pastinya karna apa. Tapi setiap lihat kamu. Aku kayak ngerasa bisa deket sama kamu dan mau jadi temen kamu," jawab Janna.
Erika menutup Macbooknya, lalu berdiri menjauhi Janna yang masih duduk di atas tribun. Janna belum bisa berhenti menangis.
"Mau sampai kapan kayak gitu?" Erika melirik ke arah Janna. "Enggak makan? Istirahat sudah mau berakhir kan?"
Janna kaget. Ia mengadah menatap Erika yang sedang tersenyum kecil.
"I—Iya ya, jangan sampe enggak makan." Janna tertawa sambil menyeka air matanya malu.
"Bisa nggak, jangan cengeng di depan orang yangg belum terlalu kenal. Emangnya enggak malu ya?" tanya Erika.
Janna mengerjap-ngerjapkan matanya yang basah. "Aku begini cuma ke orang tertentu aja kok. Mungkin karna kamu beda dari orang lain."
Erika terdiam sejenak mendengarnya. Kalau dibilang beda sih, sebenarnya dulu ada orang yang mirip seperti Erika. Sahabat Erika waktu SMP...
Ah, tiba-tiba Erika jadi mengingatnya lagi.
"Kalau gitu, aku juga mau cerita," kata Erika. Janna mengangguk. Ia siap mendengarkan cerita Erika juga tentang masa lalunya.
6 tahun yang lalu...
Erika mempunyai sahabat yang sangat mirip dengannya. Namanya Azura. Mereka sama-sama suka Jepang, suka nonton anime, dan suka mengoleksi barang lucu. Namun Azura termakan omongan teman-teman sekelas yang selalu membully dan menyebut dia aneh.
Jelang kenaikan kelas 2, Azura yang semula rambutnya selalu dikuncir dan menggantungkan headset kesayangannya di leher, kini menggerai rambut panjangnya dan mengenakan seragam yang modis selayaknya anak-anak populer. Barang-barangnya pun diganti menjadi branded. Bahkan gantungan kunci persahabatan mereka pun sudah tidak dipakai lagi. Dia berubah menjadi cantik dan ikut geng anak famous. Azura pun ikutan menghina dan menyebut Erika aneh agar dirinya tidak dibully.
Saat menyeberang jalan, Erika memasang headset birunya yang kerlap-kerlip itu. Di depannya ada Azura yang sudah berubah 100%. Seketika Erika teringat kembali semua kenangan indah bersama sahabatnya itu.
Mereka berpapasan begitu saja, seperti dua orang asing yang tidak saling mengenal. Selepas berpapasan, semua kenangan itu hancur dengan iringan lirik musik "Good bye".
Dentangan musik yangmulai melemah seolah menandakan alam sudah menyuruh Erika untuk berpisah dari masa lalu.
Untungnya, sekarang Tuhan sudah menghadirkan Janna di hidup Erika. Tapi untuk kali ini, Erika tidak ingin kehilangan sahabatnya lagi.
Setelah Erika menceritakan semua itu, Janna menangis sesegukan. Erika spontan terheran-heran. "A—Apaan sih kok malah kamu nangis kayak gitu? Aneh banget. Harusnya kan aku yang nangis?!"
"Y—Ya habisnya kamu ternyata kuat ceritain itu ke aku tanpa nangis. Aku aja dari tadi nangis pas ceritain masa lalu aku ke kamu. Kok kamu bisa gak nangis sih. Malah kamu yg aneh, Ri," jawab Janna tersedu-sedu.
"Kalo kamu mau nangis udah ayo kita nangis bareng-bareng aja yuk," kata Janna sambil mengelus punggung Rika pelan-pelan. Air mata Rika pun tak terbendung lagi. Ia akhirnya menangis di depan Janna tanpa suara.
Janna tersenyum. "Nah, iya, kayak gitu. Akhirnya kamu bisa nangis juga ya."
Padahal dari dulu dia yang selalu mengatakan Janna cengeng, tapi sekarang malah dia yang cengeng. Erika malu. Namun, di sisi lain Erika juga lega karena bisa melampiaskan emosinya setelah ia pendam dalam waktu yang cukup lama.
"Benar juga, ternyata aku masih bisa nangis. Aku kira saat itu adalah terakhir buatku nangisin seseorang kayak gitu," batin Erika.
"Ayo, kurang itu nangisnya. Harus kayak aku. Keluarin suara kamu, Ri." Janna menepuk-nepuk punggung Erika.
Spontan Erika menggeplak kepala Janna. "Apaan sih aku gak bisa kayak kamu juga kali, Na!"
Gara-gara itu, mereka berdua pun tertawa bersama.
***
Mendadak Javas jadi idiot sampai meninggalkan kunci motornya di studio. Alhasil dia malah naik kereta dan angkot ke rumah Janna. Bagaimana tidak panik sampai segitunya? Janna jadi viral juga gara-gara Javas.
Biasanya di saat seperti ini Javas panik karena ia tidak mau menyeret orang lain ke dalam masalahnya dan malas bertanggung jawab. Tapi sekarang, Javas benar-benar panik karena takut Janna kenapa-napa. Janna bisa saja sesak napas, pingsan, atau lebih parah bunuh diri.
Perasaan yang sama waktu dulu ia pacaran dengan Tarisa dan mantannya itu tidak ada kabar, kini Javas merasakannya lagi. Javas tidak begitu yakin, tapi ini ... seperti perasaan khawatir pada seseorang yang ia sayang.
"Kak Janna ke mana?" tanya Javas begitu sampai rumah Janna dan disambut oleh Shakila adiknya di teras. Tingkat kepanikan Javas justru bertambah karena tidak ada tanda-tanda Janna di rumah, dan nomornya tidak bisa dihubungi.
"Ada di kamar kok, Kak. Pas pulang tadi Kak Janna mukanya pucat terus ngurung diri. Enggak tahu kenapa. Kila tanyain Kak Janna diam aja," jawab Shakila membuat Javas nyaris serangan jantung. Takut hal yang sedari tadi dia takutkan terjadi.
Saking paniknya, Javas langsung masuk ke dalam rumah Janna begitu saja tanpa izin. Tapi Shakila menahan cowok itu. "Kak Javas, tunggu!"
Javas menatap Shakila cemas. "Kenapa?"
"Kayaknya Kak Janna enggak mau diganggu, deh. Mungkin lagi enggak mood? Soalnya dari tadi Kila ketuk pintunya engga dibuka."
Javas menggeleng. "Kakak yang salah. Kak Janna ngurung diri karena Kakak. Kakak harus tanggung jawab."
***
Siapa yang ga sabar sama part selanjutnya?
Spam komen buat next!!!
Spam komen yang banyaaaaaak banget buat aku!! Biar aku semangat dan berkembang terus buat memuaskan kaliaaann!!!
Terima kasih sudah membaca dan mendukung aku, semoga kalian suka ceritanya! Ditunggu kelanjutan kisah Javas & Janna di next episode yaa <3
See you on the next part❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro