How bad I am
Hidup berumah tangga. Mempunyai anak-anak yang lucu. Suami yang setia dan pengertian. Siapa yang tidak ingin seperti itu.
Menjadi ibu rumah tangga bisa dikatakan hal yang paling menyenangkan sekaligus melelahkan. Bayangkan dari mata ini terbuka hingga terpejam di malam hari yang larut, pekerjaan terus saja terhidang seakan tidak ada akhirnya.
Mengurusi anak-anak yang akan berangkat sekolah. Mengurusi suami yang berangkat ke kantor. Membuat sarapan. Menyiapkan segala keperluan mereka hingga suami dan anak-anak berangkat.
Rumah kosong. Hanya tinggal sendiri. Dan dalam kesendirian itu masih ada lagi yang harus dikerjakan. Menyapu. Mengepel. Mencuci piring. Mencuci baju. Menyetrika sampai memasak untuk nanti ketika anak dan suami kembali ke rumah dengan segala kelelahan yang mereka bawa.
Tak jarang pula, bukan hanya rasa lelah di bawa sampai ke rumah tapi juga kekesalan yang dialami ikut terbawa pula. Membuat tubuh yang lelah semakin penat.
Siapa yang jadi sasaran kekesalannya jika sudah di rumah? Si Mpus, kucing angora yang kerjanya selalu mengeong minta makan? Bukan. Acara televisi yang hanya menampilkan iklan setiap kali berubah channel? Bukan. Atau nyamuk yang hilir mudik terbang kesana kemari sambil mengeluarkan bunyi dengungan dekat telinga? Bukan juga. Tapi....
"Ma, kok lantai berdebu sih? Nggak nyapu, ya? Yang bersih dong!"
"Ma, itu mainan ade kok dibiarin acak-acakan sih!"
"Ma, baju-bajunya berantakan tuh di sofa!"
"Ma, nasinya terlalu lembek!"
"Ma, goreng ayam kok nggak ada sambelnya sih?"
Dan banyak lagi Ma, Ma yang lainnya. Yang saking banyaknya sampai tidak tahu lagi harus jawab yang mana. Juga kadang pertanyaan yang terjawab hanya menjadi angin lalu. Akhirnya hanya bisa menjawab singkat saja dengan kata 'Ya'.
Selain lebih mudah menjawab hanya dengan 'ya' juga karena tubuh sudah lelah seharian bekerja. Dari ujung rumah sampai ke ujung lagi. Dan tebak, semua itu tidak akan pernah berakhir.
Lantai yang sudah berulang kali disapu selalu saja ada debu-debu nakal yang terbang lagi ke penjuru rumah. Mainan-mainan yang sudah rapi pada tempatnya pun selalu kembali berserakan memenuhi karpet.
Jadi, apa yang kita kerjakan seharian? Tidak ada. Itu menurut suami yang baru pulang kerja dan langsung disuguhi dengan pemandangan bagai kapal pecah.
"Seharian ini kamu ngapain aja sih?"
Pertanyaan itu selalu menjadi salam pembuka saat membuka pintu. Sakit? Iya. Merasa tidak dihargai? Iya. Mau melawan, membantah atau membela diri pun sulit rasanya kalau berhadapan dengan suami yang dengan jelas tampak lesu dan terlihat sangaaaat kelelahan.
Jadi, biarkan saja.
Karena setelah makan malam pun dia akan masuk kamar dan tidur. Lupa kalau dirinya bukan hanya seorang suami tapi juga seorang ayah yang punya segudang tanggung jawab membesarkan anak.
"Kan ada kamu yang ngurusin anak-anak. Aku cape."
Lagi-lagi selalu seperti itu saat anak merengek minta dibelikan sesuatu atau hanya sekedar ingin dibacakan dongeng sebelum tidur.
Dan lagi. Semuanya dilimpahkan pada pundak seorang wanita yang merangkap sebagai istri, ibu juga pembantu yang serba bisa. Oke, tidak masalah. Sudah kodrat seorang wanita harus bisa melakukan apa pun. Menjadi sosok seorang supergirl... Superwomen... Wonderwomen... Atau apa pun lah sebutanya untuk wanita perkasa.
Semua itu tidak masalah. Segalanya bisa dilakukan seorang wanita. Hanya satu yang kurang.
Entah kenapa mata seorang suami yang notabene adalah lelaki selalj bisa melihat kelebihan yang dimiliki wanita lain. Penampilan, make-up, cara berdandan sampai cara berjalan sambil menggoyangkan pinggul selalu bisa menarik mata lelaki.
Bisa begitu ramah pada wanita lain tapi sangat ketus kalau berhadapan dengan istri dirumah. Bisa tersenyum begitu manis pada wanita lain tapi hanya bibir datar yang dia suguhkan pada istrinya. Bisa memuji dengan gombalnya pada wanita lain tapi istri sendiri tidak pernah dilirik. Bisa memberikan pertolongan dengan sukarela pada wanita lain tapi selalu menggerutu kalau istri minta tolong hanya untuk mengelap tumpahan air di atas meja.
Memajang foto yang berpose sedirian, yang paling bagus, yang paling terlihat tampan untuk media sosial. Agar mendapat perhatian, tanda jempol atau komentar dari wanita lain.
Urusan ranjang pun bukan hal yang mudah. Setelah seharian di kantor melihy wanita-wanita rekan kerjanya yang tampil full dengan baju modis dan make up tebal ditambah lagi teman-teman di media sosial yang berpose ala peragawati menampilkan setiap lekuk tubuhnya dan begitu sampai rumah matanya seakan berbalik. Melihat istri yang seharian hanya memakai daster dengan rambut yang diikat asal. Benar-benar jauh dari kata anggun, seksi dan menggairahkan.
Sampai-sampai untuk mencium pipi atau kening pun enggan. Untuk berpelukan dalam tidur pun malas rasanya. Seperti itukah hubungan suami istri? Sangat jauh dari yang diharapkan.
Keromantisan, kelembutan, belaian sayang, atau ciuman penuh gairah hanya diberikan sesekali saja. Saat kebutuhan biologisnya mendesak untuk dikeluarkan. Tak peduli pada tubuh lelah istrinya yang terbaring lemah di sebelahnya. Yang penting harus disalurkan segera.
Sebagai seorang wanita sekaligus istri tidak boleh menolak apa kehendak suami. Selelah apa pun tubuhnya harus tetap melayani suami. Tapi kalau sebaliknya, istri yang meminta bisa jadi perang dunia.
Tubuh dibalik daster ini memang bukan tubuh yang molek. Memang bukan tubuh dengan bentuk seperti biola. Memang bukan tubuh dengan gundukan padat berisi. Memang bukan tubuh mulus dengan harum menggoda. Tapi percayalah, tubuh dibalik daster ini pun ingin disentuh. Ingin dibelai. Ingin kecup. Ingin didekap. Bukan hanya sebagai tempat pelampiasan. Tapi sebagai tempat mencurahkan kasih sayang.
Yang bisa dilakukan adalah hanya pasrah. Hanya menerima. Hanya menuruti jika suami ingin. Hanya mendekat jika suami mencolek. Hanya menanggapi jika suami memberi kode. Selebihnya hanya bisa menunggu. Hanya bisa menahan. Hanya bisa berharap mungkin besok malam akan menjadi malam yang panas. Kalau besok tidak terjadi mungkin malam lusa atau malam-malam berikutnya. Hanya bisa menanti.
Kadang melihat adegan romantis dalam film bisa membuat iri. Melihat sepasang kekasih yang berciuman dengan mesra. Atau adegan-adegan romantis lain hanya bisa membuat otak berpikir, 'kapan bisa seperti itu?'
Apa salah kalau mengkhayalkan hal itu ketika raga ini ingin sentuhan? Hanya bisa berimajinasi ada bibir lembut dengan hangatnya mengecup penuh gairah. Hanya bisa membayangkan ada tangan kekar yang mendekap saat terlelap.
Seperti malam ini. Hanya berakhir begitu saja. Tanpa kecupan. Tanpa ucapan selamat malam. Tanpa kehangatan. Semaunya mengalir begitu saja, tanpa ada apa-apa.
Sebegitu tidak menariknya kah? Sebegitu tidak memesonanya kah? Sebegitu tidak menggodanya kah? Sebegitu tidak bagusnya kah? Hingga tiap malam hanya terlewat begitu saja.
***
belum perbaikan!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro