Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

-33⚡-

Jairo sudah berdiri di jejeran depan kelas XII, ketika lima belas menit sebelum pemberitahuan berakhirnya sekolah dibunyikan. Guru di kelasnya memang tidak masuk sehingga ia bisa keluar kelas sebelum waktunya. Semula George ingin ikut, tetapi tidak jadi karena Jairo menolak. Sesungguhnya berusaha memikirkan alasan yang bagus agar bisa berbicara berdua dengan lelaki yang sedang ia tunggu ini.

Tak berapa lama, para murid mulai keluar dari kelas di belakangnya. Beberapa di antara mereka menegur ketika melihat Jairo. Pun lelaki itu langsung mencegat Hessan begitu kakak kelasnya itu muncul di pintu.

"Kak!" serunya.

"Eh, Ji." Hessan balas menyapa Jairo.

Sebenarnya Jairo sering menunggu di depan kelas Hessan ketika pulang untuk berlatih bersama, begitu pun sebaliknya. Terkadang bersama teman mereka yang lain. Namun saat Hessan menangkap Jairo berdiri seorang diri di depan kelasnya lewat kaca jendela, ia beranggapan kalau lelaki itu mempunyai hal penting yang ingin dibicarakan dengannya.

Jadi Hessan menyempatkan berpamitan pada teman-teman sekelas yang biasa bersamanya keluar dari gedung sekolah, untuk pergi dengan Jairo.

Karena sepanjang perjalanan Jairo tidak berkata apa pun, Hessan akhirnya menarik kesimpulan bahwa yang tadi ia duga hanyalah perasaannya saja. Alhasil ia tidak lagi memikirkan apa yang hendak dibahas adik kelasnya itu dan mengajak Jairo untuk mampir ke kantin karena ia kehausan.

Sesudahnya mereka sampai di parkiran yang sudah lenggang. Saat itu baru Jairo membuka suaranya.

"Kak."

"Apa?" Hessan naik ke motornya, hendak menyalakan mesinnya tetapi terlebih dahulu menoleh sebab merasa cowok itu akan lanjut berbicara kalau mereka saling melihat.

Hessan bisa melihat Jairo mengatur emosinya ketika memikirkan kata-kata untuk kembali berbicara.

"Lo pacaran sama Kaira?"

Hessan menarik sudut bibirnya begitu mendengar pertanyaan tersebut. Sementara Jairo tampak kesal untuk alasan yang Hessan sendiri tidak bisa menebak apa. Tidak suka Hessan menganggapnya sebagai lelucon, raut Jairo berubah kering.

"Gue serius," tandas Jairo. "Kalo bener udah jadian sama dia, jangan buat masalah."

Hessan yang masih juga tidak bersuara, kali ini menaikkan sebelah alisnya.

"Gue respect sama lo, Kak. Tapi kalo lo buat dia nangis, gue nggak bisa kayak gitu lagi."

"Seenggaknya jangan sampe gue tahu!" Jairo berkata lagi dengan suara rendahnya yang mendadak penuh emosi.

Amarah Jairo bertambah karena Hessan terus diam sedaritadi. Tetapi sedetik kemudian Hessan menghela napasnya. Ia lantas menatap Jairo dengan pandangan seperti iba karena cowok itu tidak tahu apa-apa.

Dan Jairo benci itu.

"Seharusnya lo mikir, penyebab dia nangis itu apa," kata Hessan. Jairo sendiri merasa lebih baik lelaki itu tidak usah berbicara saja sekalian daripada membuatnya geram seperti ini.

Sebelum menjalankan motornya, Hessan menyempatkan menepuk pundak Jairo dua kali yang justru menyebabkan cowok itu harus mengepalkan tangannya karena murka.

🌍

Kaira dikejutkan dengan kehadiran Julia, Serhan, George, dan Jairo di rumahnya ketika ia baru pulang dari tukang pijat. Shaun tidak bisa datang sebab ada acara keluarga dan hanya memberi salam pada Kaira.

Kata Dinda, Jairo tadi sempat mengirim pesan menanyakan keberadaan mereka sekeluarga  dan memberitahu kalau ia dan yang lainnya ingin menjenguk Kaira. Dinda pun menyuruh Jairo membukakan rumah agar mereka bisa masuk menggunakan kunci cadangan yang ada pada lelaki itu.

Kini waktu sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Mereka berenam–termasuk Kaira, sudah selesai makan malam dari satu jam yang lalu dan kini sedang bermain monopoli di ruang tamu.

Ponsel Julia bergetar ketika gilirannya untuk mengocok dadu tiba. Beberapa saat kemudian dengan wajah malasnya, secara tidak langsung ia menyuarakan isi pesan itu. "Nyokap suruh balik. Besok pagi harus nemenin do'i ke pasar soalnya."

Sebagai satu-satunya perempuan yang mengunjungi Kaira, tentu saja segala bentuk rencana pengunjungan diaturnya. Pun ia menjadi  alasan apakah mereka memang sudah harus pulang atau tidak. Teman-teman lelaki Kaira dan Julia memang sangat pengertian dan rasa bertanggung jawab serta kewajiban untuk melindunginya tinggi, sehingga  mereka lansung memutuskan berhenti bermain dan pamit untuk pulang.

"Makasih, ya, gengs!" ucap Kaira. Selama satu hari penuh hanya di tempat tidur dan minyak yang terus digosoknya setiap saat pada kaki, membuat bengkaknya mulai turun. Dan walaupun sudah selesai dipijit, rasa sakitnya masih tersisa sedikit. Tetapi itu lebih baik sebab ia sudah bisa mengantar teman-temannya ke teras depan.

"Lo nggak balik, Ji?" tanya Julia karena setelah menemani dan memegangi Kaira ke teras depan, cowok itu terus berdiri di samping Kaira.

"Entar aja."

Julia tetap mengangguk walaupun wajahnya keliatan tidak rela. Kalau biasanya ia akan selalu mendukung sepasang remaja itu untuk berduaan, kali ini tidak. Sebab ia tahu apa yang dirasakan Kaira dan enggan sahabatnya itu semakin tidak nyaman.

Kaira seolah mengerti dengan yang dipikirkan Julia, jadi ia memberikan isyarat bahwa ia baik-baik saja dengan tatapan yang meyakinkan. Akan tetapi bukannya tenang, Julia malah semakin cemas karena Kaira melakukan itu.

Setelah empat teman mereka pergi, kedua orang itu masuk ke dalam. Jairo mengangakat kotak monopoli dari atas meja yang tadi sudah mereka bereskan, lantas ia menuntun Kaira kembali ke kamar.

"Masih sakit?" tanya Jairo setelah mendudukkan Kaira di tempat tidur.

"Dikit," ucap Kaira. Ia menarik selimut untuk menutupi sebagian kakinya. Kedua tangan mulai mengutak-atik ponsel.

"Kai."

Kaira memutuskan langsung mendongak begitu dipanggi Jairo daripada harus mendengar lelaki  itu memanggilnya berulang kali.

Jairo tahu ia harus minta maaf pada cewek ini. Selain karena melanggar janji yang dikatakannya dengan mulut besar, ia juga menyebabkan cedera pada sahabatnya itu. Ia ingin sekali mengucapkan permintaan maaf dan bahwa dirinya benar-benar merasa bersalah. Namun di satu sisi ia takut jika hal tersebut yang malah mengingatkan Kaira pada kekecewaan yang mungkin saja sudah tidak ia pikirkan lagi sekarang.

"Lo pacaran sama Kak Esa?"

Jairo mengutuk mulutnya sendiri karena kalimat yang keluar harus itu. Tetapi juga tidak menyesal. Setidaknya ia bisa mendapat kepastian dengan jawaban Kaira nanti. Dan sedikit menaruh harapan bahwa gadis itu akan berkata sesuai dengan pemikirannya.

Namun Kaira hanya diam. Kendati demikian mereka saling bertatapan. Jairo dengan was-was menanti jawaban dan Kaira yang bingung harus mengatakan apa. Diam-diam ada sedikit keinginan jika Jairo beranggapan bahwa ia dan Hessan memang berpacaran. Sebab ingin mengetahui bagaiamana reaksinya.

Di sisi Jairo, rahangnya langsung mengeras karena Kaira tidak menjawab apa pun tetapi tetap balas menatapnya. Tidak tahu karena apa, tetapi ia sudah bisa menebak jawabannya dari tingkah gadis itu.

Dengan menahan rasa berang dalam dirinya, Jairo mengucapkan satu kalimat sebelum keluar dari kamar Kaira. "Semoga langgeng."

Sedangkan Kaira yang sedari tadi menahan napas, langsung melemahkan badannya ketika pintu tertutup. Mendadak perasaan sesak memenuhi rongga dada sehingga ia harus menghirup oksigen sebanyak-banyaknya jika tidak ingin menangis. Kalimat terakhir Jairo rasanya terus bertengger di kepala Kaira. Dan untuk kesekian kalinya, helaan napas terdengar.

Emang apa yang lo harepin sih, Kaira?


🌍

kak esa meresahkan ya😳


btw, update lagi aing😁
met baca gengs
jan lupa vomment😘
luv, zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro