Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

59. Backstreet

Backstreet ternyata sungguh merepotkan. Drew dan Eisha jarang bertemu untuk melakukan kencan seperti pasangan pada umumnya. Mereka bertemu di kantor, tetapi waktunya tidak pernah pas karena aktivitas kerja masing-masing. Belum lagi ketika jam makan siang, Eisha sering bersama temannya di kantin. Drew hanya bisa menyapanya singkat atau melakukan kontak mata. Lalu, Drew mengusulkan saja agar mereka bertemu di atap. Namun, Eisha malah menolak.

"Drew, tempat itu enggak ada romantis-romantisnya. Panas, berdebu, terus jauh lagi dari ruangan aku."

Oke, Eisha benar. Tempat itu sangat jauh dari kesan romantis. "Di taman?"

"Tempat itu jarang sepi. Siapa pun bisa saja nongkrong di sana. Aku enggak mau ambil risiko dilihat orang dan digosipin lagi."

"Kamu enggak akan rugi digosipkan denganku."

Eisha menggeleng seraya mengerutkan bibir. "Kamu masih enggak ngerti. Aku akan digosipkan yang enggak-enggak." Dia mulai meniru, "Lho, bukannya Sha deket sama temannya di Famous? Kok sekarang ngejar-ngejar Drew, sih? Ah, paling ngincer duitnya tuh. Memang dasar dia cewek matre kecentilan."

Drew urung untuk menyanggah. Pengalaman mengajarkannya, berdebat dengan perempuan tidak akan membawanya ke mana-mana selain kekalahan. Dia pun kembali pada topik awal mengenai minimnya pertemuan mereka karena terkendala tempat. Drew menawarkan apartemennya, tetapi perempuan yang lebih sering melirik ke sekelilingnya, jutru menolak. Alasannya, Drew dan Naura sering ke unit masing-masing, dia tak mau kepergok saat berkunjung.

"Mungkin, kita nongkrong lebih sering aja." Eisha mengambil salah satu buku dengan cepat. "Gimana?"

"Bad idea." Drew lantas menyandarkan punggung di rak. "Aku mana bisa pegang atau peluk kamu terang-terangannya? Opsi terakhir dan aku mohon jangan menolak lagi. Kita akan bertemu di tempatmu. Sebelum muncul, aku akan menelepon lebih dulu."

Kesepakatan itu pun tercapai. Drew kerap mengunjungi Eisha dan mereka akan menonton sembari makan. Jika memungkinkan, keduanya akan pergi ke pinggiran kota Bandung yang cenderung sepi. Drew sebenarnya masih tidak mengerti, apa yang membuat Eisha begitu cemas jika hubungan mereka bocor. Bukankah jauh lebih mudah? Keduanya bisa bertemu kapan saja. Terlebih, Drew tak ragu lagi mengklaim kekasihnya itu.

Seminggu lalu, barulah Drew tahu jika beberapa karyawan CRIMSON tertarik pada Eisha. Entah dari pengakuan Puspa maupun mendapatinya langsung saat di kafe ketika kekasihnya bersama lelaki di kafe seberang kantor.

Hari ini ketika mengantar Agnes ke tempatnya, Drew mendadak berubah haluan menuju apartemen Eisha. Semestinya, dia menelepon terlebih dahulu. Namun, baru melakukannya ketika berada dalam lift.

"Lagi sibuk?" Drew ingat jika Eisha belakangan bergelut dengan ulasan naskah yang lebih banyak. Juga beberapa artikel sebagai persyarat untuk terpilih sebagai senior editor. Pertanyaan ini memang basa-basi belaka.

"Iya, nih." Eisha menjawab pendek.

Drew masuk ke dalam kotak besi yang membawanya ke lantai unit kekasihnya. "Kamu lagi sendirian? Aku sedang menuju ke tempatmu."

"Hah?" Eisha berseru panjang. "Drew, kok tiba-tiba banget?"

"Ah, kamu sendirian. Aku mampir sebentar, ya? Sayang banget martabak telur ini aku habikan sendiri."

Eisha masih menunjukkan raut terkejut ketika mementangkan pintu. Kaus merah longgar yang menjuntai hingga ke paha membuatnya menggemaskan. Drew mengecup pipi mulus dan bersih itu lantas masuk. Di ruang tengah area pojok, beberapa kertas berserak di samping laptop yang menyala.

"Aku cuman sebentar di sini, kamu bisa lanjut nulis atau mengulas lagi. Janji, aku enggak akan mengganggu."

Namun, raut Eisha tidak yakin. Drew mengerti kekhawatiran itu. Dua hari sebelumnya, Eisha kesulitan berkonsentrasi karena Drew tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan seputar masa kecil kekasihnya.

Pada akhirnya, perempuan yang mengenakan bandana hitam tersebut, yakin pada ucapan Drew hingga melanjutkan kembali aktivitasnya. Wajah serius yang sesekali mengernyit, senantiasa memandang layar laptop. Tidak hanya beberapa selebaran di sekitarnya, tumpukan buku juga terserak di sekitar kakinya yang berselonjor.

Drew mengambil salah satu buku motivasi lalu membacanya sembari berbaring dengan menjadikan paha Eisha sebagai tumpuan. Dalam hening, untuk beberapa waktu, Drew fokus membaca. Tak lama, rasa bosan itu menghampiri hingga buku itu akhirnya ditutup. Namun, dia belum ingin bangkit dari posisinya. Sembari menumpangkan satu kaki di kakinya yang lain, Drew meraup ujung helai-helai rambut Eisha yang menjuntai ke bahu.

"Drew..."

"Ssst, kamu mengganggu konsentrasiku." Drew merasakan helai lembut itu di tangannya. "Lanjut kerja lagi, Eisha."

Perempuan yang menguakkan senyum lebar itu, berkata kemudian, "Kebalik, ih." Eisha menunduk lalu mengelus puncak kepala Drew. "Semuanya baik-baik aja, kan?"

"Sure, everything will be going okay. Tapi, aku jadi ingin membahas sesuatu." Saat menengadah, Drew melepas senyum tatkala melakukan kontak mata dengan Eisha. "Kamu akan merahasiakan hubungan ini sampai kapan?"

Mungkin, Eisha tak menyangka pertanyaan tersebut akan terlontar hingga menjengitkannya. Dia mengangguk, pelan. Lalu, merespons dengan usapan lembut yang senantiasa berada di puncak Drew. "Entahlah. Aku masih belum siap."

"Apa karena Anne?" Drew mengerjap sewaktu menyadari anggukan lemah perempuan yang menoleh ke arah lain itu, berubah diam. Drew menyentuh jemari Eisha. "Aku sepertinya mendesakmu, ya?"

"Drew, hubunganmu dan Anne bisa saja berubah membaik." Eisha mengerling pada tembok di hadapannya. "Mungkin, itu enggak lama lagi. Kenyataannya, Anne hanya perlu waktu untuk menyembuhkan rasa sakit hatinya. Masalahnya, aku enggak ingin menjadi pembicaraan orang-orang ketika udah jadi mantanmu."

Untuk beberapa saat, Drew tidak memberikan tanggapan. Dia hanya mengerjap ketika pandangannya memaku langit-langit ruangan ini. Dengan pelan, dia memberingsut bangkit. Alisnya melekuk dan terus memandangi Eisha yang menatap layar laptop "Kenapa kamu harus memikirkannya sejauh itu? Mantan? Kamu ingin kita putus dalam waktu dekat ini?"

Kontan, Eisha menoleh. "Siapa yang pengin putus?" desah perempuan itu terembus. "Drew, meski kadang kamu menyebalkan... aku bakal bohong kalau kamu enggak menarik." Eisha mendecak sebab di depannya, Drew seketika mengulas senyum dengan alis yang berulangkali dinaikkan. "Tapi..."

"Ada kata tapi, ya?"

"Udahlah. Enggak perlu dibahas."

Tangan Drew terjulur demi menyentuh pundak perempuan di depannya yang hendak menjauh dari percakapan ini. "Aku mungkin baru mengenalmu, Eisha. Perasaan ini juga masih baru. Meski begitu, aku ingin ini bertahan lama."

"Bertahan lama?"

"Kenapa kamu ingin sebaliknya?"

Tidak ada beban di wajah Eisha ketika mengatakan, "Suatu hari, kita akan berpisah, Drew. Kamu akan mendapatkan perempuan yang lebih sepadan dariku."

"Dan, kamu akan kembali dengan Gio." Drew merasakan kepahitan saat mengucapkan nama itu. Dia ingat telah membeberkan bagaimana Mami akan turun tangan untuk mencampuri kehidupan pribadi anak-anaknya. "Eisha, bagaimana kalau aku ingin ini berlangsung selamanya?"

"Itu bakal rumit." Eisha membalikkan tubuh dan mulai membereskan tiap lembar yang berceceran di sekitar laptop. Setelahnya, dia mematikan benda persegi tersebut dan bangkit. "Maaf, aku lupa menawarimu minum."

Drew ikut-ikutan bangkit dan mengejar langkah Eisha yang tergesa ke dapur. "Sepertinya, aku enggak akan melepaskanmu begitu mudah." Tangannya meraih pundak perempuan yang hendak membuka lemari pendingin. "Asal tahu saja–"

Namun, Eisha sudah berjinjit dan menempatkan ciuman singkat di bibir lelaki yang menggeming karena perbuatannya. Dengan pelan, dia melontarkan respons. "Drew, aku suka banget sama kalimat yang tadi. Kapan-kapan, kamu ulangi lagi biar aku luluh, ya? Omong-omong, kamu pengin dibikin minuman apa?"

***

Pinrang, 02 November 2022


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro