Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

63. Banyak Alasan

            "Enggak boleh ada rahasia lagi di antara kita." Eisha melengak, tatapannya berubah murung. "Apa masih ada hal yang perlu aku tahu?"

Satu-satunya hal yang Drew sembunyikan sudah terbongkar. Namun, dia berusaha menggali semua ingatan demi memastikan lagi. Sebagian masalahnya sudah Eisha ketahui.

"Masih ada?"

Drew tidak langsung menjawab hingga perempuan di depannya menjadi gemas dan melayangkan cubitan di pinggangnya. Dia tertawa. "Aku belum mengenalkanmu sama Rissa. Whoaahh–" ujarnya tiba-tiba ketika Drew mendapatkan satu cubitan lagi di pinggang. Selanjutnya, dia menarik Eisha dan menggumam di atas rambut wangi perempuan di pelukannya. "Maaf, ya. Aku selalu membuatmu kecewa dan sedih."

Pelukan mereka di ruang depan pagi itu menandakan hubungan yang Drew kira akan berakhir, kembali membaik. Namun, Drew mengerti satu hal jika perasaannya untuk Eisha begitu nyata. Dia panik begitu perempuan yang begitu murka waktu itu, mengatakan akan pulang.

Demi menunda kepergian Eisha, Drew tak masalah untuk memilih penginapan lain. Walau berpisah tempat untuk sementara waktu, dia tak bisa tenang. Dia memikirkan kemarahan dan kesedihan Eisha karena ulahnya. Kemungkinan besar, perempuan yang disakitinya itu, akan mengakhiri hubungan singkat mereka. Sesuatu yang tak diinginkan Drew.

Betapa beruntungnya Drew ketika pagi itu Eisha menelepon. Meski kebersamaan mereka di Bali cukup singkat, dia berjanji akan menciptakan momen-momen indah di lain waktu. Setidaknya, dia dan Eisha meyakini sesuatu; mereka benar-benar saling mencintai.

Mereka kembali ke Bandung. Kembali pada kenyataan bahwa begitu kecil kesempatan untuk bertemu. Kafe, taman CRIMSON, maupun kafe seberang kantor, tempat terlarang bagi Drew dan Eisha membuat janji. Namun, Senin ini mereka bertemu di lobi dan berada di lift yang sama. Diam-diam, dia menuntun Eisha ke belakang. Sebagian orang sibuk membicarakan kerjaan hingga dia bisa menggenggam tangan pacarnya dengan leluasa.

"Nanti pulang bareng?" Drew berbisik.

Eisha menggeleng muram, "Aku mesti lembur." Perempuan itu menyelipkan helai rambut ke belakang telinga ketika menambahkan. "Kan, pekan kemarin lagi liburan." Mata hitamnya senantiasa terus memantau orang-orang di depan mereka. "Tapi, kamu bisa jemput aku pukul delapan."

CRIMSON tidak serta-merta sepi begitu kantor berakhir. Beberapa orang masih ingin tinggal sekadar bersantai di taman dan beberapa lagi harus terjebak di ruangan divisi masing-masing demi mengurangi tumpakan kerjaan.

Drew mengangguk lalu mengedipkan mata ketika Eisha berlalu tatkala lift membuka. Diliriknya jam tangan. Waktu janjiannya dengan Eisha masih ada enam jam lebih. Pulang kantor nanti, dia akan bermain futsal bersama Rekza dan yang lainnya.

Enam jam itu berlalu sangat singkat rupanya. Drew menolak bergabung ketika rekannya berencana untuk ke restoran tak jauh dari tempat olahraga yang mereka sewa. Sepuluh menit lagi pukul tujuh malam, dia masih memiliki satu jam, tetapi waktu ini sayang jika tak dilaluinya bersama Eisha. Drew dan Rekza meninggalkan lokasi jauh lebih cepat. Di luar, mereka berpisah menuju mobil masing-masing.

"Omong-omong, kamu tampak luar biasa senang." Rekza bertanya sebelum Drew memasuki mobil. Lelaki itu sepertinya sudah menduga satu hal. "Ah, kalian ingin bertemu."

"Eisha minta dijemput." Drew mengulas senyum ketika bersandar di badan mobil. "Seharian ini, aku hanya melihat dan mengobrol dengannya sebentar saja."

"Jadi, kalian berencana sembunyi-sembunyi sampai kapan?"

Drew menyemburkan napas pendek. Ponselnya di saku berbunyi pendek. Balasan dari Eisha yang memberitahu kalau sedang berada di perpustakaan. "Entahlah. Aku harap sesegera mungkin."

Ketika Drew sudah melajukan mobil, pertanyaan Rekza membebani pikirannya. Mungkin, dia harus mendekati dan mengobrol demi mengukur reaksi Anne. Sahabat Eisha itu menjadi alasan utama kenapa hubungan ini tetap menjadi rahasia. Berikutnya, Drew tersentak pada satu kenyataan. Mami. Beliau jelas mendukungnya bersama Jessica. Untuk sementara, dia bisa mengesampingkan Mami.

Salah seorang satpam menyapa Drew ketika bertemu di lobi. Dia langsung menuju perpustakaan tanpa memberitahu perempuan yang kemungkinan besar masih di ruangan penuh buku itu. Begitu sampai di lantai ruangan tersebut, Drew melangkah lebih cepat hingga pintu perpustakaan sudah tampak.

Hanya saja, Drew melambatkan langkah ketika mendengar tawa membahana. Itu pasti suara Eisha, tetapi masih ada suara asing yang lain. Begitu masuk, dia mendapati kekasihnya menekap mulut dengan tatapan menuju di laptop sementara lelaki di sampingnya, tengah merapikan helai-helai di wajah perempuan yang sama sekali tidak keberatan dengan bentuk perhatian lelaki berkacamata tersebut.

Untuk sekian jenak, Drew menggeming serta berdengkus. Lalu, dia pun bersuara, "Eisha."

Eisha dan rekan di sampingnya, kontan menjengit lalu menatap ke arah Drew yang mulai melangkah lebih pelan. Eisha bangkit seraya mengedip sekali. Tatapannya menjadi bingung. "Eh, Drew." Dia menoleh pada Gio yang membetulkan letak kacamata.

"Sebenarnya, aku sengaja datang lebih cepat." Drew pun bergerak mantap menuju meja di hadapannya.

Gio, yang sejak tadi belum bersuara, menatap Eisha dan Drew bergantian. Kemudian, mata cokelatnya mengarah pada Eisha. "Kalian saling kenal?"

"Ternyata, sudah ada yang menemanimu di sini."

Ucapan Drew membuat Eisha terkesiap. Dia memelotot demi membungkam lelaki berwajah kesal itu, tetapi isyaratnya tak dihiraukan. "Gio membantuku," belanya.

"Kamu ada keperluan apa ingin bertemu Eisha?" Gio enggan melepaskan jangkauan pandangannya pada Drew.

"Gi, kita lanjutkan besok aja, ya." Eisha menutup laptop dan membereskan alat tulisnya. Pada Drew, dia kembali melayangkan isyarat permohonan agar tak perlu melayangkan komentar apa pun. "Udah malam juga, ya."

Karena tahu Eisha ingin mengakhiri ini lebih cepat, Gio pun bangkit. Meski begitu, dia menahan rasa penasaran yang menuntut. Gantinya, dia malah menawari Eisha sesuatu yang membuat Drew tersentak dan semakin jengkel. "Kuantar, ya?"

"Aku yang mengantar Eisha pulang." Drew lekas mengambil perlengkapan Eisha lalu menggengam tangan mungil yang terasa kaku itu. Dia malas berbasa-basi meski sekadar mengucap pamit. Selangkah setelahnya, dia menoleh. "Kali berikutnya, tolong jaga jarak dengan Eisha."

Begitu Drew dan Eisha meninggalkan perpustakaan, genggaman itu makin erat. Dia belum mau berkomentar meski di sebelahnya, mungkin Eisha sudah menahan jengkel. Barulah ketika di mobil, Drew mengeluarkan suara karena Eisha lantas melipat tangan di dada. "Bagaimana sewajarnya sikap seseorang yang memergoki pacarnya bermesraan dengan lelaki lain."

"Drew!" Eisha terlongong-longong. Dia memberengut dan jengkel. "Aku enggak selingkuh."

Tuduhan Drew memang terlalu berlebihan. Dia mengusap wajah lantas berbalik. Rautnya berubah sedih. "Rekanmu itu begitu jelas menunjukkan ketertarikannya. Sementara aku harus menahan diri menyapamu secara berlebihan di kantor. Aku enggak akan minta maaf karena menunjukkan batas-batas di antara kalian."

"Semestinya kamu tetap bilang pengin langsung jemput tadi." Eisha menambahkan dengan cepat, "Biar aku segera menunggumu di bawah."

"Aku ingin mengejutkanmu." Drew berdengkus. "Sebaliknya, aku yang terkejut."

"Maaf karena tadi, tapi kamu bisa, kan, tetap merahasiakan hubungan kita, Drew. Gio pasti kaget sekali tadi."

"Kamu lebih prihatin dengan keadaan hatinya, ya?" Drew berdecak.

"Bukan begitu, Drew." Napas Eisha menyembur. "Ini makin rumit."

"Ya, pacaran sembunyi-sembunyi begini memang merepotkan, tapi kamu keukeuh bertahan."

"Drew, ini demi kebaikan kita. Anne akan sakit hati kalau tahu apa yang kulakukan denganmu. Belum lagi, kita show up tentang ini, media akan meliputmu dan akan sampai ke Bu Liani."

Drew mencengkeram kemudi mobil begitu kuat. Mami memang hambatan lain yang harus segera dipikirkannya. "Aku bisa mengatasi Mami."

Eisha mendesah. "Ada lagi." Dia menoleh dan melanjutkan. "Ayahku lebih setuju aku pacaran sama Gio."

Nyaris saja, Drew mengerem mobil dengan tiba-tiba. Serta-merta, dia menoleh, wajahnya merah karena kali ini lebih jengkel. "Kenapa aku bisa kalah dari lelaki berengsek itu?"

"Gio enggak berengsek, ya!" kedua mata Eisha menutup. Lama kemudian, dia pun bersuara lagi. "Aku enggak mau mengatakannya, tapi nasib hubungan kita–"

"Aku masih cinta sama kamu, Eisha. Dan, aku bisa yakinkan, ini pasti bertahan lama. Jadi, aku akan memikirkan masa depan kita."

***

Pinrang, 06 November 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro