Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

74. Keyakinan

            Taman CRIMSON menjadi tempat Sha menghabiskan Croation Salad-nya. Tadinya, dia hanya ingin ke kantor jauh lebih cepat. Lalu, ketika sedang menaiki taksi online, Sha membukan laman IG dan menemukan kafe yang meski belum buka, tetap menawarkan pesanan antar lebih cepat. Kebetulan, salah satu menunya salad-nya membuat penasaran.

Pesanan itu datang setelah beberapa waktu Sha menunggu di lobi. Kemasan makanan tersebut begitu menarik dan lucu. Dua hal yang begitu saja mengingatkannya pada area taman. Segera, dia bergegas ke tempat tersebut.

Sembari menikmati rasa asam lemon dan yoghurt dari salad tersebut, Sha membuka Ipad dan membaca novel. Hanya berupa novel ringan bertema persahabatan. Dia memang menghindari cerita berat, entah itu fiksi maupun nonfiksi. Isi kepalanya masih sulit memikirkan hal berat lainnya.

Kesejukan taman pagi hari membuat Sha jauh lebih segar dan bersemangat hari ini. Usai menghabiskan isi salad, wadah kosong yang menyisakan sedikit kuah salad itu, kini dibuangnya ke tong sampah.

Lima menit sebelum pukul delapan, area kantor jauh lebih ramai ketimbang 30 menit yang lalu. Sha mengecek ponsel ketika beranjak meninggalkan taman. Namun, langkahnya mendadak berhenti ketika sepasang sepatu hitam mengilat tampak dalam penglihatannya. Dia melengak dan menjengit karena pemilik sepatu tersebut adalah Drew.

Tuhan, hati Sha belum pulih untuk bertemu langsung dengan lelaki yang berada di depannya, begitu lekat menatap. Dia mendeham kecil kemudian bergerak ke kanan. Dia tak boleh larut dalam kesedihan. Meski patah hatinya begitu menyakitkan, jalan untuk melupakan lelaki itu tetap ada. Langkahnya terhalang karena Drew rupanya bergerak ke arah yang sama. Lagi, saat Sha melangkah ke sisi lainnya, Drew pun mengambil jalur yang sama.

Sha mendongak, bersiap-siap melontarkan kalimat dengan menyilakan Drew bergerak lebih dulu. Namun, sebuah suara tak dikenal, lebih dulu menyahut. "Klise banget. Kamu, kan, bisa ngasih jalan ke Drew?"

Perempuan yang berjarak semeter lebih menunjukkan wajah mencemooah. Omong-omong, Sha tidak mengenali perempuan yang berblazer kotak-kotak tersebut. Semenjak fitnah mengenai dirinya menyebar, semakin banyak orang berusaha untuk ikut campur padahal mereka tak saling kenal.

"Itu urusan Eisha. Kamu kenapa tiba-tiba nyeletuk?" Drew membalas yang membuat perempuan tadi salah tingkah. "Lain kali, jangan mencampuri urusan orang lain. Paham?"

Sepeninggal perempuan berambut cokelat tersebut, Drew kemudian berbalik pada Sha yang malah terpana melihat adegan tadi. "Rasanya, udah lama banget kita enggak ketemu, ya, Eisha?"

Hampir dua minggu mereka tidak saling menyapa satu sama lain. Setelah kabar pertunangan yang menyebabkannya patah hati, Sha terus berdoa agar tak memiliki kesempatan bertemu lelaki ini. Suatu waktu, Sha begitu ingin melihat Drew meski dari jauh, tetapi berusaha menghentikan keinginan itu. Dia ingin lepas dari cengkeraman rindu yang kian lama semakin membelenggunya dalam penderitaan. "Masa? Aku enggak ngitung, sih."

"Kamu enggak sibuk, kan? Aku pengin bicara sebentar."

Konyol sekali karena Sha ingin mengiayakan ajakan tersebut. Beruntung, otaknya memberikan perintah agar segera kabur dari tempat ini. "Aku ada meeting di ruang editorial."

"Sebentar aja."

"Enggak bisa."

Drew mengedik. "Aku bisa menelepon Indri agar mengizinkanmu terlambat beberapa waktu."

"Drew!" Sha mendadak panik. Dia melongok ke kanan dan ke kiri. "Tolong, ya, jangan bikin aku dalam masalah lagi."

Tampak tak terpengaruh pada ucapan Sha, Drew pun membalas, "Kamu pengin kita ngomong di mana?"

Mereka menuju gudang yang berada tak jauh dari taman, tetapi tersembunyi dari jangkauan orang-orang yang masih berada di taman. Sha mengamati keadaan sekitar bangunan gudang. Area ini tak pernah dikunjungi sebelumnya. Sha masih melayangkan pandangan demi memeriksa ke sekeliling ketika melemparkan pertanyaan, "Mau ngomong apa?"

"Aku udah putus sama Rissa."

Ucapan yang sontak mengejutkan Sha hingga tak sadar langsung berbalik demi mendapati Drew, kedua tangan tersebut melesak ke saku celana chino hitamnya. "Putus? Kamu baru aja tunangan sama Rissa, trus putus lagi?"

"Karena aku enggak bisa membohongi perasaanku, Eisha. Bukan dia, tapi kamu yang aku cintai."

"Menurutmu, aku bakal senang mendengar kabar ini, Drew? Kalau enggak cinta, harusnya kamu tolak waktu itu tawaran mamimu."

"Serius, kamu enggak senang mendengar kabar ini? Aku memutuskannya karena ingin kembali denganmu."

"Dibanding Rissa, kamu hanya mengenalku beberapa bulan saja. Apa yang bikin kamu yakin untuk kembali padaku sementara tiap kali marah, aku bakal mengancam untuk putus?" Sha menggeleng lemah. "Kamu mengambil banyak risiko dengan mencoba untuk kembali padaku."

Tangan Drew bergerak untuk menjangkau tangan Sha. Untungnya, pegangan itu tak terputus. "Bilang sekarang juga kalau kamu udah enggak cinta sama aku. Katakan, kamu enggak ingin lagi melihatku."

"Drew, kondisi kita enggak memungkinkan untuk bersama. Aku sama kamu begitu berbeda," Sha mengucap pelan. Dia lelah karena Drew sulit untuk memahami kondisi mereka.

"Beri aku kesempatan, aku akan berusaha untuk membuktikan jika hubungan ini layak diperjuangkan?"

"Kamu ingin membuktikan apa sama Ayah? Aku enggak ingin kamu makin berseteru dengan mamimu karenaku, Drew."

Lelaki yang matanya mendadak berkaca-kaca itu mendekat. Dua tanganya kini berpindah di pundak Sha. Seraya menunduk, dia berkata, "Eisha, kamu mestinya percaya padaku."

"Aku enggak ingin berharap lebih lagi, Drew. Jika ini gagal, aku enggak akan bisa bangkit lagi. Aku lebih baik sakit sekarang ini ketimbang menghadapi sakit yang lebih parah di kemudian hari."

Drew mengangguk paham. Ucapannya terlontar, "Aku enggak hanya meyakinkan ayahmu, tapi juga berusaha agar Mami menerima kita. Bantu aku, Eisha. Ini akan jauh lebih mudah jika kita bersama, kan?"

Sepanjang waktu, jawaban yang Sha berikan pada Drew begitu mengganggunya. Dia akhirnya luluh dengan mengiakan permintaan lelaki tersebut. Meski begitu, Sha menolak penerima pelukan. Itu demi kebaikan mereka bersama, katanya. Untuk saat ini, dia enggan untuk menyambung lagi hubungan mereka yang retak itu. Dia akan melihat sampai mana perjuangan Drew. Jika tak berhasil, dia tak perlu sakit hati lagi.

Bulan depan adalah pengumuman mengenai promosi jabatan dari Mbak Indri. Sha sungguh kehilangan minat. Harusnya, dia mencapai segalanya di saat merasakan jatuh cinta. Namun, dia tak bisa lagi terus menerus larut dalam penyesalan.

Meski tak memberikan waktu pasti bagi Drew, Sha akan menunggu selama sebulan. Jika Ayah tak juga memberikan izin dan Drew makin jauh dari maminya, dia sungguh-sungguh akan menyerah. Dia berharap, jika itu terjadi, tak ada lagi penyesalan.

Istirahat siang, Sha sendirian menuju ke kafe seberang. Kali ini dia ingin berpikir tanpa gangguan banyak orang. Ketika meletakkan pesananya di meja, seseorang muncul seraya mengutuki meja Sha. Dia mendongak. Di depannya, Rekza mengulas senyum tipisnya.

"Aku boleh duduk di sini." Rekza menunjuk sebagian besar meja yang terisi. "Lebih nyaman duduk di dekat seseorang yang kamu kenal."

Sha menyilakan dan mengamati tingkah Rekza yang meletakkan gelas minumannya. "Selfa apa kabar, Za."

"Sehat dan makin sibuk."

"Aku baca ulasan beberapa yang menggunakan produknya, lumayan memuaskan."

Rekza mengangguk. "Dia bekerja keras untuk itu. Kamu udah dengar kabar terbaru tentang Drew, kan?"

Pura-pura merengut, Sha berkomentar, "Kamu duduk di sini karena pengin bahas itu, ya?"

"Siapa pun yang Drew pilih, aku selalu mendukungnya." Rekza meneguk minum. Beberapa saat setelah hening, lelaki itu kembali bersuara. "Dulu, aku hampir melepaskan Shaselfa, Eisha. Aku mengikuti egoku sampai menyadari keteguhan Shaselfa. Untunglah, aku sadar sebelum terlambat."

"Mungkin saja, aku enggak punya harapan dalam hubungan ini, Za."

Rekza mengangguk dan berkata dengan pelan. "Apa pun itu, kamu harus mencobanya. Seenggaknya, kamu mencoba untuk mendapatkan kebahagian kalian."

***

Pinrang, 17 November 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro