60. Taruhan
Sekalipun, Sha tidak pernah membolos di CRIMSON. Dia hanya bertekad untuk tetap bersikap profesional. Menurutnya, sekali membolos, dia akan terus mengulang dan menjadikannya pemakluman. Namun, hanya karena tawaran Drew untuk berlibur di Bali begitu menggiurkan, Sha pun mengiakan tawaran itu.
Lagi pula, tak ada laki-laki yang mengaku naksir pada Sha lalu menawarinya ke Bali. Nanti jika mereka putus, dia belum tentu mendapatkan kesempatan kedua kalinya. Terlebih, ini gratis dan sepengetahuan Sha, Drew memiliki vila mahal di Pulau Dewata tersebut.
Pagi-pagi, Sha siap dengan barang bawaan serta perlengkapan 'menyamar'. Untuk berjaga-jaga, jangan sampai ketahuan di jalan atau di bandara, Sha mengenakan kacamata hitam tebal dan topi yang menutupi cepolan rambutnya. Tak lupa, masker yang menyembunyikan sebagian wajahnya. Penyamarannya cukup sempurna sebab keberadaannya di bandara sempat menyulitkan Drew.
"Aku belum pernah ke Seminyak." Sha melirik ke sekeliling, khawatir karena topi dan maskernya sudah dilepaskan oleh lelaki yang saat ini terus menggenggamnya sejak turun dari pesawat. "Kamu, sih, baru ngomongnya sekarang." Ucapnya agak kesal ketika menunggu mobil pesanan Drew. Dia baru tahu, Drew tidak sepenuhnya berlibur, tetapi mengurus pekerjaan yang detailnya belum terungkap.
"Mana bisa cerita? Begitu di pesawat, kamu langsung tidur." Drew tersenyum geli. "Aku udah colek berkali-kali, enggak mempan."
Sha memang tak tahan untuk bercakap-cakap saat berkendara terlebih di pesawat. Karena sepertinya Drew memperhatikannya, dia jadi mengkhawatirkan ekspresi wajah jeleknya tatkala tidur. Ketika mobil range rover tiba, Drew langsung menuntun Sha untuk mendekat.
Mobil mewah yang sekarang membawa keduanya ke tujuan, bergerak lambat karena padatnya lalu lintas. Dan, detik itu pula, Drew memberitahu jika Shaselfa akan menemaninya di vila sementara Drew keluar sementara waktu.
Pada awalnya, Sha begitu senang bisa bertemu lagi dengan wanita karier cantik itu. Lalu, rautnya berubah ketika menyadari satu hal. "Drew, kamu memberitahu Shaselfa dan Rekza, ya?"
Drew meringis dan menggosok kening. "Eisha, Rekza tahu begitu saja."
"Enggak mungkin."
"Well, aku kesulitan saat Rekza bertanya." Drew menyentuh pipi menggembung Eisha. "Dia bisa dipercaya, kok. Kamu enggak usah khawatir begitu. Sepasang suami-istri itu enggak kepoan."
Barangkali, Eisha bisa memahami pembelaan Drew. Sama seperti dengannya, Eisha akan sulit berbohong jika Gio yang bertanya padanya. Namun, dia tetap merasa jauh lebih baik saat hubungan spesialnya bersama Drew tak diketahui siapa pun.
Walaupun jarak Seminyak hanya kurang dari sepuluh kilometer, tetapi kendaraan yang tak putus-putus menyebabkan mereka baru tiba di vila tiga puluh menit kemudian. Bangunan bertingkat dua ini tak jauh dari salah satu pantai. Masih sambil berpegangan tangan, Drew menuntun Sha meninjau kondii vila. Sebagian besar furniture berbahn kayu. Area ruang makan terhubung dengan sliding door yang menunjukkan kolam renang luas yang bentuknya berliku. Di seberang kolam tersebut, terdapat area santai dengan empat kursi malas empuk. Astaga, Sha belum berkunjung ke lantai berikutnya, tetapi yakin sekali akan menyukai tempat menakjubkan ini.
Sejam kemudian, Rekza dan Shaselfa tiba. Rekza sempat menyapa lalu pergi bersama Drew. Tinggallah dia dan Shaselfa yang duduk di kursi malas. Sha mengupas jeruk lalu menawarkannya pada Shaselfa. "Drew bilang akan kembali dalam beberapa jam."
"Rekza janji bakal balik paling lambat pukul lima sore." Shaselfa menerima potongan jeruk dan memasukkannya ke mulut. "Sha, kita ke kafe aja, yuk. Sumpek di sini aja terus."
Ajakan yang sangat menarik. Vila tempat mereka cukup dekat dengan pantai maupun kafe. Keduanya memilih salah satu kafe yang menyediakan menu barat. Dari kebersamaan mereka, tahulah Sha jika pasangan mereka sedang bertemu dengan salah satu pemilik resort di Bali. Dua lelaki itu sedang memperbaharui kerja sama. Tak lupa, dia juga menanyakan mengenai kepemilikan vila tadi. Sesuai dugaannya, bangunan yang memiliki tiga kamar tersebut merupakan milik Drew.
"Keputusanku buat backstreet udah paling bener, deh." Sha menyesap minuman.
"Sha, kamu oke aja dengan hubungan tanpa publikasi kayak gini?" perempuan berambut abu-abu gelap yang digelung rapi itu, hanya memainkan sedotan.
"Untuk sementara ini, sih, aku baik-baik aja, kok."
"Drew banyak yang naksir, lho." Shaselfa mengingatkan, lalu buru-buru menambahkan. "Cewek yang naksir Drew akan terus pedekate karena mengira cowok itu masih avalaible. Tapi, kamu kayaknya juga ditaksir banyak cowok. Oke, enggak berat sebelah."
"Kenyataannya, kedua orang tua Drew sama suksesnya. Lalu, Drew memiliki aset yang sama sekali enggak pernah aku sangka sebelumnya."
"Artinya, kamu bisa menguras isi dompetnya."
Dua perempuan itu sontak menyerukan tawa panjang, yang pada detik berikutnya, menarik beberapa pasang mata. Sha lantas menekap mulut, pun Shaselfa. "Aku enggak bisa ngabisin duit pacarku kalau ternyata insecure begini."
"Cowok yang kita bicarakan ini punya banyak hal selain cinta sejati." Shaselfa menyeringai. "Kelihatannya aja suka tebar pesona, tapi dia enggak nembak semua cewek cantik yang mengejar-ngejar dirinya. Drew hampir mirip sama Rekza, Sha. Sekalinya suka sama cewek, bakal sayang banget." Shaselfa menepuk telapak tangan Sha dengan ringan. "Jangan pernah mikir, Drew cuman mainin kamu."
Usai menghabiskan makanan dan dua gelas minuman serta obrolan panjang hingga menghabiskan waktu dua jam lebih, Sha dan Shaselfa pun memilih meninggalkan kafe. Begitu keduanya melewati pintu kafe, Shaselfa berhenti untuk menyapa seseorang perempuan yang hampir melewatinya.
Fani, nama kenalan Shaselfa, berhenti dan menyapa. Perempuan sintal yang mengenakan gaun selutut tanpa lengan, tampak begitu senang lantas memeluk Shaselfa. Fani menggumamkan mereka sudah lama tak bertemu sejak pernikahan Shaselfa. "Tadi, aku bertemu Drew dan Rekza. Omong-omong, kamu dan Rekza menginap di tempat Drew, ya?"
Sha berusaha untuk diam-diam bergerak ke arah lain. Dia tidak ingin Shaselfa harus memutar otak mengenalkannya jika perempuan di depan mereka bertanya. Akan tetapi, gerakannya menjadi kaku saat mendengar Fani kembali membahas Drew.
"Kamu pasti ceweknya Drew." Fani lantas melayangkan pandangan pada Sha, tak peduli jarak mereka sudah agak berjarak. "Anne, kan?" Fani menjulurkan tangan yang semua kukunya begitu cantik berwarna lilac. "Ternyata kamu secantik ini, pantas Drew bela-belain mengejarmu."
Karena ingin mendapatkan informasi yang lebih banyak, Sha pun mengulurkan nama dan menyebutkan nama lengkap Anne. "Drew sering membicarakanku denganmu, ya?"
"Hanya sekali waktu itu aja, sih. Semenjak putus dengan Rissa, Drew selalu datang sendiri ke Bali. Tiba-tiba, dia heboh di grup, bakal membawa cewek cantik. Jujur, kebanyakan di antara kami enggak percaya karena Drew orangnya sulit move on." Pandangan Fani menyipit ketika menilik penampilan Sha. "Aku salut sama kamu. Setelah tahu tentang taruhan itu, kamu masih tetap lanjut dengan Drew."
"Fani." Shaselfa kembali menengahi. "Maaf, aku mesti balik dulu ke vila. Kita bisa lanjutin obrolannya besok." Dia menepuk lengan Fani lantas menarik Sha untuk meninggalkan kafe ini segera.
Beberapa langkah setelah menjauh, Sha memandang di sekitarnya, lalu bersuara. "Taruhan apa, sih, Sel?" Sha melirik Shaselfa yang tidak menunjukkan raut mencurigakan. "Kamu pasti tahu apa yang Fani tadi bicarakan."
"Sha, aku beneran enggak tahu."
"Tapi, kamu sengaja memotong obrolan tadi agar Fani enggak bocor lebih banyak lagi."
"Karena aku lihat kamu udah enggak nyaman sewaktu Fani menyebutmu Anne."
Sha menendang kecil kerikil di depannya. Kejadian itu sudah cukup lama, tetapi ada rasa sakit ketika tahu, Anne pernah diajak Drew ke tempat ini. "Apa aja yang kamu tahu tentang Anne dan Drew?"
***
Pinrang, 03 November 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro