Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Labil

"Kamu pengin laporin aku polisi, ya?"

Setelah pencarian beberapa hari, ditemukan juga perempuan misterius yang ada di video. Mikhayla namanya. Dia memang pelanggan kelab. Drew pun meminta nomor perempuan yang belakangan ini membuatnya frustrasi.

Kini, mereka bertemu di tempat yang sudah Mikhayla pilih. Kedai kopi yang cukup jauh dari CRIMSON. Selang lima menit setelah Drew sampai, perempuan itu pun muncul. Penampilannya jauh berbeda dari di kelab yang siang ini mengenakan jin dan sweter rajut berwarna kuning pucat serta topi. Penampilan tertutup itu seolah hendak menyembunyikan identitasnya. Mikhayla menunjukan salah satu tempat. Untungnya, tiap meja disekati partisi yang lumayan tinggi. Drew bisa mengobrol dengan puas.

"Aku enggak ingin masalah ini berlarut-larut." Hanya membebani pikiran Drew saja. Lalu, dia menyesap kopi hitamnya yang pahit. Meski dia bukan penikmati kopi, tetapi minuman ini tidaklah buruk.

"Lalu?" Ah, tentu. Aku berutang maaf, kan?" Dengan jemari lentiknya, Mikhayla mengibaskan rambut kemerahan tersebut. Penyamarannya di kelab waktu itu memang totalitas. Hal itu yang membuat pihak kelab agak kesulitan mengentifikasi wajahnya.

"Bukan. Bukan itu." Drew mengetuki bagian tengah gelas. "Aku pengin informasi tentang orang yang menyuruhmu melakukan itu."

"Awalnya, aku memang disuruh. Tapi, aku melihatmu sebagai target yang seksi banget. Well, hari ini, juga, sih." Mikhayla menelengkan kepala. "Kapan-kapan, kita bisa hang-out bareng, lho."

Usulan yang tidak lagi menarik. Betapa pun perempuan ini jauh lebih cantik ketika menanggalkan penyamarannya. "Kamu dibayar, kan? Aku bisa membayar dua atau lebih dari itu."

Mikhayla mengernyit. Bibir penuh yang dipoles lipstik berwarna nude menguakkan senyum lebar. "Drew, aku punya kerjaan yang oke. Aku terdaftar sebagai langganan di ruang VIP bukan karena simpanan sugar daddy. Omong-omong, kamu udah punya pacar, enggak, sih?"

"Oke, aku minta maaf." Drew mengerling pada layar ponsel. Dia tidak ada janji lain hari ini. Namun, menemani Mikhayla mengobrol tanpa tujuan bukanlah sesuatu yang menyenangkan. "Aku masih belum yakin kamu melakukannya dengan suka rela."

Perempuan itu menaikkan bahu. Seraya menenggak minum, mata hazelnut tersebut tak pernah lepas dari Drew. "Pertama, aku sedang membantu teman yang pernah menjalin hubungan denganmu. Kedua, you're the fucking hot." Mikhayla melepas desah ketika menggenggam gelas. Wajahnya berubah cemberut. "Aku menyesal kenapa cuman sekadar menciummu."

"Kamu enggak sekadar cantik, tapi juga cerdas. Sayang, aku enggak bakal tertipu lagi dengan ucapanmu itu."

Mikhayla tertawa. Tidak ada nada mencemooh. Dengan bertelekan siku di kursi, perempuan itu lantas melepas topi. "Drew, kamu belum menjawab pertanyaan yang tadi. Kamu udah punya pacar?"

Drew menahan dongkol. Untuk meredakannya, dia memejam untuk sementara waktu. "Katakan dulu, siapa orang itu."

"Kamu enggak ada rencana pengin memparpanjang ini dengan melapor ke polisi. Jadi, apa yang harus aku lakukan? Karena, Drew, aku enggak akan membongkar rahasia temanku ini. Tapi kalau kamu bersikeras ingin tahu detail, aku cuman bisa bilang, hubungan kalian singkat hingga temanku ini akhirnya sakit hati. Secara pribadi, aku minta maaf karena masalah ini melibatkan beberapa orang."

"Enggak perlu. Kamu enggak menyesal sama sekali." Sungguh, Drew ingin mengetahui sosok di balik kejadian ini. Namun, Mikhayla bukan jenis perempuan yang mudah diancam. Otaknya sedang menggali informasi. Akan tetapi, tidak ada kenangan yang mampu membawanya pada sebuah nama. "Omong-omong, aku enggak punya pacar." Di depannya, Mikhayla menaikkan alis. "Serius, aku enggak ingin lagi terlibat denganmu."

"Kamu enggak asyik, deh." Mikhayla mendengkus. "Apa aku mesti membuat video permintaan maaf?"

"You should be."

"Kalau itu mah gampang." Setelahnya, Mikhayla menunduk dan mengaduk-aduk isi tas. Sekian detik, kartu berukutan mini terulur. "Hubungi aku kalau sewaktu-waktu membutuhkan teman untuk mengobrol."

Drew hanya memandangi kartu tersebut. Nama lengkap perempuan itu tertera dengan jelas. "Wow. Desainer grafis?"

"I told you, aku punya kerjaan yang oke. See you next time, Drew."

Tidak ada lain kali. Drew berjanji pada dirinya sendiri. Meski begitu, dia tetap mengambil benda yang Mikhayla berikan. Untuk sementara waktu, Drew masih bertahan di tempat ini dengan memilih menu lain.

Rasa penasaran dengan perempuan yang sakit hati padanya masih cukup memengaruhi Drew. Hubungannya dengan tiap perempuan selalu berakhir tanpa masalah. Drew bukan tipe lelaki yang hanya mencari kenikmatan semata. Dia mengejar perempuan jika memang yakin. Kecuali, ada ketidakcocokan, maka Drew memastikan mereka berpisah dengan baik-baik.

Drew meraup ponsel yang sejak tadi hanya tergeletak di meja. Tadinya, Agnes adalah orang yang ingin dihubungi. Sampai matanya menangkap nama kontak lain di sana, dia berubah pikiran. Beberapa waktu lalu, Agnes menyebutkan tentang penyedia jasa curhat. Karena penasaran, Drew mengetikkannya di mesin pencari dan menemukan tiga artikel terkait.

Apakah Drew ingin mencobanya? Belakangan, bersenang-senang bersama Alby dan yang lainnya mulai membosankan. Agnes dan Will cukup sibuk. Drew enggak mengganggu Rekza. Teman paling pengertian yang begitu menikmati kebersamaan dengan istrinya.

Sudah cukup lama Drew merasa kesepian. Pekerjaannya baik-baik saja. Rutinitas yang padat memang melelahkan, tetapi dia menyukainya. Drew enggak menceritakan ini pada Alby sebab rekannya satu itu akan berasumsi yang tidak-tidak. Misalnya saja, dia akan mengungkit tentang Drew yang masih belum memiliki pacar.

Tawaran Mikhayla, jujur saja, terasa menggiurkan. Perempuan itu cantik. Dari obrolan singkat tadi, Mikhayla bisa menjadi teman kencan yang menyenangkan. Akan tetapi, dia benar-benar lelako dungu jika tidak belajar dari insiden kemarin.

Usai membuang embusan napas, Drew kemudian menekan nomor yang berinisial N itu. Demi mendapatkan nomor tersebut, dia harus membuat akun lain untuk bergabung dalam sebuah grup social media.

Nada sambung mulai terdengar. Saat menunggu, Drew perlahan-lahan dihinggapi pertanyaan; Kenapa dia harus melakukan ini? Apakah kondisinya sudah memprihatinkan? Dia... dia sejatinya memiliki banyak kenalan, kan? Semestinya, Drew langsung saja ke tempat Will. Tak peduli, kakak tertuanya itu...

"Halo?"

Lembut suara itu menghentakkan Drew dari seputar pertanyaan yang terus muncul dari benaknya. Dia pun menjawab. "Hai, aku Andi."

Jawaban Drew menyusul secepatnya dengan nada kebingungan. "Maaf, tapi Andi yang mana?"

Untuk sesaat, Drew mulai ragu. Dia melirik nomor pada layar ponsel. Apa ada kemungkinan nomor dihubunginya salah sambung. Lekas, Drew menjelaskan. Jika memang salah sambung, percakapan ini akan berakhir secepatnya.

Perempuan di seberang menjawab setelah jeda pendek. Lawan bicaranya bahkan hendak menawarkan persyaratan sebelum mereka mencapai kesepatakan. Drew kembali ragu. Kenapa tawaran Mikhayla masih lebih masuk akal daripada menelepon seperti ini. Namun, Drew malah berkata, "Ya, aku pengin tahu persyaratannya."

"Aku menerima curhat apa pun selain yang berbau mesum." Perempuan di seberang menjawab dengan lancar. "Sesi curhatnya dua sampai tiga minggu sekali dan dimulai pukul delapan."

Dua sampai tiga kali seminggu? Apa Drew akan nyaman melakukan percakapan dengan orang asing? Tiba-tiba, Drew memotong ketika lawan bicaranya berpindah pada peraturan lainnya. "Gimana kalau ujung-ujungnya, kesepakatan kita malah membosankan?"

"Kamu bisa mengakhirinya begitu saja. Tapi, kamu tetap harus membayar."

Sepasang mata Drew terkatup. Begitu saja, dia mengakhiri sambungan telepon. Dia pasti gila jika membayar orang lain hanya demi obrolan yang tak bermutu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro