Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16 - Matematika

UAS sudah di depan mata, Reira memutuskan untuk berhenti dulu dari misi PDKT-nya. Kalau nilainya jelek, bisa-bisa didepak dari KK oleh nyonya besar. Ia juga masih memegang teguh misi dari semester kemarin, mengalahkan peringkat Zidan.

Sekarang gadis itu sedang menatap nanar selembar kertas berisi banyak coretan. Hasil ulangan harian matematika yang baru saja dibagikan. Guru di depan sedang mengomel karena yang nilainya pas KKM hanya beberapa orang saja. Reira tentu saja tidak termasuk.

"Lo dapat berapa, Re?" Zidan mendekatkan kepala sambil berbisik, tangannya memegang kertas yang sama, tampak bangga akan hasil yang didapat. Ia tersenyum lebar, membuat tetangga sebelah mejanya mendapat firasat buruk.

Reira memalingkan muka, membalas, "Kepo!"

"Nilai lo pasti kecil, iya, kan? Udah keliatan dari aura suram di sekeliling lo itu. Ayolah kasih tahu gue berapa, lo pasti yang terkecil di kelas, kan?" Lelaki itu mencoba merebut kertas dari tangan Reira.

Reira mendengus jengah, menjauhkan kertas hasil ulangan dari jangkauan Zidan. "Zi, jangan resek, deh!" bisik Reira masih mencoba menghindar.

"Itu yang di belakang." Suara bu guru di depan membuat Reira dan Zidan mematung seketika. "Sedang apa kalian?"

Kedua anak itu segera kembali ke posisi masing-masing sambil memasang senyum lebar. Reira pura-pura sibuk membenarkan soal-soal yang salah dan Zidan segera menatap fokus ke depan.

"Kalian ini, ya." Omelan pun dimulai kembali. "Pantas saja nilai pada jelek, ternyata pas ibu menerangkan tidak ada yang mendengarkan."

Ketika bu guru mulai sibuk dengan omelannya, Reira dan Zidan kembali saling adu tatapan, siapa yang pelototannya paling tajam.

"Gara-gara lo, sih!" Reira mendengus jengkel.

"Siapa suruh main rahasia-rahasiaan!" Zidan membalas tak kalah sebal.

"Dasar resek! Mau tahu aja urusan orang!"

Mereka tanpa sadar mulai adu bacot. Sama-sama batu membuat tidak ada satu pun yang mau mengalah.

"Zidan! Reira! Kalian ini, ya, dikasih hati malah minta jantung. Ibu ngasih nasihat enggak didengarkan! Lari keliling lapangan lima kali!"

Gadis yang namanya dipanggil meringis. "Sekarang, Bu?"

"Tahun depan! Ya, sekarang lah! Sana lari!"

Reira dan Zidan segera bangkit, lalu adu senggol. Saling menyalahkan. Untunglah tidak ada parang, kalau ada, mereka mungkin sudah adu bacok.

"Reira! Zidan!"

Mereka berhenti di ambang pintu, berbalik menatap Bu Guru yang menatap tajam. "Cepat!"

"Baik, Bu!" Mereka pun segera tancap gas keluar kelas.

***

Gadis berkuncir satu celingak-celinguk, mencari seseorang yang biasanya mojok di kelas saat istirahat. Ahli matematika di kelas XII IPS 2. Reira ingin meminta diajari, nilai 48 tentu bukan hasil yang diharapkan. Keinginannya untuk mengalahkan Zidan bisa-bisa kandas di tengah jalan.

Ia mengelilingi kelas, melongok ke setiap kolong meja dan kursi, siapa tahu gadis itu bersembunyi di sana. Ia merinding ngeri saat mendengar suara cekikikan dari belakang kelas.

Apa di kelas ini ada hantu?
Tapi, masa hantu keluarnya siang?

Reira bukan orang yang percaya dan takut hantu, hanya saja siapa yang tidak kaget jika mendengar cekikikan di kelas kosong? Perlahan, kaki berbalut sepatu converse melangkah menuju bagian belakang kelas.

"Weh buset, lo lagi ngapain di sana, Yiyi?" Matanya membola tak kala melihat seorang gadis sedang memeluk kaki meja, tak lupa mulutnya juga menggigit keras kayu itu.

Ayyinda atau yang akrab disapa Yiyi itu segera menghentikan aksi gigit meja gemasnya, lantas menatap Reira nyalang. "Lo ganggu aja, deh! Gue lagi gemas banget sama cerita yang gue baca! Tadi tuh, ya, gue seneng banget karena nemu tokoh lucu di ceritanya NadheaAzzahroPutri, Tatarimokke! Apalagi Kyeo sama Rin udah ketemu, seneng banget! Tapi pas baca ceritanya bluebellsberry, gue jadi pengen gigit meja karena ada cewek gak tahu diri bernama Isabella, dia ingin merebut gelar ratu dari Ellen kesayangan gue! Gue kesal! Kesal! Kesal!"

Reira tersenyum paksa, lantas segera berbalik dan menjauh dari kelas. Lupakan belajar dengan Yiyi, mentalnya tidak akan kuat. Ia lupa, Yiyi memang gadis aneh. Dia jarang berkumpul dengan siswa lain, kelakuannya hanya menunduk menatap ponsel, tapi nilai selalu bagus. Tidak banyak yang kenal, tapi selalu masuk tiga besar di kelas. Sungguh misteri.

Sebaiknya Reira meminta bantuan Laila saja, walau harus merelakan uang untuk menimbun es krim di kulkas beralih menjadi sogokan mie instan. Ia rela, demi nilai matematika! Tidak perlu mendapat nilai sempurna, asal bisa pas KKM saja ia sudah senang!

Ingatlah, tidak ada yang sempurna di dunia ini, jadi berhentilah berharap mendapat nilai sempurna. Karena nilai sempurna itu hoax dalam hidup Reira.

Gadis itu kembali membuka lembar jawaban yang terlipat rapi di saku rok, mulutnya maju lima senti saat melihat angka merah di sana. Ingatannya terbang pada tetangga meja yang tadi dihukum bersama. Cowok itu dapat kursi, sama sepertinya. Tapi angka di belakangnya lebih besar Reira, beda tiga.

Nah, bukankah seharusnya peringkat Reira lebih tinggi dari Zidan? Kenapa malah lima tingkat di bawahnya? Tidak masuk akal! Apakah ini adalah konspirasi alam semesta?

Reira segera berlari saat sudah dekat dengan kelas sahabatnya, lantas berteriak, "LAILA!"

"Berisik!" ujar seseorang yang kebetulan akan keluar kelas, Ferdi, cowok paling irit suara di seantero sekolah. Cowok sok cool kalau dari sudut pandang Reira.

Gadis itu cengengesan. "Ada Laila?"

Lelaki itu menengok kembali ke dalam kelas, lantas menggeleng.

Tidak percaya, Reira mendorong Ferdi ke samping, membuatnya meringis dan melotot galak. Setelah memindai seluruh kelas, ia tidak menemukan batang hidung sang sahabat.

Ah, dia pasti di kantin. Tanpa mengucapkan salam perpisahan pada Ferdi, ia segera berlari menuju anak tangga di samping kanan kelas.

Saat sampai di koridor lantai dua, langkahnya terhenti, jam tangan kuning ngejreng-nya menunjukkan lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Cari sekarang atau nanti datangi saja rumahnya?

Reira bimbang.

Ah, lebih baik sekarang saja, nanti ia lupa dan malah khilaf menghabiskan uang memborong es krim di mini market. Kalau tidak disogok gadis itu mana mau membantu.

Mengejar waktu, Reira memutuskan untuk berlari. Ia memacu langkah tanpa menyadari ada orang lain yang juga sedang berlari. Tubrukan keras pun terjadi. Reira terbang dengan bokong menyentuh lantai terlebih dahulu.

Kertas hasil ulangannya terbang terbawa angin dan mendarat tepat di depan kaki seorang Ardi Nugraha.

Mata Reira membola, aibnya!

"JANGAN DIAMBIL!"

Hatinya berdoa semoga kertas itu dalam posisi terbalik, sehingga nilai kursinya tidak terlihat oleh Ardi. Tengsin dong ketahuan nilai ulangan jelek sama gebetan. Bisa mati karena malu dia.

tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro