Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

80. Antara Dua Rasa

            Undangan dari Liani mengejutkan sekaligus sedikit melegakan bagi Sha. Dia belum pernah bertemu langsung dengan mantan model dari pemilik agensi terkenal tersebut. Ditambah lagi, dia akhirnya memiliki kesempatan bertemu tanpa harus repot-repot mencari celah.

Meskipun jelas tahu maksud dari undangan melalui chat itu, Sha tetap perlu menyiapkan mental. Ayah mengajarinya agar tak mudah gentar pada siapa pun juga, itu prinsip yang sejak kecil dipegangnya. Namun, berhadapan dengan ibu pacarmu, mantan pacar tepatnya, bukanlah hal mudah.

Omong-omong, hubungannya dengan Drew putus. Meskipun rasa sakitnya masih tetap sama, Sha sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari. Nasihat Ibu memang benar, perbedaan yang teramat besar, akan sulit disatukan. Celaka, Sha telanjur mengabaikan wejangan dari ibunya. Maka, dia harus memperbaikinya segera.

Kini, Sha berdiri di sebuah hotel bintang lima tak jauh dari salah satu cabang agensi Liani. Wanita yang namanya belum redup itu memang melakukan janji temu di tempat ini. Dia mematung tak jauh dari lobi, tengah mempertimbangkan apa perlu menelepon atau mengirimkan chat. Di saat kebimbangan masih menguasainya, seorang perempuan yang nyaris setinggi dengannya, datang menghampiri dengan wajah cantik mengulas senyum. Dia menanyakan identitas Sha lalu menuntun ke sebuah lounge yang bersifat privasi.

Drew dan Liani memiliki banyak kesamaan, salah satunya menunjukkan kemewahan. Perempuan tadi yang membawanya singgah di salah satu pintu ruangan dan mengetuk sekali. Hanya dalam sekian detik, pintu jati kehitaman tersebut, menguak lebar. Sha mengambil langkah kecil seraya diam-diam menarik dan mengembuskan napas.

Ruangan bernuansa monokrom ini ditata cukup mewah. Lantai marmer hitam yang dipijaki senada dengan warna sofa empuk kecil di tengah-tengah ruangan. Sha tidak bisa memindah segala objek di sekitarnya sebab wanita ramping berwajah cantik dan tirus, bangkit dari duduk dan menyapa singkat. "Kamu bisa duduk di sini."

Dalam beberapa kesempatan, Sha melihat wajah Liani di sejumlah akun gosip. Beliau selalu tampil cantik, tetapi bertatapan langsung, sulit sekali menahan diri untuk tidak melontarkan pujian. Sha bergerak dan duduk. "Ibu memang cantik banget."

"Liani saja.." Sepasang mata hitam tersebut, sekilas melirik penampilan Sha. "Tak lama lagi, makanan akan datang."

Sha mengernyit. Apakah itu sekadar basa-basi? Memang percakapan mereka akan sebegitu panjang hingga perlu merangkainya dengan makan bersama? Sha tentu tidak melewatkan tatapan penilaian dari perempuan berkuku cantik tersebut. "Jangan sampai aku merepotkan Anda."

Liani mengibaskan jemari lentiknya. Tepat saat itu, seorang perempuan berseragam khas hotel ini masuk sembari mendorong sebuah troli makanan. Wadah berisi steak menguarkan aroma daging lezat.

"Pantas saja Drew mendekatimu." Liani lantas mengambil sepasang peralatan makan dan menjangkau steak di wadahnya. "Kamu, secantik mantan-mantannya."

Tiba-tiba, Sha diserang perasaan keki. Dia tidak tahu berapa banyak mantan Drew. Setahunya, Rissa yang paling lama dipacari. Meski begitu, dia tetap tak ingin disamakan dengan semua perempuan yang pernah bersama Drew. Secantik apa pun mereka. "Anda enggak perlu memuji secara berlebihan."

"Aku enggak sedang memuji. Aku mengutarakan fakta." Dengan keanggunan perempuan kraton, Liani memotong daging streak dan memasukkan ke mulut. "Andai kita bertemu beberapa tahun lalu, aku akan menawarimu untuk datang ke agensiku. Wajahmu begitu menjual."

Wadah kepunyaan Sha belum juga tersentuh. Dia yakin sama sekali tak mampu menelan makanan ini, betapa pun menggiurkannya. Sha tak percaya, Liani bisa dengan mudah dan santainya menyantap steak.

"Harusnya kamu coba steak itu." Liani berujar dengan nada menegur. "Dagingnya lembut dan rasanya sehebat aroma yang kamu hirup sekarang ini."

Tanpa suara, Sha melaksanakan titah tersebut semata-mata untuk bertindak sopan. Hanya dalam gigitan pertama, dia tersentak oleh rasa nikmat. Deksripsi yang diutarakan Liani betul adanya. Namun, dia menahan diri agar terus menyantap. Ada hal lebih serius yang perlu mereka bicarakan. Pada saat dia melengak, Liani pun menyambung kontak mata di antara mereka.

"Saat tahu Drew menjalin hubungan dengan seseorang asing, aku berusaha mendiamkan. Drew memang bukan jenis lelaki yang senang mempermainkan perasaan wanita, tapi aku mengenalnya, enggak semua perempuan memahami keegoisannya. Lalu, aku begitu marah ketika dia mengambil keputusan besar dengan mendepak Rissa dari hidupnya. Semestinya, kalian enggak seserius ini."

"Aku bisa memahami perasaan Anda."

Perempuan yang menghentikan aktivitas makannya itu, segera mengambil serbet dan mengelap sudut bibir. Dia melengkan kepala lalu berkata, "Salah. Kamu enggak menyadari apa yang kamu lakukan, Eisha. Mungkin kecantikanmu bisa menyamai Rissa, tapi kamu penuh kekurangan."

"Anda pasti tahu semua detail tentangku, kan?" Sha bersikeras menahan rasa nyeri di hati.

"Aku seorang Ibu yang memastikan betul anak-anaknya harus mendapatkan pendamping yang sepadan. Bertahun-tahun, aku menjalani hidup begitu keras agar bisa mendapatkan kesempurnaan. Aku menyukai ketika media terus-menerus menyorotku. Untuk itu, aku harus mendapatkan apa yang orang-orang inginkan. Kesempurnaan, Eisha. Dan, kehadiranmu merusak semuanya."

Sha mengangguk pelan. Dia menjalin kedua tangan di meja. Aroma steak enak itu seketika lenyap. "Aku minta maaf kalau begitu."

"Buka, bukan seperti itu yang aku inginkan. Kamu harus menjauhi Drew."

Alis Sha mengerut ketika mendengar kalimat barusan. Apakah itu permohonan atau ancaman? "Kalau Anda menginginkanku pergi, itu enggak akan terjadi." Sha berkata dengan tegas. Namun, tidak ada yang berubah dari raut perempuan yang masih menunggunya melanjutkan kalimat. "Aku enggak akan meninggalkan CRIMSON, apa pun ancaman yang akan Anda lakukan padaku."

"Kamu enggak bisa diajak kerja sama, ya, Eisha?"

Demi menjawab pertanyaan sinis tersebut, Sha mengangkat dagu dan menatap tajam Liani. Dia sama sekali tak gentar pada perempuan yang sudah menorehkan luka besar hanya dalam pertemuan singkat ini. "Memangnya Anda bakal membayarku berapa?"

Liani tertawa kecil. Tatapannya masih terus memaku Sha. "Aku enggak akan mau punya menanti sepertimu, tapi enggak hanya cantik, kamu punya otak juga. Sebenarnya, aku bisa melakukan apa pun, termasuk menyingkirkanmu. Hanya saja, aku enggak bertarung dengan seseorang yang enggak memiliki kuasa apa pun."

Sha membalas dengan mantap. Tanpa keraguan sedikit pun. "Aku memang enggak bisa mengandalkan siapa-siapa. Pegawai biasa sepertiku mungkin akan takluk padamu. Anda harus tahu, pergi ke mana pun, aku selalu bisa bertahan."

"Oke." Lekas, Liani bangkit dari mejanya. Sebelum beranjak, dia melontarkan kalimat lagi, "Ingat kata-kataku tadi, Eisha. Aku enggak akan sudi menerimamu sebagai menantu."

Tak lama setelah Liani pergi, Sha pun beranjak dari ruangan ini. Tubuhnya tegap meninggalkan gedung ini. Akan tetapi, baru sampai di luar bangunan hotel, tangisnya pecah. Dia segera bergerak menuju salah satu pohon besar di sudut halaman luas bangunan tersebut.

Ucapan Liani semestinya tidak memiliki efek menyakitkan seperti ini. Dia semestinya bisa membentengi dirinya dari serangan kalimat pedas perempuan tersebut. Nyatanya, Sha gagal dan berakhir menyedihkan begini. Dia begitu ingin melempar pertanyaan apakah jatuh cinta pada Drew sungguh-sungguh salah? Dia menahannya karena tak ingin mendapatkan penghinaan lebih lanjut.

Seraya memegangi dada, Sha akhirnya bangkit dan mengusap air mata. Ternyata dia memang serapuh ini. Atau mungkin, dia memang begitu cengeng. Sha menyeka wajahnya dengan cepat. Ketika akan melangkah, dia dikejutkan dengan sosok yang tak jauh di depannya.

Perempuan montok itu terus menatap. Perempuan yang belakangan sempat menjauh karena Sha memilih bersama Drew. Untuk beberapa detik, Anne menunduk dan kembali melengak. "Kamu barusan bertemu dengan Liani?"

"Masih perlu memastikannya, Anne?"

Anne membasahi bibir lalu melangkah sedikit demi sedikit. "Mau mengobrol sebentar denganku?"

"Buat apa? Untuk menyakitiku lagi?" kehadiran Anne serta-merta menguapkan rasa kesalnya. "Sekalian di sini aja. Sebelumnya, aku udah terbiasa digosipin di kantor, jadi dicemoohan di mana-mana, aku udah enggak peduli lagi."

"Sha!" Anne memberengut. Lalu, tanpa Sha sangka, perempuan yang mendekatinya langsung memeluk. Dia bergetar ketika mengatakan, "Maafin aku, Sha. Teman macam apa yang bikin temannya menderita."

"Kenapa kamu baru sadarnya sekarang, sih, Ne?" air mata Sha kembali mengalir. Dia tidak lagi memiliki tenaga untuk memberontak atau pun sekadar marah-marah pada temannya ini. Lagi pula, dia terlampau lelah merasa sendiri. Pelukan erat ini menandakan hubungan mereka akan segera membaik.

***

Pinrang, 23 November 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro