1. MIMPI
Hai, Mocha is backk! 🤎 Setelah sekian lama, akhirnya aku memberanikan diri untuk menulis cerita fiksi yang lebih dark dan seru dari sebelumnya.
Kalian readers jalur mana? IG/TikTok/Wattpad?
Ini playlist Javas yaaa buat yang mau tau vibesnya Javas 🫶🏼 bisa dicari di spotify yang mau dengerin ⬇️
❤️🩹 Happy reading ❤️🩹
***
"Malam ini, kamu seorang raja. Lakukan apapun yg kamu mau," kata Sang Ayah membuat anak laki-laki semata wayangnya itu berbinar.
Lantas ia langsung turun dari mobil dan menggandeng orang tuanya ke dalam wahana amusement park yang berkilauan. Mereka naik bianglala dan merry-go-round, beli es krim sampai memakai bando lucu.
Javas Sadega, lahir dari keluarga yang mendekati sempurna. Orang tua yang penyayang, harta yang berlimpah dan keinginan yang selalu terpenuhi. Bisa dibilang, kehidupan Javas adalah impian setiap anak.
Javas ketika kecil ⬇️
"Papa! Mama!" panggil Javas tiba-tiba saat mereka baru saja turun dari wahana bom bom car.
Ayahnya menoleh. "Kenapa, Javas?"
"Tadi Javas liat ada anak perempuan datang ke pasar malam ini sendirian terus nangis. Kok dia ke sini enggak sama siapa-siapa sih?" tanya Javas heran, "ngapain dia nangis kalau ke sini sendirian?"
Kedua orang tua Javas pun tertawa mendengar pertanyaan polos putra mereka.
"Ternyata begitu ya pemahaman kamu. Ya sudah, di mana sekarang anak itu? Ayo kita samperin, biar berhenti nangis," kata Ibunya.
"Oke, ikuti aku! Aku akan memimpin jalan!!" kata Javas bak super hero yang membuat Ayah dan Ibunya kembali tertawa.
Langkah Javas kemudian terhenti di depan wahana ontang-anting. Tepat di hadapan gadis kecil dengan jepitan bunga yang sedang menangis sendirian di balik sana.
"Hei, kamu! Kau telah membuat dosa besar!" omel Javas.
Bocah itu terdiam, memasang wajah bingung.
"Iya begitu, benar! Berhenti menangis! Kalau tidak kau akan mengotori dunia ini dengan air mata jelekmu itu!" omel Javas lagi membuat gadis itu terkejut.
Javas kira dengan bilang begitu, gadis kecil tersebut akan diam. Tapi ternyata Javas salah, tangisan dia justru makin jadi.
"Ya ampun, Javas. Kamu buat dia tambah nangis," tegur Ayahnya.
Javas terkejut. "Ke—Kenapa itu malah buat makin nangis ya, Pa? Padahal aku sudah suruh dia berhenti nangis. Apa jangan-jangan dia monster menangis ya?"
"Haha, kamu terlalu menyukai superhero ya, Nak. Sayangnya bukan seperti itu. Coba lihatlah lagi. Di seri superhero, apa yg dilakukan seorang pahlawan jika ada orang yang sedih?" tanya Ayahnya.
"Oh, kasih balon. Tapi kan aku enggak punya balon. Apa aku harus belikan balon untuk dia?"
"Iya, tentu. Kamu sebagai pahlawan harus membuat dia senang, kan?"
Javas mengangguk-angguk. "Tapi yang aku tonton pahlawannya engga pernah membeli sesuatu dulu. Tiba-tiba langsung ada begitu saja. Sayangnya aku engga punya sihir seperti pahlawanku. Jadi aku suruh dia diam saja seperti kata pahlawan itu."
Javas terdiam sejenak. "Tapi kata ayah aku sudah buat dia sedih. Aku jadi takut."
Ayah mengelus kepala Javas. "Walaupun kamu takut, tapi hal itu bisa buat seseorang bahagia. Ayah rasa tidak apa-apa. Coba sajalah dulu. Mungkin Javas akan mengerti."
Javas yang penurut pun langsung membelikan gadis kecil dengan jepitan bunga itu balon dan memberinya balon berbentuk boneka.
"Su—Sudah jangan nangis lagi. Ini balon. Kalau kamu pegang ini rasa sedih kamu akan hilang seperti balon yg melayang ini. Itu kata superhero. Jadi, berhentilah menangis," kata Javas.
Sementara Bunda menepuk-pundak bocah itu pelan pelan hingga dia berhenti menangis. Mata bulatnya bergulir ke atas, melihat balon lucu berbentuk boneka yang diberi oleh Javas.
"Ayah, lihat aku berhasil! Sudah aku duga aku hebat!" sorak Javas kegirangan.
"Iya, kamu hebat ya, Javas. Kamu sudah mirip seperti superhero kesukaanmu. Maka dari itu, kalau kamu melihat anak-anak sedih lagi, buat mereka senyum ya? Jangan biarkan mereka sedih di depanmu," kata Ayah seraya tersenyum dan mengelus kepala javas dengan lembut.
Tiba-tiba terdengar suara gelas yang pecah, membuyarkan mimpi Javas tentang masa lalunya yang bahagia bersama ayah dan keluarganya.
Javas tersadar dirinya tengah di dalam balutan pakaian serba hitam yang kelam. Pakaian yang ia gunakan untuk melayat makam almarhum ayahnya.
Ya, ayah Javas telah meninggal dunia pagi ini.
Dan sekarang yang Javas dengar hanyalah tangisan keluarganya serta keributan orang tua almarhum ayahnya dari luar.
"Ya Tuhaaaan, kenapa dia harus meninggal dalam keadaan ninggalin hutang sebanyak ini? Mau bayar pakai apa kita?"
"Nak ... Kenapa kamu pergi begitu cepat? Terus gimana kami meneruskan hidup tanpa bantuan uang dari kamu? Kenapa kamu harus tinggalin kami sekarang? Hiks..."
Namun keadaan yang mencekam dan suram ini tidak berlangsung lama. Seketika suasana menjadi agak tentram setelah seorang pria paruh baya dengan jas hitam formal datang. Sekretaris ayahnya di kantor.
"Turut berduka cita atas meninggalnya Bapak. Ibu yang tabah, ya? Beliau benar-benar orang baik," ucap pria paruh baya itu pada ibunya Javas. Walau berusaha menenangkan ibu, namun matanya sendiri bengkak karena menangis.
Sekretaris ayah lalu gantian menenangkan Javas dan adik laki-lakinya, Revan. Kemudian mereka diajak ke restoran untuk berbincang sambil makan daging agar suasananya sedikit lebih baik.
"Saya akan bantu kalian melunasi hutang," ujar sekretaris ayah setelah ibu Javas bercerita tentang keadaan mereka saat ini.
"Apa? Tapi itu merepotkan Paman. Tidak usah, deh. Saya tidak mau," tolak Ibunya.
"Saya hutang budi pada ayah kalian. Beliau sudah sangat baik pada saya," ucapnya sambil tersenyum namun suaranya gemetar, terlihat sekali menahan tangis. "Jadi tolong jangan tolak bantuan saya."
Dia sangat baik. Persis seperti ayah. Javas sempat melihat sosok ayah di matanya. Seolah-olah, ayahnya masih di sini.
***
Setelah pulang dari restoran, Javas ganti baju lalu rebahan di kasurnya dengan lunglai. Bayang-bayang tentang mimpinya bersama Ayah dan Ibunya terus berputar di benaknya.
"Gua ngerasa kalo mimpi yang tadi siang gua rasain tadi itu cuma mimpi. Padahal faktanya, itu betulan pernah terjadi. Gua pernah sebahagia itu," batin Javas. Matanya melirik bingkai foto yang terpajang di kamarnya.
Foto Papa, Mama dan Javas yang sedang memakai baju superheronya, berfoto di taman ria kala itu.
"Kalau gua mimpi itu lagi, gua harap gua enggak akan pernah bangun lagi. Gua pengen tinggal di saat itu untuk selamanya," batin Javas lagi.
—To Be Continued—
Terima kasih sudah membaca dan mendukung aku, semoga kalian suka ceritanya! Ditunggu kelanjutan kisah Javas & Janna di next episode yaa <3
See you on the next part 🖤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro