Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#baper - robot(?)

Setelah menitipkan Faiz pada ibu, Aila dan Zidan berangkat ke kantor. Mobil Zidan melaju membelah jalanan yang mulai padat. Zidan menoleh ke samping kiri, Sejak masuk ke mobil, Aila sibuk dengan handphonenya, Itu membuat Zidan seperti seorang sopir. Zidan beristigfar dalam hati, memaklumi kebiasaan istrinya. Zidan melirik ke samping, Aila masih saja asyik dengan handphone. Akhirnya, Zidan fokus pada jalanan macet di depannya.


Aila tersenyum, menyimpan kembali handphonenya dalam tas. Ia melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya, sudah lewat lima menit dari jam kerjanya. Ia pasti ditegur oleh atasannya yang terkenal selalu tepat waktu. Jika sudah begini Aila akan menggunakan Faiz sebagai alasan keterlambatannya. Aila menoleh ke kanan, menatap wajah Zidan yang sedang menyetir. Karena terlalu asyik dengan dunia maya, ia hampir lupa jika Zidan ada bersamanya.


"macet banget ya, pap," ucap Aila sambil memutar radio.

"hmm," jawab Zidan sekenanya.

Aila merubah duduk menatap penuh pada suaminya. Ada yang salah dengan suaminya? Karena merasa tidak enak Aila memutuskan bertanya.

"pap, kamu kenapa sih? Sariawan? Kok jawabnya irit banget," tanya Aila dengan wajah bingung.

"kamu yang kenapa?" Zidan melirik sebentar, kemudian kembali fokus ke jalan raya.

"loh kok aku? Kamu yang aneh sendiri. Pms ya?" tuduh Aila.

"sembarang kamu."

"lagian kamu sok dingin gitu, kenapa sih?"

"kamu tuh autis, handphone aja terus disenyumin suaminya dianggurin."

Aila menepuk dahinya, jadi karena itu suaminya tiba-tiba sok dingin. Apa suaminya cemburu? Aila mengambil handphonenya dan menunjukkan gambar yang baru saja diposting di facebooknya.

"ini aku lagi ucapin selamat ulang tahun," ucap Aila.

"penting banget ya? Belum tentu dia liat postingan kamu?" jawab Zidan acuh.

"ya sebagai fans yang baik, aku harus tetap ucapin. Di lihat atau enggak itu mah belakangan," ucap Aila.

"kamu ngefans sesama manusia sampai memuja-muja dosa loh," nasihat Zidan.

"aku kan Cuma ngucapin ulang tahun. Dosa juga?"

"dosa sayang, apalagi sampai mengabaikan suami. Lagian apa bagusnya dia, gantengan juga mas."


Aila menganggukkan kepalanya, tanda setuju. Suaminya memang tak bisa disandingkan dengan penyanyi yang dia idolakan. Tapi bukan berati suaminya bisa meremehkan seperti itu.

"ya udah maaf. Tapi kamu enggak boleh menghina gitu. Dia sama-sama makhluk Tuhan juga."

"minta maafnya enggak ikhlas banget."

"iya mami minta maaf," ucap Aila sambil menarik kedua sudut bibirnya.

Zidan mengusap kepala Aila. Memang nasib ia harus di nomor duakan. Bukan ia melarang Aila, untuk mengidolakan seseorang. Tapi sebagai suami ia juga harus memberi tahu jika Aila salah.

Tidak ada salahnya mengidolakan sesama makhluk Tuhan. Tapi jangan lupa jika ada teladan yang lebih baik yang pantas diidolakan.



Zidan membelokkan mobilnya, menuju jalur lambat di kawasan Sudirman. Kebetulan kantornya dan kantor Aila letaknya tidak berjauhan. Zidan biasa mengantar Aila sampai lobby baru kemudian ia melajukan mobilnya menuju gedung kantornya.

"pap, udah enggak marah kan?" tanya Aila memastikan jika Zidan tidak marah lagi.

"aku enggak marah, masuk tambah telat nanti."

Aila mengambil tangan suaminya, "assalamualaikum."

"waalaikumsalam. Ati-ati ya. Cepet masuk tambah telat kamu."

"tenang, aku bisa alasan."

"Faiz lagi? Kamu tuh ya anak dijadiin alasan terus."

"terus aku harus bilang apa? Bilang kita habis perang sampai kesiangan? Helooo mami belum mau diketawain," ucap Aila kesal.

Zidan tertawa melihat gaya bicara Aila yang seperti anak alay, "bilang juga gak papa, yang ketawain kamu berarti iri."

"ya udah mami masuk. Dah... papi kerja yang bener, jangan ngelirik sekretaris genit itu ya," ancam Aila.

Zidan mencium dahi Aila sebelum keluar dari mobil. Ia kemudian segera melajukan mobilnya menuju kantornya.


Sampai di kantor, Zidan segera memarkir mobil. Ia juga telat hari ini. Tapi ia masih beruntung General manajer di kantornya tak sekejam di kantor Aila.

"selamat pagi, Zidan," ucap Suara dari samping.

Zidan tersenyum kearah General manajer -Pak Yunus-.

"pagi, Pak. Kesiangan juga pak?" tanya Zidan.

"iya, biasalah," ucapnya sambil tersenyum. "saya duluan," pamitnya.

Pak Yunus, General manajer yang berumur lima tahun lebih tua dari Zidan memang baru saja menikah. Jadi Zidan tahu arti senyuman pak Yunus. Biasa pengantin baru.


***

Zidan masuk ke ruangan, ia duduk di kursi kerjanya setelah menyapa rekan satu divisinya.

"hoi Bro!"

Zidan menatap malas pada Oman. Oman bernama lengkap Rohman Nur Rohman adalah pria lajang berperawakan tinggi kerempeng, yang punya hobi aneh, yaitu menjadi mata-mata di setiap akun sosial media, atau bahasa kerennya stalker.

"kesiangan, Bro?" tanya Oman.

"bukannya kerja malah main handphone terus. Di pecat lu, nangis," balas Zidan.

"santai pak bro, kerajaan gue udah rebes," ucap Oman.

Zidan melanjutkan pekerjaannya, daripada mengurusi Oman yang sibuk dengan hobinya. Karena Oman, Zidan jadi teringat Aila yang tadi pagi juga sibuk dengan handphone. Biasanya Oman akan memberi tahu jika Aila sedang Online di facebook.

"Dan, ini apaan dah, bini loe pasang gambar captionnya pake lilin," tanya Oman
memperlihatkan laman facebook miliknya.

"tulisan apa pula ini. Gue kagak paham. Lu ngerti kagak?" tanya Oman lagi.

Zidan membatin, gambar dengan caption ucapan selamat ulang tahun yang sedang heboh. Dan parahnya istrinya berpartisipasi kehebohan itu hingga mengabaikannya.

"kagak tau gue. Lu tanya sama yang punya tuh akun. Udah hus... hus... sono kembali ke asal lu. Gue mau kerja," ucap Zidan mengibas-ngibas tangannya.


Aila Magda Elmahdy


생일축하 kangin appa 😘😘😘> _<> _<

300 menyukai. 30 komentar

Omana


-siapa tuh?

Aila magda elmahdy


Mau tau? apa mau tau banget?



Aila terus membalas komentar dari Oman di akun facebooknya, tanpa menyadari sosok ibu Frida sedang menatapnya.

Ibu Frida merupakan atasan Aila, seorang wanita akhir tiga puluhan yang sangat perhitungan dengan waktu, walau hanya selisih semenit.

"Ehem," dehem Ibu Frida.

Merasa ada yang mengganggu, Aila pun mengangkat kepalanya. Betapa terkejutnya Aila, ia bahkan hampir jatuh dari kursi karena posisi duduknya tidak benar.

"eh... Ibu, iya Bu saya lagi menyelesaikan laporan," cengir Aila.

"laporan saya ada yang lucu? Saya perhatikan kamu senyum-senyum sambil liatin monitor," ucap Ibu Frida dengan suara pelan tapi menusuk.

Aila menelan ludahnya, habislah riwayatnya. Tadi pagi telat dan siangnya ketahuan main sosmed, lengkap sudah deritanya.

"eh enggak, Bu. Ini kebetulan saya lagi senam muka, supaya awet muda," jelas Aila.

Namun jawaban Aila tak memuaskan Ibu Frida, wanita itu justru semakin terlihat marah.

"oh... jadi kamu mau bilang saya ini tua!"

"memang tua," ucap Aila dalam hati. "duh ibu. Sensi aja, ibu kalau mau ikutan juga boleh."

"Aila.... kamu itu ya! Cepat selesaikan laporannya, saya tunggu setengah jam lagi," putus Ibu Frida kemudian kembali ke ruangannya.

Aila mengusap dadanya, untung masih selamat. Ibu Frida memang butuh piknik, Aila pun kembali menyelesaikan laporan yang tertunda.


***

Aila keluar dari ruangan Ibu Frida, setelah memberikan laporan. Akhirnya Ibu yang satu itu berhenti mengomel karena Aila bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Aila melirik jam tangannya, jam makan siang tapi handphonenya masih sepi-sepi saja. Aila kemudian menghubungi ibunya untuk menanyakan keadaan Faiz. Meskipun dititipkan pada ibunya Aila tetap harus tahu apa yang dilakukan Faiz selama dia tinggal bekerja. Setelah berbincang dengan ibunya, Aila menghubungi nomor Zidan. Biasanya sebelum makan siang ia lebih dulu memberi tahu Zidan untuk makan siang. Terkadang mereka keluar bersama untuk makan di luar.

Pap, udah makan siang belum?


Mami lagi makan siang nih


Papi jangan lupa makan ya


Kiss.. kiss.. mami

Send

Semenit dua menit tiga menit belum ada balasan. Aila kembali mengirim pesan.

Papi... di baca donk chat mami...


Pap hello nggak lagi pingsan kan...

Send


Aila menunggu pesan kedua yang ia kirim mendapat balasan dari Zidan. Tapi sampai Aila menyelesaikan makan siangnya Zidan belum membalas pesannya.

"dasar nyebelin," makinya.

Aila memutuskan untuk menelepon Zidan, tapi handphone Zidan tidak aktif. Aila semakin uring-uringan tidak jelas. Ia kesal, marah dan khawatir.

Hingga jam lima sore Aila menunggu Zidan di pintu masuk gedung kantornya. Dilihatnya lagi pesan yang belum terjawab dari Zidan. Kemana suaminya? Aila sudah menyiapkan segudang pertanyaan untuk Zidan nanti.

Suara klakson mobil Zidan terdengar dari jauh. Aila pikir Zidan lupa menjemputnya. saat mobil Zidan sudah berhenti di depan kantornya. Tanpa basa-basi Aila duduk memasang seatbelt.

"kirain enggak ingat jemput," ucap Aila.

"ya ingat dong," balas Zidan.

Zidan menyalakan radio sebagai pengisi hening. Suara penyiar radio yang begitu asyik ternyata bisa membuat pikirannya yang suntuk sedikit segar. Seharian meeting terjebak di ruangan bersama rekan kerjanya membuat otaknya panas. Belum lagi masalah yang dibahas tidak berjalan mulus, ada lain pendapat hingga meeting berlangsung lama. Untungnya setelah berunding akhirnya bisa terselesaikan.

Zidan mengusap pipi istrinya yang tertidur. Kepala Aila menyender pada kaca mobil. Karena meeting ia tak sempat membalas pesan dari Aila.

Zidan menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah ibu. Dengan pelan Zidan membangunkan Aila.

"mi... bangun, sudah sampai nih," ucapnya sambil penepuk pelan pipi Aila.

"udah sampai ya?" tanya Aila setengah sadar.

"kamu cape banget kayaknya sampai pules banget tidurnya."

Aila membuka pintu, karena terburu-buru Aila lupa melepas seatbelt. Tubuh Aila tertarik lagi ke belakang.

"lepas dulu seatbeltnya, baru keluar," ucap Zidan sambil membantu melepas seatbelt yang memeluk tubuh Aila.

Aila berjalan lebih dulu, diikuti Zidan di belakangnya. Aila mengetuk pintu rumah ibu.

"assalamualaikum."

"waalaikum salam," jawab ibu dari dalam sambil membuka pintu.

Ibu tersenyum menyambut anak dan menantunya. Setiap Aila bekerja Faiz selalu bersamanya, dan sore hari setelah sholat magrib Aila dan Zidan pulang.

"Faiz rewel enggak, Bu?" tanya Aila.

"enggak, Faiz mana pernah rewel sih. Anakmu itu anteng tahu kalau neneknya ngomong," jawab ibu.

"kamu mandi sana, sudah mau magrib."


"ya udah Ila mandi dulu."

Aila masuk dalam kamar yang dulu di tempati sebelum menikah dengan Zidan. Sekarang kamar itu hanya digunakan jika Aila menginap. Keadaan kamar masih sama, masih banyak poster-poster yang dulu Aila kumpulkan dan berbagai pernak-pernik jaman ia masih sekolah. Dulu ayahnya hampir membuang semua koleksi Aila. sampai dua hari Aila mogok makan. Akhirnya ayahnya tidak jadi membuang barang-barang Aila.

"udah mandi kamu mas?" tanya Aila pada Zidan yang masuk dalam kamar sambil menggendong Faiz.

"sudah, kamu enggak mandi?"

"ini juga mau mandi," jawab Aila kemudian masuk ke kamar mandi.

Aila selesai membersihkan diri, dia menghampiri suaminya. Diatas ranjang Faiz sedang tengkurap diatas dada Zidan. Aila sangat menyukai posisi Zidan yang terlentang menyangga tubuh kecil Faiz, terlihat Sexy menurutnya.

"mami kangen Faiz."

Aila menciumi wajah Faiz yang berada di atas perut Zidan. Setelah lelah bekerja Faiz lah penawar dari segala rasa lelahnya. Faiz tertawa mendapat ciuman bertubi-tubi dari Aila. Sepertinya bayi laki-laki itu juga merasakan rindu yang sama seperti Aila.

Sama seperti Aila alih-alih mencium Faiz, Zidan justru mendaratkan bibirnya di pelipis Aila. Zidan tertawa melihat wajah Aila yang bersemu merah. Padahal mereka sudah melakukan lebih dari berciuman tapi Aila masih saja malu.

Aila mengangkat Faiz dari atas perut Zidan dan meletakan Faiz di ranjang.

"papi rese."

"rese? Masa cium istri sendiri dibilang rese," bela Zidan.

"iyalah rese, kan mami lagi main sama Faiz."

"kamu juga mau diresein," cengir Zidan.

"udah ngaku aja gak usah gengsi," ujar Zidan lagi.

Zidan terus menggoda Aila hingga Aila kesak dan melempari dengan bantal. Jadilah perang bantal antara Aila melawan Zidan.

Buk...

Bantal yang Aila lempar mengenai wajah Zidan. Aila tak peduli ia terus melempar bantal melampiaskan rasa kesalnya sejak dari kantor. Dia pikir Zidan akan menjelaskan kenapa tak membalas pesannya. Tapi nyatanya Zidan tak mengatakan apa-apa.

"mi... kok jadi perang bantal gini."

Zidan merapikan bantal yang berjatuhan di lantai. Untung bantal itu tidak mengenai Faiz.

"mi..," panggil Zidan.

"mi...," ulangnya lagi.

Aila tetap diam sambil menepuk-nepuk pantat Faiz.

Zidan beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar. Di luar kamar Zidan bertemu dengan bapak yang sudah bersiap ke mushola dekat rumah. Zidan pun ikut dengan bapak pergi ke mushola.

Sekembalinya dari mushola, Zidan dan bapak segera bergabung dengan ibu dan Aila yang sedang menyusun makanan di meja makan. Ibu menyiapkan makanan untuk bapak, begitu pula Aila. Meski dalam keadaan kesal, tetap melayani Zidan.

"ibu kalau lagi senyum keliatan cantiknya," goda bapak pada ibu.

"ibu kan memang sudah cantik, kalau enggak cantik bapak mana mau sama ibu," balas ibu sembari menyerahkan sepiring nasi lengkap dengan lauknya pada bapak.

"bapak menikahi ibu bukan karena kecantikan fisik tapi dari sini," tunjuk bapak didada ibu.

"kecantikan fisik bisa hilang karena termakan usia, ya walaupun banyak produk awet muda. Sedangkan, kecantikan yang datangnya dari hati tidak akan mati sekalipun sudah termakan usia," jelas bapak.

"bapak sudah tua masih saja merayu, malu pak sama menantu," ucap ibu. Tak dipungkiri ibu juga sama memilih bapak bukan karena fisik semata, karena fisik adalah bonus.

"bukan merayu, Bu. Ini jujur loh dari hati bapak," ucap bapak.

Zidan tersenyum melihat percakapan ibu dan bapak. Ia berharap dirinya dan Aila akan menua bersama-sama. Zidan meremas tangan Aila yang duduk di sampingnya, tangan istrinya yang selalu menyentuh dengan kehangantan.

"lov you," ucapnya tanpa suara.


***

Makan malam telah usai, Zidan dan Aila bersiap untuk pulang.

"hati-hati di jalan," ucap ibu.


Zidan mengangguk dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah ibu. Aila menatap jalanan menuju rumahnya, sebenarnya ia ingin tinggal bersama ibu dan bapaknya. Zidan tak mengijinkan dan sebagai istri ia harus menurut.


Aila masuk ke dalam rumahnya, ia membawa Faiz yang tertidur ke dalam kamar.

Sementara Aila membereskan rumah, Zidan menemani Faiz tidur. Aila terbiasa dengan rustinitas ini, dulu memang terasa berat jika harus membersihkan rumah sepulang kerja lama-lama Aila terbiasa.

Jam menunjukan pukul sepuluh malam, Aila selesai membersikan rumah. Ia masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan diri disamping Zidan.

"mi...," panggil Zidan.

Aila merasakan tubuhnya didekap dari belakang. Aila pun berbalik dan duduk menatap Zidan.


Di tatap seperti itu membuat Zidan tersenyum.

"kenapa? Baru sadar ya aku ganteng sampai natapnya begitu," goda Zidan.

"apaan sih, nyebelin banget kamu."

"loh kok nyebelin, aku enggak nyebelin Aila sayang."

"enggak usah merayu, enggak enak dengermya."

"biasa juga suka dirayu-rayu."

Aila menghela napasnya, apa suaminya itu tidak tahu dia sedang marah saat ini. Zidan nampak biasa saja, padahal dirinya sudah kesal setengah mati.

"pap.. di kantor kamu sibuk banget ya," tanya Aila.

"kalo enggak sibuk bukan kantor namanya sayang."

"pap, aku serius."

"aku juga serius. Tadi siang si Oman salah buat laporan terus ada masalah jadi ya sibuk."

Aila menganguk pelan, mungkin sibuk sehingga Zidan tak sempat membalas pesannya. Tapi seharusnya Zidan menjelaskan jangan menunggu dia bertanya.

"pap, kamu sibuk sampai gak bales pesan aku."

"maaf sayang," ucap Zidan sembari memeluk Aila.

"maaf doang, gak tau apa aku disini was-was," dengus Aila.

"oh jadi kamu uring-uringan karena aku enggak bales pesan kamu?"

"udah tahu malah nanya. Harusnya kamu bilang pas jemput aku jangan tunggu sampai aku nanya."

"Aila istriku yang cantik, suami mu ini bukan robot yang bisa mendeteksi keadaan, aku enggak bisa tahu kalau kamu enggak bilang. Lagian gitu aja marah, besok-besok aku laporan dulu deh sama kamu biar kamu enggak marah. Kamu juga harus bilang, jangan uring-uringan enggak jelas."

"ya enggak harus begitu, aku Cuma takut aja..."

"takut? Takut apa? Takut aku digodain cewek-cewek ya..."

"tuh kan kamu nyebelin... udah aku mau tidur."

Zidan kembali memeluk Aila dan mereka tidur bersama.

Berkomunikasilah dengan banyak kata karena, bisa jadi dia bukan orang yang peka...

***

Huah akhirnya bisa updet, harusnya dari dua hari lalu ini updet.

Semoga suka dan maaf kalau penggambaran kurang pas.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro