Meninggalkanmu?
Hari itu, seharusnya kukatakan semua. Isi hati, perasaan yang sesungguhnya, dan kebenaran sejati. Bukan malah bungkam, menangis, dan dicampakkan.
Aku selalu ingin bilang, "aku mencintaimu, Dafa."
Namun, melihat bagaimana kamu menatapku. Penuh kebencian dan merasa dikhianati, membuatku menciut.
Kamu meninggalkanku dengan membawa dendam di hati.
***
'Lantai dasar, aku mencari novel.'
Balasku pada Gabby yang bertanya posisiku di mana? kemungkinan dia masih memilih sepatu di lantai tiga.
Inilah alasan kenapa aku tidak menyukai belanja di mall bersamanya. Dia sudah menghabiskan satu jam hanya untuk memilih sepasang sepatu. Waktu yang cukup bagiku untuk membaca novel teenlite sampai selesai.
"Setelah ini kita cari makan ya?'
Pesan baru. Hanya kubalas dengan emot senyum pertanda setuju.
Aku kembali membaca novel yang memang sudah terbuka. Tidak ada niat membeli, koleksi kemarin belum kusentuh. Tapi jika aku keluar toko tanpa sebuah buku pun akan membuat penjaga di sebrangku kesal. Pasalnya dari satu jam yang lalu dia beberapa kali bertanya, mendekat ingin membantu, pokoknya bersikap ramah, memberi pelayanan terbaik.
Sudah terlanjur masuk dan ini bukan perpustakaan, maka aku mengambil secara acak dua buah novel fiksi. Membawanya ke kasir dan saat menunggu itulah aku melihatnya.
Dia yang tak pernah kutemui selama dua tahun. Dia yang selalu tersenyum hangat sebelum kejadian itu, dan, tentu saja sekarang sudah berbeda.
Kuikuti arah langkahnya pergi, entah lah, hingga suara kasir membuyarkan semua. Aku tergagap, bertanya nominal.
Setelah memberi beberapa lembar uang dan mendapat kembalian, segera aku keluar. Berharap menemukannya. Tapi nihil, dia tidak ada.
Seseorang menepuk punggungku. Refleks menoleh, ternyata bukan seperti pengharapanku.
Gabby tertawa.
Tidak ada yang lucu. Aku sedang bersedih. Tadi, aku seperti melihatnya.
"Kamu kenapa?" Gabby bertanya, mungkin karena raut mukaku mencerminkan kesedihan
Aku menggeleng.
"Maaf, " ucapnya kemudian
Sekali lagi aku menggeleng. Memang bukan salahnya.
"Kita makan sekarang?" Tanyaku.
Aku tak ingin membuat Gabby semakin penasaran. Beberapa hari ini aku tahu dia mencoba menahan diri untuk tidak bertanya alasan perubahan sikapku.
"Baiklah, lagi pula aku sudah sangat lapar,"
Kami segera mencari tempat makan.
***
Author pov
"Rafa, ... " Zizie berteriak histeris. Mengabaikan orang-orang yang kebetulan sedang makan di tempat yang sama
Laki-laki yang dipanggil bersikap acuh. Tujuannya ke sini bukan untuk menemui Zizie, melainkan Sam, Azka, dan Damian. Ada masalah serius menyangkut kembarannya Dafa.
"Sudah lama?" Rafa berbasa-basi
Sam mendongak, dari tadi ia sibuk memainkan ponsel pintarnya, "lumayan, Kaka sudah menghabiskan dua gelas minuman."
"Damian mana?" Rafa mengambil tempat duduk di sebelah Zizie, dan lihatlah, perempuan berusia 22 itu terlihat sumringah.
"Tidur di sana!" Sam menunjuk ruangan yang sepertinya kantor manager restoran ini.
"Bisa kau usir perempuan ini?" Rafa berkata dingin.
Sam menoleh ke arah Zizie yang bisa dipastikan cukup terluka oleh ucapan barusan.
"Zie, " baru saja Azka akan membuka suara, Zizie sudah beranjak dari duduknya. Ia cukup tahu diri, Rafa adalah orang yang paling dingin di dunia ini. Tidak ada manis-manisnya sikap dan kelakuannya. Berbanding balik dengan Dafa.
Setelah Zizie pergi, Sam meletakkan ponselnya, pembicaraan akan dimulai.
"Apa yang ingin kamu ketahui, Raf?" Sam bertanya
"Semuanya."
"Dafa akan menikah. Tidak akan ada yang akan berubah." Sam mencoba memberi saran.
"Katakan saja semua yang didapat informanmu." Ketus sekali nadanya
"Baiklah." Sam mengambil kertas dari tasnya, menaruhnya di meja.
"Tunggu!" Cegahnya sebelum Rafa mengambil kertas itu.
"Informasi ini tidak sepenuhnya benar. Ada beberapa yang ganjil."
Rafa menatap Sam penuh tanya.
"Aku pernah dikenalkan dengannya oleh Dafa, sangat berbeda jauh dari penilainku." Ungkap Sam
"Maksudmu?" Azka memotong
"Entahlah? Aku sendiri masih tidak mengerti, jika Dafa sangat membencinya, kenapa dia dicari?"
"Dafa ingin balas dendam." Rafa berkata seperti tanpa beban
"Atas?" Sam bertanya
Rafa tidak menjawab, ia membaca satu persatu secara detail. Kemudian tersenyum licik, "Alana Pratiwi. Kau tidak akan hidup tenang setelah ini."
***
.
Hah, akhirnya bagian ke dua kelar. Bagaimana? Datar?
Sungguh, aku berusaha meluangkan waktu untuk bagian ini. Di tempat kerja tidak bisa menulis. Curhat
Begini, konfliknya memang belum kelihatan tapi nanti. Alurnya maju-mundur. Di sini aku lebih banyak menggunakan pov. Alana, karena dia tokoh utamanya.
Spesial untuk Alana-ku ...
LoopiesFM
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro