Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

55 Bukan Selingkuh

Drew tidak bermaksud selingkuh. Sungguh. Euforia memulai hubungan dengan Eisha membuatnya lupa untuk memastikan Rissa tahu. Namun, dia baru teringat ketika perempuan untuk beberapa waktu ke depan, tidak memiliki. banyak aktivitas, hingga bisa menghubunginya kapan pun. Kemarin, Rissa ingin ditemani berbelanja. Dalam kebersamaannya seharian penuh, Drew sengaja menutupi pembicaraan mengenai Eisha.

Pertama, Drew tidak sanggup menyela kegembiraan Rissa. Mata bulat perempuan itu memancarkan kebahagian. Kedua, meski bisa menerima keputusan Drew memilih perempuan lain, dia tidak akan menyukainya. Maka, untuk sementara waktu, Drew akan membicarakannya jika keadaan sudah memungkinkan bagi Rissa merelakan hubungan mereka yang tidak bisa lagi bersatu.

Yang perlu Drew lakukan hanya mengurangi intensitas pertemuannya bersama Rissa. Sesaat, dia merasa bisa mengurai masalahnya. Ternyata tidak. Keesokan harinya, dia tak menyangka akan mendapatkan telepon dari Jessica. Perempuan yang begitu jelas menunjukkan ketertarikan itu meminta agar mendampingi ke acara pertunangan sahabatnya. Meski sempat ragu, Drew akhirnya setuju.

Pesta itu digelar secara tertutup di sebuah hotel berbintang. Dari penjelasan Jessica, tamu undangan yang hadir, sebagian dari orang di pemerintahan, pebisnis, dan sosialita. Ketika Drew bertanya apakah Mami kemungkinan hadir, Jessica tidak yakin. Akhirnya, Drew menyutujui ajakan tersebut.

Menemani Jessica ke acara pertunangan itu bukan berarti pengisi waktu karena Eisha sedang bepergian ke beberapa kota dalam rangka Talkshow kepenulisan. Dia hanya memanfaatkan kesempatan bertemu orang penting, itu saja.

Jessica tampil begitu cantik malam ini. Gaun pink lembut itu menunjukkan bahu lebarnya yang terbuka. Perempuan yang langsung melingkarkan tangan di lengan Drew ketika mereka sampai di lokasi, berujar, "Aku sempat ragu untuk mengajakmu pergi sebenarnya."

Drew melekukkan alis, senyum kecilnya tampak. "Kenapa begitu?"

"Kamu bisa saja udah punya acara." Jessica menaikkan telunjuk, disusul jari tengah. "Atau kalau enggak sibuk, ajakanku bakal kamu tolak. Dan ini yang paling enggak pengin aku inginkan, kamu akan berpikir aku terlalu agresif."

"Semua dugaanmu keliru." Drew mengerling pada gaun sebetis yang menunjukkan kaki indah perempuan di sampingnya. "Aku sedang bebas hingga akhirnya menerima ajakanmu. Meski diajak berkali-kali pun, aku enggak berpikir kamu perempuan seperti yang baru saja kamu sebut."

Jessica melirik sepenuhnya pada Drew. "Kamu sedang menegaskan, kapan-kapan saat kuajak, kamu pasti bersedia?"

"Saat aku enggak memiliki rencana apa pun, tentu saja jawabannya ya." Drew lalu mengingat Eisha. Mereka berbicara semalam sebelum Eisha tidur, obrolan yang tak lama karena perempuan itu mengaku begitu lelah. Lelah dan bersemangat.

Drew dan Jessica langsung menuju panggung tempat pasangan yang bertunangan itu menunggu pengunjung datang menyelamati. Jessica begitu heboh ketika berhadapan dengan temannya, mengenalkan Drew sebagai pasangannya malam itu, lalu mengambil beberapa gambar bahagia mereka. Setelahnya, Jessica berniat mendatangi stand makanan. Perempuan yang begitu lincah bergerak itu, tak peduli pada hak sepatu yang tinggi beradu dengan lantai mengilat, tahu-tahu berubah haluan ketika melihat beberapa kenalannya.

"Teman-temanku di sana. Aku berniat menyapa mereka dulu, Drew." Jessica bertanya seolah berharap Drew mengabulkan permintaannya. Saat Drew memberikan anggukan, perempuan yang memiliki dekik kecil di sudut bibir merahnya, mengajukan pertanyaan, "Aku akan mengenalkanmu sebagai pasanganku."

"Kamu melakukan hal yang sama saat menyalami temanmu di panggung dan aku enggak keberatan, Jess."

Keduanya mendekati lima perempuan yang merupakan sahabat dekat Jessica. Perempuan muda ini mengenakan gaun merah jambu, hanya model dan motifnya saja berbeda. Dari pengamatan singkatnya, Drew merasa penampilan Jessica masih lebih jauh lebih menawan. Mekap tipisnya menunjukkan kecantikan alami perempuan berambut hitam pendek ini.

Sahabat Jessica menyeruakan kehebohan ketika Drew mengenalkan diri. Mereka kompak menanyakan banyak pertanyaan. Dimulai dari pekerjaan, berapa lama dirinya berkenalan dengan Jessica, lalu bagaimana mereka akan menghadapi saat Jessica akan kembali melanjutkan studinya. Terakhir, salah seorang yang paling tinggi di antara perempuan tersebut, bertanya-tanya apakah Drew merupakan anak dari Liani Permadita.

"Kan, aku tuh udah menduga soalnya mukamu familier banget!" seru perempuan bernama Biana.

Teman Jessica yang lain berkomentar, "Astaga! Kalian berdua datang sebagai pasangan, kan. Itu berarti kamu udah putus sama Clarissa, kan? Jess, gila, kamu, ya. Mantannya artis terkenal, lho, ini."

Karena pembicaraan ini semakin tidak terarah, Drew bersyukur Jessica langsung menyetop kehebohan yang kembali tercipta. "Girls, obrolannya dilanjut nanti lagi. Aku sama Drew belum mencicipi sesuatu ini."

Raut wajah kelima teman Jessica berangsur berubah drastis. Mereka sepertinya tidak rela menyudahi percakapan yang kemungkinan tidak akan berlanjut. Drew menaikkan lambaian ketika berbalik demi menjauhi kumpulan tersebut.

"Maaf untuk yang tadi, Drew. Ternyata, ada yang mengenalimu."

Drew menggenggam jemari Jessica agar mengurangi rasa bersalah yang begitu jelas. "It will be fine, Jess."

"Tapi, aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Kamu sama Rissa masih saling berkomunikasi?"

"Jess, sewaktu putus, komunikasi di antara kami pun terhenti. Mungkin, itu yang sempat membuatku... sulit merelakannya. Segalanya harus berhenti dalam suatu waktu. Setelah bertemu Rissa lagi, aku enggak mengharapkan kisah kami terulang. Namun, kedekatan kami sebagai teman, ternyata jauh lebih baik daripada menjadi sepasang kekasih."

Perempuan berwajah tirus itu memandang dengan senyum kalemnya. "Aku senang kalian akhirnya baik-baik saja." Alis hitamnya yang rapi itu melengkung. Jessica bertanya dengan pelan, "Rissa tahu kalau kamu biasa bertemu denganku."

"Aku enggak berkewajiban memberitahunya." Drew mengedikkan bahu. Dia memutar pandangan ke segala arah. Lalu, tatapannya berhenti pada sosok ramping yang begitu dikenalinya. Agnes. Dia tidak langsung menyapa, melainkan kembali pada Jessica yang menanti jawaban. "Tapi, Rissa tahu aku biasanya bertemu denganmu. Omong-omong, aku melihat Agnes di sana."

"Kamu pengin menemuinya sekarang?"

"Tadi, kamu ingin mencicipi beberapa makanan."

Saat mengibaskan jemari putih dan lentiknya, Jessica berbicara, "Pergilah menemui Agnes, aku bisa menyusul. Gimana?"

Drew tidak lagi berdebat. Langkahnya mantap mendekati Agnes bersama suami yang mengobrol dengan dua pebisnis batu bara sukses. Inilah tujuan Drew sebenarnya. Sebelum sampai di tujuan, Drew sudah mendapati Agnes berbalik lalu menariknya mendekat. Pada dua dua lelaki tegap yang rambutnya sebagian memutih, Drew memperkenalkan diri. Pebisnis yang dia jumpai seringkali tak berkaitan dengan pekerjaan yang digelutinya. Namun, dia percaya, membangun lingkar pertemanan dengan orang-orang sukses akan memberi pengaruh suatu hari nanti.

Tiga puluh menit kemudian, Jessica belum juga bergabung. Saat menoleh untuk mencari keberadaan Jessica, dia mendapatkan pesan dari perempuan tersebut, memberi kabar bahwa sedang terjebak dengan kenalannya.

"Aku melihatmu datang bersama Jessica." Agnes berkomentar lalu menarik Drew agar menjauhi rekan suaminya. Dia membutuhkan privasi untuk membahas hal lebih penting lainnya.

"Lalu?" Drew mengangkat kepala dan merasa sedikit kesal karena menyadari jaraknya dengan lawan bicaranya yang tadi sudah terpisah nyaris dua meter. "Aku masih ingin bergabung bersama mereka, Nes."

"Jawab dulu pertanyaanku!"

"Well, kamu enggak menanyakan apa-apa padaku."

Agnes melipat tangan, mungkin menahan keinginan menoyor kepala adiknya. Sebagai ganti, dia membeliakkan mata. "Kenapa Jessica, bukannya Rissa?"

"Oh, kamu mendukungku balikan lagi dengan Rissa?"

"Andrew Argani, plis!"

Drew yang masih memegang ponsel, tak sengaja menekan grup perusahaan. Dia jarang berkomentar atau membaca isinya yang sebagian besar hanyalah percakapan basa-basi, candaan tidak berbobot, kiriman gambar kegiatan yang bersifat pamer, alih-alih berupa infomasi penting. Namun, saat itu, pesan yang terbuka langsung menampilkan foto CEO perusahaan. Mulanya, Drew hendak mengabaikannya hingga matanya menemukan tak jauh dari sosok tinggi pemimpin perusahaan mereka, berdiri Eisha mengenakan kaus lengan pendek, dirangkul rekan kerjanya di Famous, Gio.

"What the hell–"

"Kamu mengumpatiku, Drew?" Agnes berseru. Untungnya percakapan orang-orang dan music instrumental menutupi suara cemprengnya itu.

"Tunggu dulu, Nes. Aku perlu memastikan kebenaran pesan ini." Drew menjauhi tanpa menunggu persetujuan kakaknya. Dia melangkah tanpa memperhatikan tujuannya karena matanya terfokus pada dua foto yang ada di grup. Beberapa orang sudah mengomentari foto yang diambil saat berlokasi di Bogor tersebut. Dia menekan gambar dan memperbesarnya. Eisha mengurai rambut, tersenyum cukup lebar, lalu di sebelahnya, Gio menaikkan kelima jari tak jauh dari wajahnya.

Eisha bilang hanya pergi bertiga bersama Mbak Indri dan seorang penulis lagi. Kenapa bisa lelaki satu ini muncul begitu saja? Drew tidak sedang cemburu. Dia hanya agak kesal karena kedekatan Gio dan Eisha bisa saja membuat gosip yang menerpa kekasihnya tak kunjung reda.

Detik itu, Drew menghubungi Eisha. Walaupun panggilan tersebut terhubung, tetap saja belum diangkat oleh Eisha. Apakah acaranya masih berlangsung saat sudah lewat dari pukul delapan malam? Drew tetap menghubungi dan akhirnya Eisha pun menjawab.

"Sudah di hotel?" Drew menembak tanpa repot-repot menyapa. "Kamu enggak meneleponku seharian ini."

"Aku sudah bilang kemarin, jadwal kami padat dari pagi hingga sore, Drew. Niatnya, sih, aku pengin chat kamu aja, tapi aku kelewat malas."

Pengakuan itu membuat Drew melekukkan alis. Namun, dia mengabaikannya. "Event kalian pasti sukses besar, aku baru tahu ternyata Bos Besar juga ikut."

"Mbak Indri enggak terlalu berharap sebenarnya, enggak disangka, Pak Zidan akhinya berkunjung."

"Aku juga melihat Gio di sana." Drew kembali menambahkan. "Bukannya aku ingin mengatur-aturmu, Eisha, tapi gosip kalian bahkan belum mereda, kamu malah membiarkannya merangkulmu."

"Justru aneh kalau aku sama dia jauhan padahal sehari-harinya kamu dekat banget."

"What?"

Di seberang, Eisha berdengkus. "Lagian, kenapa, sih, nanya-nanya begitu? Kamu, lho, jalan sama dua cewek di hari berbeda aja, enggak bikin aku sewot."

***

Pinrang, 28 Oktober 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro