Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

06 - Teguran Jared

Jared setahun lebih tua dari Naira. Sejak kecil dia selalu dipercaya untuk bisa melindungi adik-adiknya, termasuk kepada Naira yang sering ada di sekitarnya.

Naira adalah anak tunggal. Dia akan ikut berbaur dan bermain dengan anak-anak keluarga Ersa ketika para orang tua berkumpul. Hingga Jared dan adik-adiknya sudah seperti saudara sendiri bagi Naira.

Falila dan Kabiru menolak mengekori jejak-jejak kehidupan Jared. Bahkan untuk perkara pilihan sekolah sekali pun. Kecuali saat di sekolah dasar, setelah itu ketiganya memutuskan untuk bersekolah di tempat yang berbeda dengan lingkungan pergaulan yang juga tidak serupa.

Berbeda dengan Naira. Dia malah manut saja ketika diminta orang tuanya untuk mengiringi Jared di mana pun cowok itu menempuh pendidikan. Dengan begitu, secara tidak langsung Jared dapat diminta menjaga Naira meski tidak dalam jarak terlalu dekat. Seperti seorang kakak kepada adiknya. Tidak lebih. Karena memang begitulah ikatan yang terjalin di antara mereka sejak kecil.

Saat berada di sekolah, interaksi mereka biasa saja. Malah jarang sekali saling bertegur sapa. Namun, Jared selalu memastikan kalau Naira berada dalam radar penjagaannya.

Naira tidak pernah bermasalah dengan perihal diawasi dan dijaga. Dia sudah terbiasa diperlakukan spesial sejak dia kecil, dilindungi. Peran Jared sebagai sosok kakak lelaki yang menjaganya, dianggapnya seperti sebuah keharusan.

Sekarang Naira berkuliah di universitas yang sama dengan Jared, meski berbeda fakultas. Naira kuliah di Fakultas Hukum, sedangkan Jared di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Saat mulai kuliah itulah Naira bertemu dan berkenalan dengan Revin. Cowok itu yang lebih dulu berusaha mendekati Naira, ketika Jared pertama kali mempertemukan mereka.

Revin adalah teman akrab Jared sejak awal kuliah. Keduanya menjadi dekat sejak berkenalan pertama kali di penerimaan mahasiswa baru. Mereka juga satu jurusan dan memiliki beberapa minat yang serupa, hingga semakin mudah mengakrabkan diri.

Sejauh yang bisa dikenali Jared dari diri Revin, cowok itu adalah sosok yang tidak begitu suka berinteraksi dan berurusan dengan banyak perempuan, padahal dia termasuk mahasiswa paling diminati para gadis karena fisik dan prestasinya. Itulah yang membuat Jared tidak keberatan ketika Revin berusaha mendekati Naira. Dia percaya temannya itu tidak sekadar iseng saja saat mengaku menyukai Naira.

Revin juga mampu menghadapi sikap angkuh Naira selama proses pendekatan. Bahkan cowok itu berkali-kali diabaikan, sebelum akhirnya berhasil menarik perhatian Naira. Selama proses pendekatan yang lumayan lama, tidak sekali pun Revin menyerah atas Naira atau berpaling pada gadis lain. Hal itulah yang membuat Jared semakin yakin kalau Revin memang serius kepada Naira.

Terbukti ketika akhirnya mereka jadian, Revin memang tidak pernah peduli pada gadis lain, selain Naira. Dia menjadikan Naira satu-satunya gadis spesial dalam kesehariannya. Hanya saja ada satu kekurangan mencolok dari Revin, yaitu sikap cueknya yang memang luar biasa parah. Sangat tidak perhatian.

Sejak awal, Revin memang menunjukkan dengan gamblang kalau dia bukan sosok yang dapat dikendalikan atau suka mengendalikan orang lain. Dia cowok dengan gaya hidup cuek dan bebas. Menolak dikontrol. Tidak dapat dikekang. Tidak juga ingin mengontrol atau mengekang orang lain. Santai dan minim kepekaan. Semua hal itulah yang sempat membuatnya harus berjuang lama hanya untuk mendapatkan perhatian Naira.

Naira awalnya memang biasa saja terhadap Revin, meski dia tahu banyak gadis menginginkan cowok itu. Apalagi ketika dia mendapati sikap santai Revin ketika mendekatinya. Cowok itu bahkan tidak pernah mau repot membelikan bunga atau cokelat selama masa pendekatan mereka. Kalau bertemu, kadang langsung mengucapkan isi hati tanpa ada rayuan atau kata pengantar.

Namun, pesona Revin memang bukan main-main, bahkan untuk Naira yang pemilih sekalipun. Wajah tampan Revin, segala prestasinya, senda guraunya, juga tatapan memuja yang diperlihatkan Revin hanya untuk Naira, membuat gadis itu akhirnya luluh juga, lalu berakhir menerima pernyataan cinta kesekian dari Revin, lalu mereka mulai berpacaran.

Awal jadian, masih bisa aman dan dapat dikontrol. Namun, beberapa bulan setelahnya, sikap kurang perhatian Revin malah terus menjadi. Padahal dia sudah tahu kalau si tuan putri Naira yang dipacarinya, selalu menginginkan prioritas dari orang di sekitarnya. Bahkan Revin perlahan malah memposisikan Naira agar memahami dirinya yang harus mengurusi dan melakukan banyak hal.

Dibanding mengapeli Naira pada Sabtu malam, Revin malah lebih memilih mengawasi bisnis distronya.

Dibanding menemani Naira makan malam di luar, dia lebih sering nongkrong bersama teman-temannya untuk nobar pertandingan bola atau bermain PS.

Dibanding mengajak Naira jalan-jalan, Revin malah lebih memilih tidur hampir seharian di hari liburnya. Atau bahkan pergi ke luar kota bersama teman-temannya. Berpetualang tanpa mau melibatkan Naira.

Revin mendatangi atau menghubungi Naira ketika sedang merasa kangen saja atau sedang tidak sibuk dengan bisnis dan teman-temannya. Saat awal pacaran, rasa kangennya memang masih menggebu. Namun, seiring waktu berjalan, rasa kangen tersebut sepertinya mampu tergerus oleh berbagai macam aktivitas. Apalagi keduanya berbeda fakultas. Kesibukan perkuliahan yang berbeda dijadikan alasan logis bagi Revin untuk semakin menipiskan kepekaannya. Padahal memang dasarnya dia yang tidak perhatian.

Revin memang selalu berusaha mengalah menghadapi sikap angkuh Naira dengan alasan sayang dan cinta. Cenderung manut. Namun, hanya ketika berada di depan gadis itu.

Ketika sudah berjauhan atau sedang punya acara dengan teman-temannya, Revin selalu mampu menghindari Naira. Cukup mematikan ponsel atau menyuruh teman-temannya tutup mulut, maka Naira akan kehilangan jejak Revin selama cowok itu asyik bermain, berpetualang, atau sibuk dengan bisnisnya.

Meski buntutnya dia akan menerima kemarahan Naira, lalu berakhir kewalahan saat pacarnya merajuk, tapi Revin tidak pernah jera mengulanginya. Dia selalu merasa yakin bisa membujuk Naira.

Drama percintaan mereka sudah menjadi santapan umum di depan teman-teman Revin ataupun Naira. Ketika Revin berulah, maka siap-siap saja menyaksikan adegan pertengkaran yang membuat bosan penonton saking seringnya terjadi.

Hampir setahun lebih berpacaran, tidak ada banyak perubahan. Revin masih dengan sikap bebasnya, tanpa mengerti bagaimana cara menunjukkan perhatian yang baik. Sedangkan Naira dengan sikap suka menuntut untuk selalu diprioritaskan, tanpa benar-benar mau menerima kekurangan sikap Revin serta kesibukan cowok itu.

Namun, keduanya tetap bertahan menggunakan alasan saling sayang dan cinta. Alasan yang tak jarang membuat orang-orang di sekitar mereka muak mendengarnya.

Pikir Revin, selama perasaan mereka masih saling bersambut, maka semuanya akan aman-aman saja meski keduanya lebih sering bertengkar dulu sebelum bermesraan.

Masa depan yang diinginkannya bersama Naira akan tetap terwujud nantinya, sementara dia menikmati masa mudanya. Toh, dia tidak pernah mengkhianati Naira. Naira juga tidak pernah menunjukkan ketertarikan kepada cowok lain selain dirinya. Perasaan mereka masih sangat kuat. Itulah yang terus diyakini Revin, tanpa menyadari kalau situasi sudah mulai berubah.

Kenyataannya, Naira mulai merasa lelah. Cenderung muak. Mulai menolak untuk dipaksa memahami segala pola hidup bebas namun sibuk yang dijalani Revin. Cowok itu juga tetap tidak mampu menunjukkan perhatiannya dengan baik, padahal Naira sudah belajar bersabar sejak awal hubungan mereka.

Perasaan spesialnya untuk Revin perlahan mulai memudar. Tidak sekuat yang diperkirakannya di awal. Naira merasa sudah sampai pada batasnya. Dia tidak ingin kelelahan sendiri menjalani hubungan, karena Revin sendiri tampaknya tidak ambil pusing dengan hubungan mereka yang tidak seindah bayangan di awal.

Rencana pertunangannya dengan Jared seakan memberi pencerahan kepada Naira untuk menyerah atas diri Revin lebih cepat dari perkiraannya. Naira tidak keberatan, kalau memang harus menjadikan pertunangannya dengan Jared sebagai alasan untuk mengakhiri hubungannya bersama Revin.

Egois? Ya, memang begitulah dia.

Julukan yang paling sering disuarakan Jared untuknya, si egois.

***

"Iya, gue tahu."

Jared berdecak kesal mendengar sahutan malas Revin. "Jangan bisanya tahu-tahu aja. Ratusan kali lo udah ngomong begitu, tapi tetap aja dilakuin."

"Jarang-jarang gue denger lo ngomel begini, Red. Kayak cewek lagi PMS, aja. Kenapa, sih, lo? Pasti ada sesuatu, nih, sampai lo tiba-tiba bawel begini ngurusin si Naira sama Revin," celetuk Fandi yang duduk di samping Revin. Mereka sedang bersantai di dalam sebuah kelas, sembari menunggu jam perkuliahan berikutnya yang akan dimulai dalam dua puluh menit mendatang.

"Temen lo, nih, tolol!" desis Jared, melirik ke arah Revin yang masih asyik memakan kacang kulit sambil menaikkan kedua kakinya ke atas meja. "Ceweknya kalau lagi nyariin dia, buntutnya pasti ngeluh ke gue. Cowoknya malah enggak tahu-tahu. Asyik main sendiri."

"Kan, gue sering mainnya sama lo juga," ujar Revin, santai.

Lagi, Jared berdecak agak jengkel. "Lo enggak bisa belajar dari hubungan gue sama Indi, ya?" pancingnya, berharap Revin mau lebih memperbaiki sikap terhadap Naira.

Revin paham maksud pertanyaan Jared. Dia terkekeh. "Lo sama Indi putus-nyambung, karena emang elonya enggak serius sama, tuh, cewek. Enggak bisa di-compare ke hubungan gue sama Naira."

Jared tidak menyanggah tuduhan Revin, tapi dia tetap ingin memberi perbandingan. "Makanya lo belajar dari ketololan gue. Gue udah gampangin semuanya. Gue menolak berusaha lebih serius, ya, akhirnya gue emang selalu dilepehin duluan. Lo pengin kayak gue? Nih, gue ngomong begini karena Naira mulai mikir aneh-aneh sekarang," lanjut Jared, berhasil menarik perhatian Revin sepenuhnya. Cowok itu langsung berhenti memakan camilan kacangnya.

"Aneh gimana, maksudnya?" selidik Revin, menurunkan kakinya dari meja sambil menatap serius kepada Jared.

"Lo enggak nyadar, ya, sekarang dia enggak pernah lagi minta diantar-jemput sama lo?" tanya Jared, menaikkan alis.

"Karena memang ke mana-mana dia pakai sopir, kan?" balas Revin, mencoba mencari pembenaran dari gelagat Naira yang memang terkesan menghindarinya. Telepon saja tidak diangkat sejak kemarin siang.

Jared mendengkus. Semakin kesal dengan jawaban santai Revin. "Lo beneran serius enggak, sih, sama dia?" tanyanya, lebih tegas dibanding sebelumnya.

Revin mengerutkan kening melihat perubahan wajah Jared yang semakin serius. "Lo tahu gue enggak pernah mikirin cewek lain, selain Naira. Ngapain lo pake tanya begituan lagi?" tantang Revin, terganggu dengan sikap serius Jared yang tiba-tiba.

"Karena yang bisa gue lihat saat ini, lo kayak lagi mainin dia. Lo tahu kalau dia paling enggak bisa dicuekin, tapi dia tetap mau bertahan ngeladenin lo hampir selama ini. Sekarang dia mulai ngeluh ini-itu ke gue. Beberapa hari lalu dia malah marah-marah sampai mau nangis, gara-gara lo lupa untuk kesekian kalinya sama janji lo buat nemenin dia jalan. Gue enggak suka dia dibegituin, Rev," tegas Jared dengan nada tajam.

"Inget, dia gue kenalin di depan lo sebagai adik gue. Artinya, gue kakaknya! Itu kalau lo masih enggak paham maksud gue apa!"

Jared menatap lurus kepada Revin, mengabaikan Fandi yang sudah duduk tegak seakan berjaga kalau-kalau situasi berubah menjadi tidak bagus.

"Gue biarin lo sama dia, karena lo janji enggak bakal nyakitin dia. Tapi kalau udah dibikin mau nangis begini, bukan nyakitin namanya, ya?!"

Revin bungkam. Raut wajahnya serius mendengar sindiran Jared. Informasi bahwa Naira mengeluh bahkan hampir menangis di depan Jared karena kelakuannya, membuat Revin tidak nyaman.

"Lo bahkan enggak peduli dia enggak ngangkat telepon lo selama berhari-hari. Kalau lo emang udah males sama dia, udahin aja sekarang. Tapi kalau memang masih sayang, dijagain yang bener! Jangan sampai bikin dia mikirin cowok lain buat gantiin lo."

Selesai mengatakan itu, Jared mengalihkan tatapannya dari Revin. Bertepatan dengan kedatangan teman-temannya yang mendekat ke tempat duduk mereka untuk bergabung.

Fandi yang sejenak tadi ikut terdiam mendengarkan teguran Jared kepada Revin, menepuk pelan bahu Revin beberapa kali, sebelum ikut bergabung dalam obrolan bersama teman-temannya yang baru datang. Sedangkan Revin, masih memerlukan waktu sedikit lebih lama untuk menatap Jared yang sudah menanggalkan keseriusannya beberapa saat lalu. Cowok itu terlihat mulai asyik mengobrol santai.

Benar-benar tanpa bekas, kalau tadi cowok itu baru saja memberinya teguran dengan tatapan tajam. Itulah kelebihan Jared, pengendalian diri.

Setelahnya, tidak butuh waktu lama untuk Revin mengambil ponsel dan terus berusaha menghubungi Naira yang masih saja menolak mengangkat telepon darinya. Jangan tanyakan SMS, karena tidak ada satu pun pesan Revin yang dibalas oleh gadis itu sejak kemarin.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro