Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30 - Semester Baru

Bel istirahat berbunyi nyaring, para siswa berbondong-bondong ke luar kelas. Ada yang nongkrong di depan kelas, ke toilet, ke perpustakaan, dan sebagian besarnya pergi ke kantin untuk mengisi perut, terlebih hari ini mereka ke sana karena ada gosip baru.

Ziva yang baru keluar dari toilet menatap hal ini heran, ada apa dengan siswa-siswi SMA ALDERRA? Kenapa semakin hari kelakuannya semakin aneh saja?

Di perjalanan menuju kantin, gadis itu bertemu dengan sepupunya, Rilla. Setelah saling sapa sebentar, mereka memutuskan untuk berjalan bersama.

"Ini ada apa, sih? Kok rame banget." Ziva bertanya sebal, pasalnya, sedari tadi banyak sekali gadis yang lewat sambil berlari menuju kantin. Beberapa dari mereka bahkan menabrak bahunya tidak sengaja. Kalau ketabrak sekali sih tidak masalah, tapi kalau berkali-kali seperti ini bisa-bisa tubuhnya sakit semua.

Rilla mengedikkan bahu tidak tahu, gadis itu juga sama sebalnya dengan Ziva. Gara-gara berjalan dengan santai mereka malah jadi korban kebar-baran siswa-siswi SMA ALDERRA.

Ketika sampai di pintu kantin, mereka disuguhkan dengan pemandangan yang menakjubkan. Kenapa penuh sekali? Biasanya kantin memang ramai, tapi tidak sampai penuh sesak seperti sekarang. Lewat untuk memesan makanan saja susah, apalagi mencari tempat kosong.

Kadung penasaran, Ziva mencolek salah satu gadis yang sedang berdesak-desakkan untuk bertanya. "Hei, ini ada apa, sih? Kok rame banget? Ada yang lagi ngasih traktiran?" tanyanya antusias.

Gadis yang dicolek mengernyit sebentar, lalu menggeleng. "Bukan, itu ada anak baru di kelas X IPA 3. Katanya dia ramah banget, murah senyum, ganteng pula."

Ganteng?

"Lebih ganteng siapa, ya, kalo dibandingin sama cowok kesayangan gue?" Ziva bertanya penasaran. Menurutnya tidak ada satu pun yang bisa menandingi kegantengan Nusa di sekolah ini.

Cewek tadi kembali mengernyit, lalu membalas sebal, "Siapa cowok yang lo maksud? Udah ah, lihat saja sendiri sana!" Sedang asik cuci mata malah diganggu. Padahal dirinya sendiri sedang kepo, kegantengan anak baru itu terhalangi oleh punggung-punggung yang berdesakkan. Ia meringis, kenapa Tuhan harus memberinya tubuh pendek? Ia jadi kesulitan melihat di saat genting seperti sekarang.

Ziva dan Rilla saling berpandangan, lantas mengedik tidak peduli. Mereka segera pergi ke arah di mana makanan berada. Lebih baik mengisi perut daripada mengelilingi anak baru tidak penting seperti itu.

"Mereka lebay deh, kampungan banget. Kayak baru pertama kali lihat anak baru aja," komentar Rilla pedas seperti biasa.

Ziva mengangguk setuju.

Ketika mereka sedang mengantri, keributan besar tadi segera bubar karena para pengurus OSIS turun tangan. Sampai lima menit kemudian suasana kantin berubah menjadi lebih kondusif. Ziva dan Rilla sekarang bisa melihat rupa si anak baru.

Cowok itu duduk di meja yang cukup besar, bersama dengan banyak cowok dan cewek. Dia sedang tertawa kecil, sepertinya menanggapi candaan teman-teman barunya.

"Oh, itu anak barunya." Ziva berujar tidak peduli. "Biasa aja, ah. Cinta gue bakal tetep setia buat Kakak Ganteng."

Rilla juga melirik ke arah anak baru itu sekilas, dalam hati berujar, kayaknya masih lebih baik Reda, deh.

Anak baru yang mereka bicarakan adalah Ardi Nugraha. Setelah memutuskan untuk pindah, ia juga memutuskan akan mengubah kepribadiannya. Atau mungkin lebih tepat dikatakan kembali ke kepribadiannya sebelum Via datang.

Cowok itu cukup menikmati tempat barunya. Teman-teman sekelas yang ramah, anggota keluarga lengkap, dan rumah yang tenang. Ardi benar-benar membuka lembaran baru dalam hidup.

Namun, terkadang pikirannya masih mengelana pada seorang gadis yang telah mencuri hati. Seperti sekarang, walau sedang tertawa bersama teman-teman baru, otaknya sibuk bertanya-tanya apa yang sedang Reira lakukan.

Makan di kantin? Bercanda bersama Zidan dan Nazril? Atau membuat keributan seperti biasa?

Tidak terbayang sedikit pun dalam benak Ardi bahwa Reira akan sedih atau galau karena kepergiannya, karena ia tahu, gadis itu benar-benar kuat.

Bagi Ardi, Reira adalah mataharinya. Tempat ia menjatuhkan hati untuk pertama kalinya. Kisah manis yang mungkin akan selalu ia kenang. Tidak akan pernah hilang dari ingatan.

Senyuman menyilaukannya, tingkah memalukannya, kesialannya, semua terpatri dalam otak Ardi dengan sempurna. Ia memang ingin menjadikan Reira kekasih, tetapi rasanya sekarang bukan waktu yang tepat.

Ardi ingin memperbaiki diri terlebih dahulu. Ia tidak ingin datang dalam keadaan kelam seperti sebelumnya, karena ia ingin menjadi sandaran untuk Reira, bukan sebaliknya.

Waktu mungkin bisa mengubah rasa, Ardi tidak tahu apakah mereka akan berjodoh untuk bertemu lagi atau tidak, ia juga tidak tahu jika sudah bertemu perasaan mereka masih sama atau tidak, ia hanya akan menyerahkan semuanya pada sang takdir.

Jika Reira berpindah hati, itu pilihannya, karena saat mereka berpisah, ia tidak bisa menjanjikan apa-apa. Ardi tidak tahu dan tidak yakin, bagaimana jika dirinya yang berpindah hati dengan begitu mudah? Ia tidak ingin menjerat Reira dalam tali kerumitan masa lalu.

Biarkan gadis itu bebas dan memilih jalan hidupnya sendiri. Ardi sekarang hanya akan menikmati hidup dan mempersiapkan diri untuk masa depan.

***

Tidak seperti biasa, istirahat kali ini Reira memilih untuk menghabiskan waktu sendiri. Ia duduk memeluk lutut sendirian di taman belakang sekolah. Bukan karena galau atau apa pun, ia hanya ingin mengenang sebentar kebersamaannya bersama Ardi.

Mengingat cowok itu, sontak seulas senyum tipis terbit. Ah, ia merindukannya. Berpisah dengan pujaan hati tentu tidak mudah, setelah mengetahui malaikatnya akan pindah, ia sempat mengurung diri di kamar selama tiga hari.

Di hari keempat Reira menyerah karena merasa bosan berdiam diri terus. Ia memutuskan untuk menceritakan kegalauannya pada sang mama, tapi wanita paruh baya itu malah tertawa keras. Katanya kisah cinta Reira benar-benar lucu.

Setelah tertawa kurang lebih dua menit yang membuat Reira kesal, nyonya besar akhirnya memberikan pencerahan.

"Enggak apa-apa, Re. Jangan sedih, enggak semua orang bisa jadian sama cinta pertamanya. Nikmati aja prosesnya, kapan lagi kan kamu bisa dengan enggak tahu malu ngejar-ngejar cowok buat nyatain cinta, mana adik kelas pula. Mama enggak nyangka selera kamu ternyata sama yang umurnya lebih muda," ledeknya sambil lanjut tertawa lagi.

Akhirnya seharian itu Reira mendiamkan sang mama karena sebal.

Reira menghargai keputusan Ardi untuk lebih memilih tinggal bersama ayahnya. Lagipula, jika disuruh memilih, ia sendiri juga sepertinya akan lebih memilih keluarga. Cinta mungkin memang berharga, tapi jika dibandingkan dengan keluarga, cinta masih tetap akan kalah. Apalagi mereka masih muda, jalan ke depan masih panjang, masih ada waktu untuk memulai semuanya kembali secara perlahan.

Reira mungkin terlihat kekanakan, tapi jika dibutuhkan ia juga bisa bersikap dewasa. Lagipula kegalauannya waktu itu bukan karena kepindahan Ardi, tetapi karena ia lupa untuk menyatakan perasaan. Padahal pertemuan terakhir mereka bisa menjadi waktu yang sangat pas, tapi ia malah terbawa arus, antusias pada Ardi yang menceritakan rencana masa depannya.

Cowok itu ingin menjadi seorang guru, katanya ia juga akan berusaha untuk menjadi lebih terbuka dan mempunyai banyak teman. Reira sangat senang mendengarnya dan mendukung Ardi sepenuh hati. Tapi hatinya sedikit kecewa karena tidak bisa melihat perubahan itu.

Ia terlalu terbawa suasana, hingga lupa mengungkapkan kata cinta. Hal yang membuat Zidan dan Nazril mengolok-oloknya dua minggu penuh selama liburan. Bahkan ketika Reira sedang asyik menikmati indahnya pantai, kedua cowok itu datang mengganggunya. Kampret memang.

Tetapi Reira tahu maksud mereka sebenarnya, kedua sahabatnya itu takut ia akan berubah menjadi menutup diri, depresi, dan akhirnya mati bunuh diri. Sungguh kekhawatiran yang tidak perlu, pikiran Reira tidak sedangkal itu. Ia memang patah hati, tapi perpisahannya dengan Ardi bahkan dengan cara baik-baik. Untuk apa bunuh diri? Reira masih ingin menikmati hidup, nongkrong di kafe saat kuliah, menggosip saat bekerja, menikah dengan orang yang ia cinta, dan memiliki banyak tuyul-tuyul imut.

Hal kedua yang membuat Reira patah hati adalah ia juga lupa meminta nomor ponsel cowok itu. Bodoh sekali. Di zaman modern seperti ini seharusnya mereka masih bisa saling berkomunikasi walau berjauhan, tetapi berkat keteledorannya sendiri ia kehilangan kesempatan.

Sekarang Reira hanya bisa menunggu. Mengikuti arus waktu. Entah ia bisa bertemu lagi dengan Ardi atau tidak, entah kisah cintanya akan berlanjut lagi atau tidak, ia hanya berharap cowok itu baik-baik saja dan hidup bahagia.

Ardi adalah malaikat yang membuatnya jatuh hati untuk pertama kali, dan juga orang pertama yang membawanya pada rasa patah hati karena tak bisa memiliki. Ini bukan kisah cinta pertama yang romantis, tapi Reira cukup senang.

Meskipun cinta pertamanya gagal, bukan berarti cinta kedua, ketiga, dan yang selanjutnya akan gagal juga. Ia hanya perlu percaya suatu hari akan bertemu dengan keberhasilan dan terus mencoba.

Ardi, terima kasih telah hadir dalam hidupku. Kamu adalah cinta pertama dan akan selalu seperti itu. Entah kita ditakdirkan bersama atau tidak, aku akan menyerahkan semuanya pada takdir. Sekarang biarkan aku menutup kisah kita dan membuka lembaran baru sepertimu. Aku akan terus berusaha untuk bahagia dan mulai serius mengejar cita-cita. Semoga jika kita bertemu lagi, kita bisa duduk bersama dan menceritakan betapa indahnya proses pendewasaan.

Reira tertawa kecil, ah, cinta bisa membuatnya benar-benar puitis. Apa tadi ia sudah terdengar seperti seorang penyair? Jika Zidan dan Nazril ada di sini, mereka berdua pasti sudah berdecak tidak percaya. Gadis itu bangkit saat cacing-cacing di perut mulai berdemo. Ia menepuk-nepuk belakang rok yang kotor sebentar.

Sekarang semangatnya sudah terisi penuh kembali, ia mengepalkan tangan, lalu berteriak pada angin, "Ardi, saat kita bertemu lagi nanti, jangan kaget kalau gue udah jadi guru olahraga, ya!"

Reira tersenyum lebar, lalu berjalan menuju arah di mana kantin berada. Ia sudah memutuskan akan menjadi seorang guru olahraga, bukan karena Ardi ingin menjadi guru matematika, tetapi karena Reira sendiri suka pelajaran olahraga. Ia tidak bisa menjadi atlet, jadi setidaknya ia akan melakukan sesuatu yang ia senangi di masa depan. Wali kelasnya pasti senang saat mendengar cita-cita Reira, ia jadi tidak sabar untuk memberitahunya.

Tapi sebelum itu, ada masalah besar di depan mata. UTS, TRY OUT, UASBN, UNBK, UTBK, ulangan praktik, tes SBMPTN, dan banyak hal lain yang membutuhkan otak Reira untuk bekerja keras. Ah, memikirkannya saja kepalanya langsung pening.

Kenapa di dunia ini harus ada yang namanya ujian, Tuhan?

TAMAT.

.

.

.

Uwaaaaa, akhirnya ada kata tamat di ceritaku! Terharu!!!🥺🥺🥺🥺🥺

Bagaimana endingnya? Menurutku ini fair ending, happy ending. Ardi sama Reira sama-sama bahagia.

Entah di masa depan mereka akan berjodoh atau tidak. Bisa jadi kan Reira malah jodohnya sama Zidan atau Nazril, atau bisa juga sama Weka dari lapak sebelah. Wkwk.

Ardi juga bisa aja kan ngulang kisah lama sama Silvia :v

Masa depan siapa yang tahu, hehe.

Oh iya, di ending ini ada Ziva dari Drama Queen Life karyanya naviegirl. Reira, Zidan, sama Nazril juga ada di sana loh, di bab 29 dan ending. Jangan lupa mampir, ya!

Terus ada juga Rilla dari IPS Naik Takhta karya saturasisenja. Di sana ada Weka, anak favorit aku! Jangan lupa mampir juga!

Untuk kata terima kasihnya aku bakal ucapkan di postingan selanjutnya aja, ya. Kayaknya bakal panjang soalnya.

Oh, dan jangan lupa mampir juga ke karya jodoh aku, Zeanisa_. Judulnya Another You, nyeritain Nala yang kembali ke 2015 untuk menyelesaikan sebuah misi.

Udah, ah, segitu aja. Pokoknya terima kasih untuk yang udah baca kisah Reira sampai akhir. Kalian luar biasa! lope lope di udara.

Terakhir, aku tutup kisah Reira dengan ucapan hamdalah. Alhamdulillah.

Sampai jumpa di ceritaku yang selanjutnya, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro