Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cewek Cantik dari Jurusan Fisika

- Surabaya, 1987 -

Kamar Syams dan Tutut sebenarnya tidak kecil. Hanya saja barang-barang di ruangan itu yang besar dan banyak. Dibalik pintu ada banyak baju berbagai ukuran menggantung. Kata mereka, baju itu masih bersih dan bisa dipakai. Sebenarnya itu hanya dalih untuk mengurangi cucian. Maklum, mereka berdua harus mencuci sendiri bajunya.

Tepat di samping pintu terdapat dua lemari baju yang sama besarnya. Di depan lemari terdapat jendela besar sebanyak 3 buah. Dibawah jendela ada rak buku yang sudah hampir melengkung karena kelebihan beban. Bergeser lagi terdapat sebuah kasur susun dari kayu jati. Di bawah kasur masih ada beberapa kardus berisi peralatan pertukangan, buku-buku dan alat menggambar. Di samping kasur terdapat meja ala kadarnya, lebarnya tidak sampai dua lengan orang dewasa. Bergeser lagi di samping pintu terdapat sebuah meja gambar teknik yang cukup besar. Beruntungnya masih ada sisa tempat yang cukup besar di tengah.

Setidaknya Tutut cukup berbangga diri, kamar mereka cukup rapi dan tertata. Tak hanya itu teman sekamar Tutut yang bernama Syams juga sangat kooperatif. Selain sama-sama satu almamater, mereka kuliah di gedung yang sama meskipun berbeda jurusan. Maklum, kampus mereka baru berumur sebiji jagung dari kampus sebelah yang sudah ada sejak jaman Belanda. Apalagi Tutut bisa masuk ke jurusan bonafid. Meskipun pamornya tidak sebesar Teknik Mesin dan Teknik Perkapalan.

"Tut, kamu kok senyum-senyum sendiri kayak orang gila? Pasti berkhayal yang aneh-aneh" Kepala Syams tiba-tiba muncul dari ranjang atas. Mengagetkan Tutut yang sedang asyik melamun.

"Enak aja, jangan asal tuduh. Kualat kamu nanti," balas si pria yang tidur di ranjang bawah.

"Iya deh iya. Kamu tau gak? Ada cewek cantik di jurusan Fisika." Informasi dari Syams kini menggelitik pendengaran dan rasa penasaran Tutut.

"Kamu ini doyan ngeliatin cewek cantik melulu. Tobat Syams, tobat!" tolak Tutut.

"Tapi yang ini beda Tut, dia anak FMIPA tapi penampilannya kayak anak arsitek yang elegan. Aku paham kok, seleramu sama cewek cantik yang elegan ala-ala anak orang kaya kan? Kebanyakan anak arsi kan seperti itu. Tapi aku tahu kok duitmu terlalu sedikit buat pacaran sama mereka." Untuk kesekian kali Tutut merasa tertohok dengan kata-kata teman sekamarnya. Yang membuat semua jadi menyebalkan, karena semua itu kenyataan. Tutut terlalu miskin untuk berpacaran dengan teman satu angkatannya yang pulang pergi naik mobil sedan. Sedangkan Tutut hanya bisa naik angkot atau sepeda motor butut.

"Emang kenapa sih? Kamu ingin pacaran sama anak Fisika itu?" tanya Tutut.

"Aku sedang mencarikanmu jodoh! Aku yakin 100%, cewek ini jadi jodohmu!" jawab Syams penuh keyakinan.

"Iya deh terserah nanti tunjukkan saja waktu di kampus," balas Tutut tidak peduli.

Tutut berpikir kalau Syams hanya bercanda. Tapi teman sekamar Tutut benar-benar serius ingin menunjukkan cewek cantik dari jurusan Fisika itu. Bahkan Syams rela mengajak Tutut berdiri di samping kantin kelas TPB.

Gedung TPB yang berbentuk L bertingkat dua lantai. Kantin TPB tepat di perbatasan gedung Doktor Angka, semua orang yang akan menuju gedung rektorat dan masjid pasti akan melewati kantin dan gedung Doktor Angka. Meskipun posisi kantin berada tepat dibawah tangga, posisinya tepat di sebelah jalan penghubung gedung Doktor Angka dan gedung TPB. Tempat yang pas untuk memantau para mahasiswa yang baru selesai kelas TPB.

"Bentar lagi anak Fisika keluar. Dia masih anak semester 3 kalo enggak gitu dia masih Maba." Syams kembali menghujani Tutut dengan informasi si cewek cantik.

Meskipun agak terganggu, tapi Tutut memilih diam. Tidak ada salahnya menengok cewek cantik. Kalau memang benar cewek itu jodoh, Tutut yakin mereka akan bertemu lagi. Tapi kalau bukan, Tutut juga tidak rugi. Cowok itu yakin masih ada banyak cewek di luar sana yang mau dinikahi Tutut.

Sambil makan bakso dan menyeruput kopi, Tutut memperhatikan lorong kelas TPB yang ramai. Rasa bakso di kantin bukan yang paling enak, tapi cukup mengenyangkan perut kecil berkantong tipis seperti Tutut. Ditemani kopi Tutut mulai melihat-lihat gaya para mahasiswa yang lalu lalang. Kebanyakan dari mereka mengenakan kemeja. Menggunakan celana kain bagi laki-laki dan rok sepanjang betis atau lutut bagi perempuan.

Tiba-tiba Syams menepuk pundak Tutut.

"Tut, itu tuh dia lewat!" seru Syams sambil berbisik menunjuk seorang cewek.

Cewek itu memang benar-benar cantik. Menggunakan celana cokelat yang pas, sepatu kets dan kemeja merah tua yang serasi. Tak hanya itu, rambut model bob sebahu menambah kecantikan cewek itu. Tutut hanya bisa menganga dan merasakan jantungnya mulai berdegup kencang.

"Iya Syams, dia beneran cantik," celetuk si Tutut.

"Apa ku bilang, kamu pasti tertarik sama dia." Syams mengangguk setuju.

"Tapi masih lebih cantik cewek di kelasku Syams," bantah Tutut.

"Memangnya kamu kuat pacaran sama cewek yang tiap hari naik mobil sedan?" ledek sepupu Tutut.

Tutut menatap jengah sepupu sekaligus teman sekamar yang laknat ini. Entah kenapa ia bisa betah tidur sekamar dengan Syams. Salah satu alasannya karena Syams jenius yang bisa mengajari Tutut mata kuliah Kalkulus 1 dan Kalkulus 2. Kalau bukan karena Syams, Tutut tidak akan lulus dari dua mata kuliah mengerikan itu.

Tutut berdiri setelah menghabiskan bakso dan kopi segelas.

"Syams, aku bayar SPP dulu terus jalan satu trayek," pamit Tutut.

"Jangan lupa setoran! Nanti aku lagi yang dimarahi ibumu gara-gara kamu enggak kasih uang setoran," balas Syams.

Kedua pria itu saling berpisah. Seperti katanya, Tutut menuju gedung administrasi yang ramai.

Pada awal semester, gedung administrasi biasa di penuhi mahasiswa yang mau membayar uang kuliah. Karena kampus Tutut adalah kampus teknik, tentu saja mayoritas yang antre adalah laki-laki. Barisan para lelaki yang baru lepas dari masa remaja itu menjadi pemandangan horor para mahasiswa perempuan. Terlebih aksi dorong peluk di antrian para pria ini bisa menjadi pengalaman traumatis tersendiri bagi perempuan yang terjebak antrian.

Tak ayal beberapa teman wanita seangkatan Tutut berdiri di bawah pohon yang letaknya agak jauh dari antrian. Mereka ingin membayar uang kuliah tapi juga tidak ingin terjebak dalam antrian gila itu.

"Hai, gak bayar uang kuliah?" sapa Tutut yang pura-pura tidak mengerti situasi.

"Oh untung kamu di sini Gatra. Tolong kita dong," balas salah satu teman angkatan Tutut.

Berbeda dari Syams memanggilnya "Tutut", di kalangan teman mahasiswanya, Tutut biasa di panggil dengan nama "Gatra".

"Yaudah sini kartu sama uangnya, biar aku antri-kan ke loket. Besok pas kuliah Rupa Dasar, aku kembalikan kartunya," tawar Tutut penuh senyum kewibawaan.

"Wah makasih banyak ya Gatra, besok aku traktir makan bakso deh," ucap salah satu teman angkatan Tutut yang memberikan kartu pembayaran. Senyum lebar yang manis terpeta jelas di wajah wanita itu. Membuat Tutut ikut tersenyum mensyukuri nikmat yang ada di depannya.

"Makasih ya Gatra, kamu baik sekali," ucap teman Tutut yang lain.

Satu per satu teman Tutut memberikan kartu pembayaran dan uang untuk membayar kuliah. Tak lupa senyum manis yang menaikkan semangat Tutut. Setelah semua kartu pembayaran terkumpul, tak lama teman-teman seangkatan Tutut mulai pamit pergi. Dari dalam hati Tutut bersyukur punya teman-teman seangkatan yang cantik-cantik meskipun jumlahnya tidak banyak.

Sebelum menuju antrean loker pembayaran, Tutut menata satu per satu kartu pembayaran dan uang kuliah teman-temannya, memastikan tidak ada yang terlewat. Saat asyik menata tiba-tiba seorang cewek mendekati Tutut dan ikut menyodorkan kartu dan uang.

"Permisi mas, boleh minta tolong?"

Saat Tutut menatap cewek itu, ia hanya bisa menelan ludah. Cewek yang baru saja di tunjukkan Syams di kantin TPB kini berdiri di hadapannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro