Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4

Kembali aku ingetin yaa..

Ini memang cerita spiritual, but bukan kisah cinta tentang gus dan muridnya. Atau tentang ukthi2. Bukan. Ini kisah kehidupan yang akan bisa kita ambil makna dalam kehidupan beragamanya.

---------------------------------

Ada yang tidak tahu bila kini hatiku sedang sembilu.

Daiyan terus saja melirik ke arah Hawa selama mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit. Entah mengapa Daiyan seperti merasa bersalah setelah menanyakan kepada Hawa mengenai keluarga perempuan itu. Padahal semua yang Daiyan lakukan semata-mata memang dalam konteks pekerjaan. Dia sama sekali tidak ada niat membuat perempuan bernama Janan Hawa ini terlihat murung.

Namun respon yang Hawa berikan malah kebalikan. Perempuan ini mendadak diam, dan lebih banyak menundukkan kepalanya, dibandingkan pertemuan mereka sebelumnya.

Sebenarnya Daiyan tidak ingin mengambil kesimpulan apapun dari reaksi ini. Sekalipun Daiyan menyadari hubungan Hawa dengan keluarganya sedang tidak baik-baik saja.

"Saya dengar kamu artis, ya?" tanya Daiyan berharap suasana di antara keduanya mencair.

Berusaha untuk tetap fokus dalam mengemudikan mobilnya, sesekali curi-curi pandang ke arah Hawa membuat Daiyan ingin terus tersenyum. Wajah murung Hawa, lalu kebisuan dari perempuan ini, malah semakin membuat Daiyan yakin jika Hawa sama seperti perempuan-perempuan pada umumnya yang sukanya baper jika kondisi yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan.

"Bukan."

"Masa sih?"

Daiyan tersenyum sekilas. Memegang kendali kemudi mobil dengan satu tangan, sebelah tangannya lagi dia pergunakan untuk mengusap-usapkan rambut halus yang tumbuh di sekitar rahangnya.

Sebenarnya tadi bisa saja mereka pergi ke rumah sakit dengan menggunakan mobil berbeda. Namun karena Daiyan berkata akan ada beberapa pertanyaan lagi yang ingin dia tanyakan, maka pria itu mengusulkan bila Hawa ikut dengannya.

"Kemarin staf dari SPKT yang bilang sendiri kepada semuanya, jika kamu adalah artis masa kini."

Tersenyum dengan ekspresi malas membuat Daiyan tidak bisa menahan tawanya. Dengan suara tawa Daiyan yang begitu lantang, menjadi pengiring perjalanan mereka menuju rumah sakit. Sampai-sampai air mata pria ini berlinang karena terlalu bahagia menertawakan ekspresi dari Hawa.

"Ketawa aja terus, orangnya enggak ada!"

"Iya, iya. Maaf. Saya enggak bisa menahannya."

"Enggak bisa menahan apa sengaja?" sindir Hawa halus.

Melirik respon Daiyan yang berusaha untuk diam, Hawa menggelengkan kepala tidak percaya dengan kelakuan kepala reskrim di polsek dekat rumahnya.

"Bentuknya sih bagus, tapi kelakuannya aneh," cibir Hawa lagi.

Di sampingnya, Daiyan kembali berupaya agar bisa professional. Bukannya dia tidak tahu jika Hawa tengah menyindirnya. Namun Daiyan berusaha untuk tidak ambil resiko terlalu jauh. Karena takutnya nanti mereka tidak selesai mengusut kejahatan pembuangan bayi ini, malah harus dihadapkan lagi dengan pelaporan sikap yang kurang baik oleh Janan Hawa untuk Kasat Reskrim.

Sesampainya di rumah sakit, Hawa hanya memberikan Daiyan lirikan sebagai pertanda bila dia harus mengikuti perempuan itu saat ini.

Dengan pakaian dinas harian berwarna putih, tubuh Daiyan terlihat bersinar ketika berjalan dibawah matahari siang ini. Apalagi tinggi tubuhnya yang dikatakan sangat tinggi hampir sekitar 190CM, Hawa terlihat sangat mini saat berjalan di sampingnya.

Langkah keduanya disambut oleh seorang satpam yang sejak Hawa dan Daiyan turun dari mobil tadi memang sudah dipantau olehnya.

"Selamat siang, Pak, Bu. Ada yang bisa saya bantu?"

Hawa sengaja menyampirkan helaian rambutnya ke belakang telinga. Memangnya satpam ini tidak bisa mengenali siapa dia? Bukannya kemarin dia sudah datang ke sini dengan seorang bayi, lalu kenapa hari ini terlihat pura-pura lupa.

"Pagi Pak," jawab Daiyan sopan. Sambil menunjukkan tanda pengenalnya, Daiyan menjelaskan maksud kedatangannya ke sini. Dia juga memohon izin kepada satpam yang bertugas jika dirinya nanti akan memeriksa beberapa hal dengan petugas rumah sakit yang kemarin menemui Hawa ketika perempuan itu datang dengan bayi ditangannya.

"Siap, Pak."

"Terima kasih atas kerja samanya, Pak."

Daiyan mengangguk hormat. Sedangkan Hawa di sampingnya terlihat kesulitan menarik simpul senyumnya walau sedikit saja.

Bukannya tanpa maksud Hawa bersikap seperti ini. Namun hati kecilnya merasa trauma atas perlakuan para suster yang kemarin bertemu dengannya. Apalagi berita aborsi yang disebarkan oleh pihak pekerja di rumah sakit ini sangatlah merugikan Hawa. Sekalipun berita itu tidak benar, sekalipun beberapa penjelasan sudah Hawa berikan kepada wartawan, namun tetap saja. Mereka pikir Hawa hanya sibuk menutupi kebobrokannya yang suatu saat nanti akan terbongkar lagi. Padahal bukan itu yang terjadi kini.

"Dia berada di mana?" tanya Daiyan yang terus mengikuti langkah Hawa.

"Di ruang perawatan bayi."

"Apa dia baik-baik saja?"

"Dokter bilang kemarin dia akan baik-baik saja. Tetapi dokter meminta sehari perawatan khusus untuk dia demi memastikan semuanya."

Daiyan mengangguk paham. Langkahnya semakin cepat mengikuti kaki Hawa yang terlihat seperti berlari.

Melewati beberapa perawat serta pasien yang berobat, atau menunggu sanak keluarga mereka, Daiyan dan Hawa berhasil menjadi pusat perhatian. Penampilan Hawa yang mencolok, serta seragam Daiyan yang menunjukan dia seorang polisi, menjadi santapan semua mata yang melihatnya.

"Dia di sini," ucap Hawa sambil menghentikan langkahnya di depan sebuah ruangan yang memiliki jendela besar, agar semua keluarga pasien yang datang dapat melihatnya dari posisi ini.

"Itu dia."

Jika kemarin wajah bayi itu terlihat pucat, seakan lemas karena kehabisan darah, siang ini ketika Hawa melihatnya, semuanya sudah sangat-sangat berubah. Bayi mungil itu seperti sehat kembali. Tidur pulasnya menjadi pemandangan bahagia di mata Hawa.

"Lihat deh, ganteng banget kan dia. Duh gemes banget aku!"

Tanpa sadar Hawa memberitahu kepada Daiyan mengenai bayi itu sambil memukul-mukul lengan Daiyan.

Ketika keduanya menyadari ada yang salah, Daiyan memundurkan posisi berdirinya. Dia tidak ingin ada kesalahan dari sentuhan ini.

"Maaf, Mas. Eh, maksud saya, Pak!"

Hawa menggeleng cepat. Kemudian kembali fokus menikmati wajah bayi menggemaskan itu yang sedang tertidur lelap.

Sedangkan Daiyan sendiri malah mengalihkan fokusnya. Fokus awalnya yang tertuju kepada bayi itu, malah teralihkan kepada Hawa yang terus saja tersenyum.

"Sudah lihat dia kan, terus mau diapakan lagi?" tanya Hawa membalas tatapan Daiyan.

Pria itu langsung tersentak kaget. Sambil mengusap belakang lehernya karena salah tingkah, Daiyan mulai tergagap.

"Pak ...."

"Ah, iya. Itu, saya akan menemui dokter yang memeriksa kondisi bayi ini terlebih dahulu."

Hawa mengangguk. Dia mengantarkan Daiyan menuju ruangan dokter yang kemarin membantu Hawa memeriksa Shafi. Hingga tiba keduanya di depan ruang dokter, Hawa meminta Daiyan masuk lebih dulu. Karena dia harus menerima panggilan dari telepon yang menghubunginya.

Daiyan menatapi kepergian Hawa yang sibuk menempelkan ponsel di telinganya. Kepalanya menggeleng cepat, menghapus segala pikiran dan dugaannya terhadap seorang bernama Janan Hawa. Dia baru bertemu dengan Hawa sehari ini. Namun anehnya Daiyan bisa mengetahui banyak hal tentang perempuan itu. Mungkin gerak gerik Hawa memang mudah terbaca olehnya yang sudah terlalu sering mendengarkan keluh kesah atau cerita orang mengenai tindakan yang kurang menyenangkan. Sehingga dengan mudah Daiyan memahami apa yang terjadi dalam kehidupan Janan Hawa.

"Cukup Menarik!" Gumamnya sembari membuka pintu ruangan dokter.

continue..

Acieeee... uhuukk.. uhukkk..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro