Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

-35⚡-


Kaira menatap cemas pada Jeny yang tengah menutup mata, wajahnya terlihat menahan sesuatu dan itu membuat Kaira semakin meremas jaket George yang berdiri di sampingnya. Dokter yang memberikan penanganan pada Jeny menyadari kekhawatiran Kaira, oleh karena itu selanjutnya ia meminta mereka menunggu di luar selagi ia memeriksa kondisi Jeny.

George mendudukkan Kaira di bangku panjang yang tersedia. Bayangan Kaira dengan mata memerah ingin menangis ketika ia menghampiri mereka masih terpatri dengan jelas di kepala George. Tetapi cukup salut dengan Kaira yang di tengah situasi seperti tadi, masih berusaha mengontrol perasaannya karena tidak mau Jeny ikut terpengaruh. George merasa iba melihat tatapan kosong dari teman dekatnya ini. Tangannya ia ulurkan untuk mengusap bahu cewek itu.

Kaira tidak bisa sadar akan usapan lembut di bahunya. Pikirannya terbang ke beberapa menit lalu. Rasanya waktu bergerak begitu cepat, sehingga Kaira harus memutar ulang kejadian sebelumnya untuk lebih mengerti apa yang sudah terjadi. Sedetik kemudian rasa bersalah menyelimuti dirinya.

Terus-terusan merasa menyesal tidak mengiayakan ajakan sang Ayah untuk mengajarinya mengendarai mobil. Kalau saja ia mau, pasti tadi Kaira langsung bisa membawa Jeny ke rumah sakit dan tidak perlu menunggu George. Beruntungnya juga Geore kebetulan menelepon, kalau tidak, gadis itu tidak tau harus bagaimana.

Kaira semakin bersalah ketika menyadari bahwa ini semua tidak akan terjadi jika ia tidak menunjukkan ponselnya kepada Jeny sampai wanita itu tidak fokus pada jalan raya. Tanpa sadar Kaira mulai menggigit bibir bawahnya sampai memerah, mencoba melampiaskan rasa tidak enaknya.

"Tante Jeny ngelarang nelpon Om Jovan," ucap George, mengingat perkataan Jeny yang sempat wanita itu ucapkan ketika mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit. Sepertinya ia tidak ingin membuat suaminya itu khawatir dan harus pulang dari dinas luar kotanya. "Tapi kalo ngasih tahu Jiro nggak papa, kan?"

Mengetahui kalau ia akan bertemu dengan lelaki itu membuat pikiran Kaira terbagi, memikirkan pembicaraan terakhir mereka yang jauh dari kata baik. Tapi Kaira akhirnya mengangguk kecil sebagai jawaban. Hanya saja, ia menjadi memikirkan bagaiamana jika Jairo tahu kalau penyebab Mamanya seperti ini adalah karena dirinya. Hal itu membuat Kaira memperkuat gigitan pada bibirnya hingga sedikit berdarah.

"Bentar." George mengeluarkan ponsel dari saku dan beberapa saat kemudian ia berbicara dengan orang di seberang telepon yang adalah Jairo. Kaira tidak terlalu memikirkan itu sebab pikirannya mengambil alih kesadarannya.

"Ji, lo bener-bener, ya. Lo parah banget kalo beneran nggak datang."

Perkataan George mendadak membuat Kaira menoleh, sepenuhnya keluar dari apa yang tengah ia pikirkan.

George yang tahu, sedikit melirik dan memutuskan untuk bangkit dan menjauh sedikit.

Tetapi sayangnya Kaira mengikuti cowok itu saat melihat kalau George sepertinya sudah tidak bisa mengatasi apa yang sedang ia bicarakan dengan Jairo. Kaira langsung merebut ponsel George.

"Ke sini sekarang!" perintah Kaira. Jika tadi ia sengaja hanya diam saat George membahas tentang Jairo agar bukan dirinya yang menelepon lelaki itu, kini malah Kaira sudah tidak lagi memikirkan apa yang sedang terjadi di antara mereka.

"Kai, Oji udah jelasin semuanya. Gue yakin Mama nggak bakal kenapa-kenapa. Mama bahkan masih sadar sampe sekarang, kan? Lagian ada lo sama Oji. Tenang, okay?"

"Emang seberapa penting apa yang lagi lo lakuin sekarang, sih?" Kaira menarik napas dan nada bicaranya melemah.
"Ini, Mama lo, loh, Ji."

"Iya gue tahu, Kaira. Tapi gue yakin Mama bakal baik-baik aja. Dan kali ini gue beneran minta tolong banget. Please temenin Mama, Kai. Demi gue."

"Seenggaknya untuk sekarang."Jairo menambahkan.

Kaira mematikan ponsel dengan emosi yang berusaha ia tekan. Mengembalikan ponsel pada George dan kembali duduk. Wajahnya mengeras, marah bukan main pada lelaki itu. Bisa-bisanya Jairo bersikap layaknya tidak punya otak dengan tidak segera datang kemari, padahal ini Mamanya yang sedang dirawat di rumah sakit. Apapun itu, Kaira berharap apa yang tengah dilakukan Jairo sekarang tidak berjalan dengan baik.

"Dia di mana?" tanya Kaira kemudian.

George terlihat bimbang untuk menjawab. "Rumah sakit. Mamanya Clara operasi."

Rasanya dada Kaira ditusuk jarum berkali-kali kemudian jantungnya digenggam dengan begitu erat sampai ia ingin menangis. Benar-benar muak dengan nama itu yang selalu menjadi alasan Jairo untuk berbuat sesukanya, lagi dan lagi. Saking kecewanya, air mata Kaira keluar walaupun wajahnya tidak menampilkan ekspresi apa pun. Darah yang keluar dari bibirnya pun semakin banyak hingga membuat George menyadari itu.

"Kai, bibir lo ...."

Kaira langsung bangkit dan berjalan pergi. George yang awalnya ingin menahan, selanjutnya mengerti bahwa gadis itu membutuhkan waktu untuk sendiri. Di satu sisi merasa bodoh karena menjawab pertanyaan Kaira tadi padahal ia bisa saja pura-pura tidak tahu.

🌍

poor kaira :(
jan lupa vomment yaaw :(
luv, zypherdust

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro