Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Saturdate with Rajendra

"Selamat malam, para Jomblo Bahagia." Rista membuka acara dengan kalimat yang menohok hati. "Jumpa lagi sama gue dan Davin dalam acara ...."

Davin dan Rista berujar, "Saturdate with Linus!"

"Selama satu bab ke depan, kami berdua bakal nemenin malam Minggu kalian yang suram, supaya lebih ceria." Rista sekilas melirik Davin yang tidak segera membacakan bagiannya. Dengan cepat gadis itu mengambil alih mikrofon siaran. "Oke, kali ini kita kedatangan bintang tamu yang nasibnya sebagai atlet POPDA provinsi, sedang berada di ujung tanduk. Siapa lagi kalau bukan Bang Jejen alias Jedunn. Eh, salah. Maksudnya Jendra." Rista menertawakan lawakan garingnya sendiri. "Enggak usah melotot gitu kali, Jen. Lagian, gue enggak takut juga."

"Perkenalan dulu, Jen." Davin segera mengambil alih, sebelum Rista melantur lebih jauh lagi.

Mendesah panjang, Jendra berucap, "Gue Rajendra Wardhana. Kelas XI MIA 1."

"Gitu doang?" tanya Rista tak puas dengan perkenalan Jendra yang begitu singkat.

"Masa gue harus sebutin alamat juga? Enggak sekalian aja lo nyuruh gue nyebutin nomor sepatu sama ukuran baju?"

"Temen lo kenapa sih, Vin? Nyolot banget." Rista menggoncang bahu Davin yang ada di sebelahnya. Sementara itu Davin hanya tersenyum kecut melihat reaksi Jendra.

"Kebiasaan lo, Jen. Kalau lagi bad mood, sekitar lo ikut kena imbas juga," ucap Davin sekasual mungkin agar tidak semakin menambah buruk keadaan. "Rista kan, cuma tanya. Enggak usah nyolot juga kali."

"Sorry, Ris," kata Jendra pelan. "Lo tahu sendiri kan, gue lagi pusing mikirin nasib gue di POPDA. Eh, malah dipakai buat bahan bercandaan. Yah, gue kesel lah."

Rista meringis, menyadari sebenarnya ia juga salah. Tanpa aba-aba, gadis itu berdiri dan keluar dari studio. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan membawa sebotol minuman dari lemari es di ruang persiapan.

"Nih, minum dulu," seloroh Rista seraya mengangsurkan botol minuman itu pada Jendra. "Gue juga minta maaf yah, Jen. Kebiasan bercanda sama Davin. Gue kira temen Davin sama-sama selengekan kayak dia. Soalnya gue beberapa kali ketemu Dion, dia agak sableng juga sih."

"Thanks, Ris. Gue cuma enggak bisa langsung akrab yang bisa bercanda gitu sama orang. Dan sayangnya kalian lagi enggak beruntung. Hari ini mood gue bener-bener buruk." Jendra mulai melunak dengan perlakuan Rista.

"Ya udah, lo pulang aja deh. Cuci muka, cuci kaki, terus bobok," tukas Rista dengan senyuman yang dipaksakan.

Jendra menggeleng pelan. "Enggak ah. Entar gue dimarahin Mamak Matcha kalau balik sebelum wawancara. Bisa-bisa nama gue enggak cuma dicoret dari POPDA, tapi juga dari cerita ini."

"Lo deh, Vin, yang tanya. Dia kan, temen lo." Rista memberi kode pada Davin dengan matanya. "Gue enggak enak mau tanya-tanya. Takut dia emosi lagi," bisiknya pada Davin, yang masih bisa dengan jelas ditangkap indra pendengaran Jendra.

"Gue juga ogah kali. Entar kalau dia marah, gue enggak dicontekin kan, sama aja menggali kuburan sendiri." Davin sendiri mengerling Jendra dengan takut-takut.

Alih-alih marah, Jendra malah mendengus geli melihat interaksi dua penyiar yang ada di depannya ini. "Kalian ini, gue enggak gigit kali. Tadi cuma yah ... sedikit jengkel aja. Tanya aja. Kalau bisa gue jawab, ya gue jawab."

"Janji, lo enggak bakalan marah ya?" tanya Rista yang dijawab Jendra dengan anggukan. "Oke, kenapa sih lo itu kayak punya dua kepribadian?" Rista buru-buru meneruskan ucapannya tatkala alis Jendra terangkat. "Maksud gue, di depan temen-temen cowok, lo baik, bisa bercanda. Tapi, sama cewek, kayak Nessa, Nirma, terus baru aja gue juga, lo jadi ketus."

Jendra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mendengar pertanyaan yang sering orang-orang tanyakan padanya. "Uhm ... sebenarnya enggak gitu juga sih. Untuk teman-teman cowok, gue udah lumayan kenal lama, jadi bisa bebas bercanda. Kayak sama pelatih gue juga, Kak Giri. Gue dekat sama dia karena waktu kecil, dia sempat jadi teman latihan gue. Tapi, terus gue berhenti lama karena suatu hal, baru lanjut lagi pas SMA."

"Kenapa berhenti?" tanya Davin tanpa bisa membendung kekepoannya.

"Entar juga tahu. Enggak seru kalau gue ceritain sekarang." Jendra menyeringai jahil ke arah Davin, lalu kembali mencurahkan atensinya pada Rista. "Gue lanjut lagi ya. Kalau ketus sama cewek, kayaknya enggak juga. Tergantung ceweknya juga sih. Yah, kebetulan aja Nessa sama Nirma masuk kategori cewek yang enggak gue suka. Kalau mereka baik, gue juga bakal baik sama mereka kok. Pertama ketemu Nirma aja, gue tawarin dia payung, gara-gara dia lihatin payung sekolahan yang gue pegang. Kurang baik apa coba? Malah dia bikin gue sengsara."

"Tadi sama gue, lo nyolot," ujar Rista tak terima.

"Gue kan, udah minta maaf. Lagian, kalau gue marah sama lo, entar ada yang nyegat gue di pertigaan, terus gue digebukin," kata Jendra seraya pura-pura melihat langit-langit studio dan bersiul kecil.

"Mana ada? Cuma orang bego yang berani nantangin atlet taekwondo kayak lo." Ucapan Rista, membuat Davin terbatuk seketika.

"Dia emang bego kok. Enggak berani maju karena takut merusak yang sudah ada sebelumnya." Jendra menyeringai penuh kepuasan, seolah telah melakukan hal yang benar. Sementara itu, Rista memasang tampang bodohnya, membuat Jendra kembali menukas, "Lupain aja, enggak penting."

"Udah lanjut pertanyaan berikutnya aja," kata Davin dengan wajah keki maksimal. "Kenapa sih, lo niat banget mau dikte PR ke teman-teman? Kan lebih gampang, lo serahin aja buku PR lo, biar kita bisa nyontek lebih cepat."

"Gue sebenarnya paling males ngasih sontekan." Kalimat Jendra membuat Davin mencebik langsung. "Iya, emang gue pelit. Enggak rela aja, lo begadang ngerjain sampai malam, terus paginya pada enak-enakan nyontek." Jendra berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Tapi, gue kapok dijauhin teman-teman kayak waktu SMP. Jadi, gue ambil jalan tengah. Gue mau ngasih sontekan, tapi gue dikte tanpa pengulangan. Biar yang nyontek ada sedikit usaha lah."

Rista terkekeh geli mendengar alasan Jendra. "Kalau pelajaran yang ada kaitannya sama hapalan sih oke-oke aja. Tapi, gue jadi bayangin kalau teman-teman lo, termasuk Davin, nyontek Matematika. Misal, lo bilang x pangkat lima ditambah y pangkat min lima per x kudrat dikurangi y pangkat tiga. Belum tentu yang mereka tulis, bisa sama kayak yang lo tulis."

"Emang tuh, enggak niat banget ngasih sontekan. Minta diajarin juga jawabnya ogah-ogahan," kata Davin ikut mengomentari sikap egois Jendra.

"Halah, di pelajaran lain lo bisa nyontek dengan damai, kan?" tanya Jendra tak mau kalah.

Melihat situasi sedikit memanas, Rista berinisiatif mengambil alih mikrofon. "Oke, pertanyaan terakhir ya, Jen. Davin bilang kan, lo sekarang jomblo nih, ada niatan buat pacaran lagu enggak?"

"Sementara ini, nasib gue di POPDA lebih penting, Ris. Gue bakal ngelakuin apa aja biar bisa bertahan di sana."

Rista dan Davin sama-sama mengangguk mendengar jawaban mantap Jendra.

"Oke, Gengs. Itu tadi wawancara singkat kami dengan Bang Jejen. Kalau belum puas dengan jawaban atlet kita ini, nanti alasan-alasan sikap Jendra bakal terungkap seiring berjalannya cerita kok," kata Rista dengan suara digenit-genitkan.

"Makanya, tetap baca dan dukung Janji yah. Ada hadiah paket buku selama satu tahun, untuk pembaca aktif yang beruntung loh." Kali ini giliran Davin yang berpromosi.

Jendra kemudian berdiri dari duduknya dan menyalami mereka berdua. Ia baru saja akan keluar ruangan, ketika suara Rista mengangetkannya.

"Jendra, bentar! Belum foto buat Wall of Fame Studio Linus." Rista buru-buru mengeluarkan ponselnya. "Senyum dong."

Klik!

gadis.co.id

Halooo... itu tadi wawancara Davin sama Rista tentang Jendra ya. Ada yang kenal Daffa Wardhana? Itu loh, anaknya Marini Zumarnis yang pacaran sama saudara saya si Chelsea Islan.

Saya dapat ide, bikin tokoh Jendra atlet taekwondo gara-gara kepoin Instagram-nya Daffa. Di situ ada foto dia waktu masih kecil, pakai dobok (seragam taekwondo) lucu gitu hahaha

Sampai jumpa di Saturdate with Linus berikutnya ^^

Enaknya, Sabtu depan siapa ya? Ada usul?

Cheers,
matchaholic

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro