Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

58. I Love You

Senin tidak pernah menjadi momok bagi Sha. Itu yang membuat kerap bersemangat ditambah lagi hari keberuntungannya sebab kabar gembira selalu muncul saat itu. Mungkin kebetulan, tetapi Sha menghitung sekian banyak kabar menyenangkan, seperti hari ini, Mbak Indri memilihnya sebagai kandidat senior editor bersama Gio. Bayangkan, senior editor!

Omong-omong, beliau akan segera resign, berita mengejutkan lainnya. Namun, dia harus mencari pengganti sebelum meninggalkan CRIMSON. Karena menurutnya hanya buang-buang waktu membuka lowongan, dia pun mengusulkan agar mempromosikan sesama rekan dari Famous.

Walaupun resmi berkompetisi dengan Gio, Sha tidak bersemangat sedikit pun. Justru Anne dan Puspa yang langsung merayakannya. Selangkah lagi naik promosi, kata Anne. Maka malam itu, Anne langsung mengajak ke kelab tanpa menolak sedikit pun. Dia sengaja mengiakan karena jika di apartemen, yang ada rasa sakit hati itu yang terus menjebaknya hingga merusak mood.

"Asal enggak ada di antara kita yang minum," Sha mengancam dan Anne langsung menuruti.

"Ke kelab mana asyik kalau cuman memesan jus, tapi demi kamu, bagian itu bisa di-skip, kok."

Mereka sudah berada di depan sebuah kelab langganan Anne. Bangunan menjulang itu mengingatkannya jika di sinilah video mesum Drew terjadi. Anne langsung menyenggol dengan satu mata berkedip. Temannya tahu apa yang Sha pikirkan.

"Ini pertama kalinya aku ke tempat kayak gini." Puspa berbisik ketika mereka melewati dua sosok besar berpakaian hitam. "Kenapa, kok, kamu enggak semangat gitu, Sha?"

"Mungkin karena dia bakal jadi rival Gio." Anne memimpin langkah menuju salah satu meja VIP yang sudah dari tadi dipesan.

Sha menarik napas dan mengembuskannya. "Salah satunya."

"Trus, yang lainnya?" Puspa masih bertanya. Lalu, perhatian perempuan yang tengah menyepol asal rambutnya, bergerak ke sekitar mereka. "Anne, kita enggak akan di sini sampai tengah malam, kan? Besok masih hari kerja soalnya."

Sementara Puspa dan Anne menunggu pesanan, Sha hanya memandang ke meja lain di depannya. Meja itu penuh sesak karena ditempati tujuh orang. Diam-diam, dia mendesah. Ternyata tak mudah melupakan sakit hatinya. Hubungannya dengan Drew bahkan belum sampai hitungan sebulan, kenapa sakitnya terus mengikuti hingga mengganggu aktivitas sehari-hari?

"Lho, Sha, kenapa melamun?" Anne menjentikkan tangan dan mendapati keterkejutan di wajah temannya. "Lagi mikiran masalah apa? Kayaknya, bukan Gio yang kamu mengganggu pikiranmu."

Pesanan mereka datang. Sha lantas mengambil pesanan dan meneguk sebagian isinya. Katanya, mabuk bisa meringankan beban untuk sesaat, kan? Tidak, dia tidak akan mencobanya. Alkohol tidak akan menyelesaikan masalah, hanya menambah beban lain. Anne contohnya. Beberapa kali setelah minum, dia akan mengaku sakit kepala berat.

"Katamu, Naura bakal gabung dengan kita."

"Ya, sebentar lagi, bareng Alby sama Drew."

Sha melongo akan penjelasan tersebut. Hanya saja, Puspa yang lebih dulu menyuarakan protes. "Kenapa, sih, Drew ikut juga?"

"Ih, aku juga enggak setuju dia ke sini." Anne melepas pandangan ke bagian dance floor. Musik yang tengah diputar DJ di sana, membuatnya menggoyangkan kepala. "Udah telanjur."

Puspa menjawab dengan ketus, "Drew lagi rese beberapa hari ini. Lebih banyak diam, kadang-kadang sewot enggak jelas kalau ditanyain."

Menurut Sha, Drew bisa saja terganggu oleh masalah lain. Jika yang merusak mood lelaki itu ternyata apa yang tengah terjadi di antara mereka, dia sungguh senang karena tak sendirian merasakan patah hati. Sha mendesah kecil. Mustahil Drew merasakan apa yang persis dirasakannya. Dia masih memiliki perempuan lain yang bisa menghiburnya.

"Enggak ada yang pengin turun?" Anne menunjuk dance floor. Puspa langsung menggeleng. "Kamu cobain dulu aja, Sha. Asyik, lho."

"Duluan aja, Ne." Sha menjawab dengan ragu sembari menyentuh gelasnya.

Sedetik kemudian, Anne mengangguk lalu bergegas turun. Sha menoleh pada kumpulan manusia di dance floor. Ini keputusan salah yang diambilnya. Ke kelab bukan menjadi solusi patah hatinya. Yang ada, dia selalu teringat pada Drew tiap kali menemukan pasangan yang tampak begitu mesra.

"Eh, Sha, mereka udah datang."

Ketika menoleh, Sha langsung melengak dan tatapannya bertemu dengan lelaki berkemeja biru garis-garis yang menggulung lengannya hingga ke siku. Wajah itu tampak lelah dan... tampan. Ini kesalahan besar! Dia harusnya mengutuk lelaki yang langkahnya semakin dekat itu, bukannya malah terpesona walau sesaat.

"Anne ada di bawah." Puspa langsung menoleh dan mengarahkan telunjuk ke sana. "Hai, semuanya!"

Alby, lelaki berlesung pipit langsung duduk tepat di depan Puspa dan memulai godaan yang membuat Puspa jengkel. Naura, yang saat ini begitu menawan dengan bibir memerah dan smokey eyes lebih kalem dan tipis. Sha tak henti memandang kagum pada temannya itu, hingga seseorang menempatkan diri di sebelahnya. Itu Drew. Bersamaan dengan itu, Sha menjadi kikuk. Kesalahan terbesarnya karena menoleh dan mendapati mata Drew terarah padanya. Jantungnya, mulai berdegub tidak keruan.

"Sha, apa kabar?"

Pertanyaan macam apa itu? Kehadiran orang lain di sekitar mereka memaksanya untuk bersikap biasa-biasa saja. "Kelihatannya gimana?"

"Enggak baik, kukira."

"Sok tahu," Sha menjawab dengan ketus sebab ucapan lelaki yang terus memandangnya, seolah menyadari keresahan Sha. Dia tidak ingin Drew tahu jika menderita. Dia tidak ingin memberikan kesan jika sudah terlalu jauh suka pada Drew.

"Aku tertarik buat gabung sama Anne. Alby, Drew, Sha, gimana dengan kalian?"

Drew langsung bersuara, "Sha enggak akan turun. Dia enggak nyaman dengan suara berisik dan lampu kerlap-kerlip itu. Ya, kan?"

"Memang aku pernah bilang begitu?"

"Maksudnya, kamu tertarik untuk ikut, begitu?"

"Ada masalah?"

Naura menyetop debat tidak bermutu tersebut dengan berseru, "Ada apa, sih? Drew, aku sudah mengingatkanmu tadi, jangan bikin masalah di sini."

Kedua tangan Drew terangkat. Senyumnya terkesan hambar, "Siap, Mam."

Alby dan Naura akhirnya menghilang. Puspa tengah menikmati makanan yang terhidang ketika Sha dan Drew masih enggan bersuara. Tanpa disangka, Puspa menyahut, "Kalian bikin suasananya canggung dan garing."

"Aku lagi malas ngobrol aja, kok." Sha lalu menggeser duduknya agar memberikan ruang bagi dirinya. Terlalu dekat dengan Drew, di saat hatinya dalam kondisi seperti ini, sungguh tidak baik. Tiba-tiba, Sha berpikir untuk menghindari Drew. Dia bangkit, "Aku pengin ke toilet."

"Yuk, kutemani?"

"Enggak perlu, Upa."

Sayangnya, Sha malah ke arah yang salah. Dia masuk ke koridor yang menghubungkan dengan ruang karaoke. Setelah bertanya pada salah satu pengunjung, dia bergegas ke sana. Di depan cermin, dipandangi wajahnya yang memucat. Dia tidak bisa kabur begitu saja. Puspa akan menghubungi Anne hingga temannya itu menyadari ada yang tidak beres dengannya.

Tanpa sadar, Sha sudah berjongkok dengan tatapan nanar menghadap lantai. Dia pernah merasakan sakit hati, tetapi tidak separah ini. Sepanjang waktu, dia hanya memikirkan Drew dan perbuatannya. Setidaknya, dia tak perlu menangis lelaki itu.

Setelah merasa lebih baik, Sha bersiap-siap beranjak meninggalkan tempat ini. Dia merapikan rambut dan mencubit pipi agar tampak lebih segar. Mungkin, dia memikirkan opsi untuk bergabung dengan tiga temannya di dance floor.

Di luar ruangan, Sha sempat menjerit karena keberadaan sosok tegap yang bersandar di dinding. Dia melongo. Rasa kesalnya memuncak, "Kamu ngapain?"

"Aku khawatir kamu kesasar." Drew melirik jam tangan. "Kamu pergi hampir dua puluh menit. Memang enggak sumpek apa di dalam aja?"

"Makasih?" Sha lantas bergerak mundur tatkala, dengan tiba-tiba, Drew menarik tubuhnya dari tembok dan melangkah lebih cepat hingga menutupi jarak mereka. "Drew."

"Aku capek seperti ini." Kedua tangan Drew menangkup pipi perempuan yang sepertinya belum pulih dari keterkejutannya ini. Namun, dia tak peduli. Dia harus menyampaikan sesuatu. "Eisha, aku sudah menjelaskan pada Rissa tentang hubungan kita."

Untuk jeda yang lama, Sha hanya terbengong-bengong. Apakah harus memercayai lelaki yang sempat menyakitinya? Bagaimana jika Drew berbohong? Sejujurnya, dia mulai takut untuk memberikan kesempatan lagi setelah masalah di antara mereka. "Drew..."

"I love you." Drew mengucapkan tiga kata itu tanpa beban lalu melingkarkan sepasang tangannya demi meraih Sha ke dalam pelukan. "I love you," ulangnya.

"Drew..." Sha tidak mampu mengucapkan apa pun. Sebagai gantinya, dia balas merengkuh tubuh beraroma segar itu.

***

Pinrang, 01 November 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro