24 - Masa Lalu
Ardi keluar dari apotek sambil membawa satu keresek obat, ibunya sudah dibawa pulang dari rumah sakit, dia habis membeli obat untuk persediaan. Cowok itu menatap matahari yang selalu semangat membagikan cahayanya setiap hari, walau terkadang saking semangatnya bisa membuat orang-orang ingin menjauh. Seperti sekarang, Ardi enggan keluar dari ruangan ber-AC untuk kembali ke rumah. Hari ini benar-benar panas!
Berbicara tentang matahari, ingatan Ardi terbang pada kakak kelasnya. Gadis itu juga seperti matahari. Penuh semangat dan selalu ceria, tetapi terkadang semangatnya membuat orang-orang ingin menjauh, terutama jika sudah berhubungan dengan olahraga dan berteriak.
Hari ini hari pertama pekan olahraga, Ardi sebenarnya ingin datang ke sekolah. Tetapi ia lebih memilih untuk menemani ibunya saja di rumah. Ia juga masih belum ingin bertemu dengan Reira, hatinya ... masih terasa sakit. Ia juga tidak mengerti kenapa bisa merasa tidak nyaman seperti ini. Padahal ia dan Reira baru kenal beberapa minggu saja.
"Ah, Ardi Nugraha? Mantan gue yang paling ganteng se-SMP Nusa 2?"
Ardi mematung sekejap kala mendengar suara yang familiar. Ia menoleh ke arah kanan, di sana berdiri seorang gadis manis dengan rambut dikuncir dua. Dia ... masa lalu yang tidak ingin cowok itu temui lagi seumur hidup.
Dia memalingkan muka. Gadis ini adalah penghancur kehidupan SMP-nya. Mulanya dia mendekati Ardi sebagai teman, lalu sahabat, dan berakhir sebagai pacar. Gadis itu sudah menoreh luka terlalu dalam. Terutama ketika seluruh kepercayaan satu sekolah hilang padanya.
Namanya Silvia. Gadis manis yang juga anggota ekskul olimpiade. Dia juga pandai di matematika dan juara 1 tingkat provinsi. Tetapi tidak banyak yang tahu, gadis itu sangat kompetitif dan akan menghilangkan saingannya dengan cara apa pun.
Dia mendekati Ardi untuk menghancurkannya. Memusnahkan saingan terberatnya, karena nyatanya Ardi jauh lebih pintar, tetapi dengan kelicikannya Via bisa terus berada di posisi puncak.
Ardi adalah korban kebusukannya yang paling parah. Dulu cowok itu tidak pernah berpikiran negatif separah sekarang, ia ramah dan mudah bergaul. Saat berita hubungannya dengan Via diketahui, banyak orang mendukung mereka. Juara 1 dan juara 2 matematika, tampan dan manis, ramah dan ceria, mereka benar-benar serasi di mata orang. Bahkan guru-guru pun mendukung hubungan mereka karena tahu kegiatan kencan mereka diisi dengan membahas soal.
Tetapi kehidupan indah Ardi hancur ketika nilai PR-nya dan Via sama. Jawabannya pun sama persis. Ketika dipanggil oleh guru yang bersangkutan, Ardi hanya mampu diam karena tidak tahu apa-apa. Tetapi Via menangis keras dan mengatakan Ardi selalu mencontek padanya. Kebetulan mereka memang satu kelas.
Hal ini mungkin terlihat sepele, bagaimana mungkin hanya karena PR kehidupan SMP Ardi menjadi begitu buruk? Tetapi memang itu kenyataannya. Seluruh sekolah percaya pada Via, gadis itu berhasil memenangkan kepercayaan banyak orang. Terlebih aktingnya yang terlihat mulus dan sempurna untuk menjadi gadis ceria dan suka menolong orang. Benar-benar cocok menjadi artis sinetron.
Ardi yang tidak mengerti apa-apa dan hanya bisa diam menjadi bulan-bulanan. Banyak orang mengejek dan menghinanya sebagai penipu karena sudah memanfaatkan kepintaran gadis semanis Via. Ia dikucilkan dari lingkungan sosial sekolah, bahkan beberapa teman dekatnya ikut menjauh, lebih memilih untuk bersama Via. Ia berakhir sendirian.
Ada beberapa orang yang datang dan ingin menjadi temannya. Tetapi tidak ada yang benar-benar tulus. Kebanyakan hanya datang untuk mengambil keuntungan. Ada yang berpura-pura menjadi teman untuk mencontek PR, ada yang berpura-pura menjadi sahabat untuk selalu ditraktir, dan banyak jenis manusia jahat lainnya.
Kepolosan Ardi membuatnya menerima semua. Tetapi ketika ia tahu kenyataan sebenarnya, Ardi yang ramah berubah menjadi tertutup. Ia mulai tidak mempercayai orang lain dan dirinya sendiri.
Otaknya memberi sugesti waspada, jika ada orang mendekat, orang itu pasti hanya ingin memanfaatkannya. Ah, kecuali satu, mungkin. Reira. Gadis itu berhasil meruntuhkan dinding pertahanan Ardi, walau tidak seutuhnya.
Ardi hendak berbalik pergi ketika suara Via kembali terdengar. "Ah, lo mau kabur? Masih pecundang kayak sebelumnya ternyata." Suara gadis itu terdengar sangat sombong dan penuh penghinaan.
Padahal ia benar-benar tidak ingin berinteraksi dengan penghancur kehidupan SMP-nya. Tetapi jika direndahkan seperti ini, bagaimana ia bisa berdiam diri saja?
Ardi teringat Reira, jika gadis itu bertemu dengan orang yang tidak disukainya, apa yang akan ia katakan?
"Bukan pecundang, gue cuma enggak mau berurusan sama bakteri macam lo. Enggak penting dan hanya buang-buang waktu," ujarnya kejam. Mengutip kata-kata Reira ketika sedang bertengkar dengan Nazril.
Silvia terkejut, cowok ini berhasil keluar dari masa mengurung dirinya? Ah, boleh juga. Apa ia juga akan mengikuti lomba lagi di tingkat SMA? Tidak bisa dibiarkan, Ardi bisa jadi saingan terberatnya nanti. Masalahnya, Via tidak tahu di mana cowok itu bersekolah. Setelah banyak orang tidak percaya dan merisaknya saat SMP, cowok itu sangat tertutup. Bahkan guru BK tidak tahu ke mana dia akan melanjutkan sekolah.
"Heh, sudah bisa membalas rupanya." Via tersenyum sinis. "Apa lo punya teman baik di SMA? Dengan kepribadian suram lo itu gue rasa enggak akan ada yang sudi mendekat."
Ardi menatap gadis itu datar, dia benar-benar menyebalkan. Andai bisa, ia ingin memukul wajah yang penuh penghinaan itu. Kenapa dulu ia bisa percaya padanya? Kemampuannya untuk menilai orang lain benar-benar payah.
"Sayang sekali, gue punya banyak teman di SMA. Mereka semua orang baik, bukan tipe orang bermuka dua seperti seseorang dari masa lalu." Ardi membalas ucapan pedas Via tidak kalah pedas, lantas segera pergi dari sana. Lebih baik ia segera pulang dan mendinginkan kepala. Ternyata bertemu mantan bisa setidak menyenangkan ini.
Ponsel di sakunya bergetar panjang, menandakan ada telepon masuk. Setelah membaca nama kakaknya di sana, Ardi segera menggeser tombol hijau.
"Halo, Kak. Ada apa?"
"A-ardi," panggil kakaknya dengan nada sengau, suaranya terdengar seperti habis menangis. "Kamu d-di mana?"
Ardi punya firasat buruk, ia segera berlari menuju halte ketika melihat bus yang bisa membawanya pulang baru saja datang.
"Lagi di perjalanan pulang dari apotek, Kak." Untunglah ia berhasil masuk ke dalam bus di detik-detik terakhir. Ia celingukan, lalu berjalan ke kursi kosong di sebelah ibu hamil berbaju bunga-bunga.
"Baiklah, hati-hati di ja-jalan. Lang-sung pulang, ya. Ja-jangan mampir ke mana-mana."
"Baiklah." Sambungan telepon terputus, hati Ardi jadi semakin tidak tenang. Cowok itu menggenggam ponselnya kuat, menyalurkan kegelisahan. Ia ingin segera sampai di rumah.
tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro