10. KERJA KELOMPOK
Hai, Mochi! Aku update lagi nih, tolong ramein komen di setiap paragraf yaa 🖤
Jangan lupa ramein komen di setiap paragraf biar aku semangat dan cepet up lagi yaaa! Happy reading <3
***
"Javas pulaaang."
Javas melepas sepatu dan melemparnya asal. Dia harus segera ganti baju, lalu berangkat lagi latihan ke studio dan kerja part time sampai malam.
Namun ketika masuk ruang tamu, langkah Javas terhenti melihat kehadiran pria paruh baya dengan jas formal yang baru saja beranjak dari sofa.
"Javas, ini ada Paman. Pas banget Paman sudah mau pulang juga," ujar Ibunya sambil melirik Paman yang tengah tersenyum ke arah Javas.
"Eh, Paman," sapa Javas sembari buru-buru salim pada Paman.
"Sudah lama ya kita tidak bertemu. Gimana kuliah kamu?" tanya pria itu tanpa menghilangkan senyum di bibirnya.
"Alhamdulillah lancar, Paman. Sekarang Javas sudah banyak kegiatan, sudah ikut band juga. Memang bukan band yang terkenal banget sih, cuma sering manggung di sekolah-sekolah sama kampus lain buat meramaikan acara tahunan."
"Keren sekali kamu, Vas. Sudah Paman duga kamu memang keturunan Ayah kamu. Berbakat."
"Hehe. Dari dulu Javas memang hobi main alat musik sih, Paman. Javas paling jago gitar sama bass, tapi kebetulan di Aspire dapat bagian drum."
"Hebat kamu. Kapan-kapan Paman boleh ya nonton konser kamu kalau ada waktu?"
"Waaah, silahkan Paman. Javas senang banget kalau Paman mau nonton Javas perform."
"Semangat ya, Javas. Jangan pantang menyerah. Tapi kamu harus selalu ingat, kamu tidak sendirian. Kita semua manusia butuh pertolongan orang lain kan? Ada Paman yang bisa bantu kamu."
Wajah Javas langsung berubah saat mendengar kalimat itu.
"Oh iya, ini ..." Paman memberi satu kantong kresek pada Javas. "Paman bawain es krim buat kalian."
"Terima kasih, Paman," ucap Javas sambil menerimanya dengan senyum simpul.
Setelah Paman pamit, Javas memperhatikan Paman yang masuk ke dalam mobil mewahnya dan melaju dengan kecepatan sedang.
"Ma, Paman enggak kasih kita uang lagi kan?" Javas menghampiri ibunya di dapur setelah memastikan Paman benar-benar sudah jauh.
"Ngasih, sih. Buat modal Mama jualan sayur. Emangnya kenapa, Vas? Kok kamu kayak cemas gitu," tanya Ibunya.
Javas terdiam. Ia teringat baru dua hari lalu tiba-tiba ada orang yang membelikannya makanan secara diam-diam. Javas tidak mau terlalu banyak hutang budi pada orang lain.
"Lain kali tolak aja ya, Ma. Javas enggak enak kalau terlalu banyak nyusahin Paman," peringat Javas.
"Iya. Mama juga sebenarnya sungkan. Tadi aja Mama masakin banyak buat beliau karena Mama enggak enak," jawab Ibunya sembari fokus memotong-motong sayur.
Javas mengeluarkan es krim dari plastik untuk ditaruh di kulkas, namun bentuk es tersebut menyita perhatiannya.
Buru-buru Javas membuka es krim tersebut, yang ternyata sudah cair sampai tidak berbentuk sama sekali. Bungkusnya pun terasa agak panas.
"Es krimnya... Cair lagi?" tanya Javas heran.
"Lagipula kenapa juga Paman ngasih pas gua sampe rumah? Kenapa enggak dari awal masukin kulkas dulu? Aneh. Apa Paman udah mulai pelupa?"
***
"Maaf, Pak. Saya izin ke toilet sebentar." Javas tiba-tiba izin di tengah mata kuliah DKV yang baru saja berlangsung.
"Oh, iya, iya. Javas, silahkan," sahut sang dosen yang syukurnya baik hati.
Javas berbohong, dia tidak ke toilet melainkan ke minimarket untuk beli kopi americano yang kafeinnya paling tinggi.
Ini bukan pertama kalinya Javas minum kopi di saat jam pelajaran dimulai, tapi hampir setiap hari supaya melek. Bagaimana tidak? Karena jadwalnya padat Javas cuma punya waktu 3 jam untuk tidur dan alhasil dia selalu mengantuk saat jam pelajaran.
Apalagi kemarin latihan drum di studio Aspire sampai sore dan pulangnya Javas langsung kerja part-time. Begitu juga sore ini.
Tapi mau bagaimana lagi? Javas harus tetap terjaga, karena hanya dirinya lah satu-satunya harapan keluarga. Javas harus bekerja keras demi Bunda, Revan, dan demi cita-citanya.
"Cuci muka dulu, dah, abis ini. Biar mata gua kebuka. Bisa gawat kalau dosen liat gua ngantuk terus kayak gini, ntar gua dicap malas yang ada," batin Javas sambil buru-buru menghabiskan kopinya.
Bukan Javas Sadega namanya kalau tidak mau terlihat perfect di mata orang lain. Cukup dulu saja dia ditindas. Hal mengerikan seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi.
***
"Hari ini kita akan ada kerja kelompok. Masing-masing kelompok empat orang dan akan saya pilih secara acak."
"Yaaaahhh..."
Semua mahasiswa bersorak kecewa mendengar pernyataan dosen. Masalahnya mereka pada dasarnya mempunyai circle masing-masing dan kurang sreg jika disuruh berbaur dengan yang lain.
Tapi memang inilah tujuan Pak Anton, dosen jurusan DKV yang terkenal killer itu. Beliau sengaja membagi kelompok secara acak agar mahasiswanya terbiasa bekerja dengan kelompok baru di dunia kerja nanti.
"Gibran. Juna. Fauzan. Jihan."
"Lucas. Rendra. Rendy. Leon."
"Aidan, Javas, Janna, Erika. Silahkan duduk sesuai kelompok masing-masing."
Mendengar nama itu disebut, jantung Janna nyaris copot. Sejenak ia mengira pendengarannya keliru. Tapi melihat Aidan yang duduk di paling depan tiba-tiba menoleh ke arahnya, sepertinya benar.
"Demi apa ... Aku sekelompok sama Javas?!!" batin Janna histeris. Dia langsung panas dingin sekaligus gemetaran.
"Ayo, Na. Duduk di depan aja kita." Erika menyenggol-nyenggol lengan Janna.
Mereka berdua pun menyeret kursi ke depan agar bisa duduk di meja yang sama dengan Aidan dan Javas.
Janna sama sekali tidak tenang. Untungnya Javas masih ke kamar mandi, tapi dia tidak tahu harus apa kalau sampai Javas balik nanti. Dia takut melihat reaksi Javas.
"Javas belum balik, ya?" tanya Erika pada Aidan yang sedang membantu menyingkirkan peralatan tulis dari meja agar tidak ada distraksi.
"Enggak tahu, paling sebentar lagi," jawab Aidan.
Janna semakin keringat dingin melihat Erika dan Aidan yang membahas seputar tugas. Dia terlalu canggung untuk ikutan nimbrung. Apalagi kalau ada Javas? Bisa-bisa Janna betulan jadi patung!
"Tugas kalian adalah membuat konten edukasi berbentuk animasi flash," ujar Pak Anton.
"Jadi, karena tidak mungkin bisa dikumpulkan hari ini mengingat prosesnya memakan waktu, kalian boleh mengerjakan bersama di rumah salah satu anggota kalian. Dikumpulkan minggu depan," lanjutnya.
Dosen berkata akan ada tugas kelompok DKV membuat animasi yang harus dikumpulkan besok. Janna deg-degan karena isi kelompoknya diacak yaitu Erika, Aidan dan Javas. Itu artinya dia sekelompok dengan Javas.
"Eh, gimana nih? Mau di rumah siapa?" Aidan menatap Janna dan Erika bergantian.
"Di rumah gua lagi ada pembangunan proyek, berisik. Di rumah lo enggak bisa, Dan?" Erika bertanya balik.
"Enggak bisa nih, ada orang tua gue baru pulang dinas," tolak Aidan.
"Kalau gitu, di rumah Janna aja, gimana?" tanya Erika membuat Janna terbelalak.
Sebentar. Itu artinya ... Javas juga mampir ke rumah Janna?!
"Gimana, Na?" Aidan ikut bertanya, namun Janna diam seribu bahasa. Dia tidak enak kalau menolak. Lagipula kalau dia menolak juga itu artinya akan kerja kelompok di rumah Javas. Mungkin Janna akan bertambah gugup. Sama saja bohong kan?!
"I—Iya deh, yaudah di rumah aku aja," jawab Janna pasrah.
***
1-banyak kata buat part ini???
Spam komen buat next!!!
Spam komen buat akuuuuuu yang banyaaakkkkk biar aku semangat dan berkembang terus buat memuaskan kaliaaann!!!
Terima kasih sudah membaca dan mendukung aku, semoga kalian suka ceritanya! Ditunggu kelanjutan kisah Javas & Janna di next episode yaa <3
See you on the next part❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro