Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

50. Chat dari Drew

Dari yang didengar Sha, rumah mewah dengan desain minimalis bertingkat dua ini merupakan kediaman Will. Abang Drew yang memilih menetap di sebuah apartemen usai menikah. Untuk sementara, bangunan ini menjadi tempat persinggahan.

Sha jadi bertanya-tanya, apakah Drew juga memiliki properti mewah? Meski di CRIMSON, jabatan IT Manager dipegang oleh lelaki itu, tetapi dia adalah bungsu dari orang tua kaya raya yang sukses.

Saat berkeliling sebentar pada bangunan berkonsep ourdoor ini, tebersit rasa iri di hati Sha. Bukan karena terlahir dari orang tua serba berkecukupan membuatnya rendah diri, melainkan pada janji-janji yang belum bisa ditepatinya. Ayah maupun Ibu memang tak menuntut apa-apa ketika Sha memilih berkarier di kota. Akan tetapi, dia ingin mendapatkan pencapaian luar biasa itu; sukses di usia muda. Nyatanya, dia justru terus ditanyai perkara pasangan.

Tatkala permainan Alby dan Naura semakin seru, Sha memilih untuk beranjak ke sisi lain bangunan ini yang kesemua dinding kacanya menunjukkan keadaan di luar bangunan. Area luas ini dikelilingi rumput segar dan pepohonan tinggi yang lebat. Penampakan di seberang dinding kaca ini berupa undakan tinggi, menghubungkannya dengan kolam renang cukup luas. Di sisi kolam, terdapat seat area berupa sofa yang begitu nyaman. Sha membuka sliding door demi menjangkau pemandangan lebih banyak lagi.

"Di sini dingin." Suara Drew muncul di belakang. Kehadiran pemilik kediaman ini menghambat Sha untuk menuruni satu undukan lagi. "Lagi pula, sebentar lagi menu utamanya siap."

Untuk merespons, Sha pun berbalik. Tatapannya menemukan Drew yang sudah membuka blazer, menyisakan kemeja gelap. Dia mengerling pada meja bilyar, Naura dan Alby masih berada di tempat itu. "Tempat ini indah banget."

"Will yang mendesainnya." Drew turun hingga posisi mereka kini sejajar. "Aku bisa menemanimu untuk berkeliling."

Sha membeliak pada fakta yang lelaki bermata sayu ini. "Serius?"

"Begitu lulus menjadi arsitek, dia mendirikan firma. Enggak berlangsung lama karena Papi memintanya untuk mengurus anak perusahaannya. Will pindah ke Jakarta. Setelahnya, giliran Mami agar Will menikah dan menetap di Bandung." Drew melesakkan satu tangan ke saku jin. "Aku pernah memberitahu, Will melakukan banyak hal demi Mami dan Papi."

Kenyataannya, Sha pernah mendengar Drew mengungkapkan cerita itu saat mereka masih kerap berkomunikasi. Diam-diam, dipandangi wajah lonjong dengan rahang kukuh itu. Untuk beberapa saat, dia kehilangan kosakata. Topik tentang Mami menjadi hal yang begitu sensitif bagi Drew.

"Omong-omong, aku jadi sedikit menyesal mengaku padamu."

Sha terkesiap. Tak menyangka topik pembicaraan mereka beralih begitu cepat. "Kenapa?"

"Situasi di antara kita menjadi aneh dan canggung."

"Mungkin, kalau kamu karyawan biasa di CRIMSON, semuanya akan berbeda."

"Oh, ya?"

"Kamu sama Anne masih belum baikan. Ya, kan?" Sha melempar pandang ke dalam, memastikan yang lainnya masih berkutat pada kegiatan masing-masing. "Aku enggak mau bikin semuanya rumit."

"Apa masih ada yang kamu tutup-tutupi?" Drew menoleh. Penampilan formalnya perlahan lenyap. Lengan kemejanya dilipat hingga ke siku. Lalu, rambut yang semula disisir rapi, sebagiannya sudah menutupi dahi. "Keluarkan saja semuanya."

"Tadi kamu memanggilku ke sini karena ajakan makan malam, kan, Drew?"

Drew berdecak. Meski menunjukkan raut kesal, lelaki yang tampaknya masih ingin berbicara ini, mengambil tangan kecil Shal lalu menggenggamnya.

Khawatir dilihat orang, Sha menarik tangannya secepat mungkin. "Nekat kamu, ya. Ada Anne dan yang lainnya di sini."

"Berarti kalau mereka enggak ada, aku boleh melakukan hal yang seperti itu?"

Tidak ada gunanya memperpanjang obrolan mereka. Sha menaiki undakan lebih dulu, berharap interaksinya sebentar tadi luput dari perhatian siapa pun. Astaga, kenapa hal ini baru mengusiknya? Sha memperhatikan Alby yang meletakkan tongkat bilyar dan menjauhi tempat permainan tersebut setelah Naura menyusul. Anne tak terdeteksi keberadaannya.

Gerimis yang turun membuat mereka beranjak menuju ke dalam, tetapi tak menghalangi mereka menyaksikan pemandangan di luar yang terlihat magis berkat keberadaan lampu hias di sela-sela ranting pepohonan lebat.

Ayam Hainan dan grilled Florida lobster salad menjadi menu menggiurkan. Dalam sekali cicip, lobster renyah dan gurih yang tengah dikunyah menjadi favoritnya. Lalu, dia teringat jika akan sulit mendapatkan makanan ini di luar karena buatan chef khusus. Entah didatangkan dari mana oleh Drew.

Anne, Naura, Alby, dan Drew mengisi percakapan hingga menjadi lebih semarak. Sha hanya akan menyahut jika ingin menimpali komentar Anne. Hal menarik lainnya, beberapa kali Alby menggoda Puspa hingga Drew tampak jengkel.

"Kenapa, sih, kamu seperhatian itu?" Anne baru saya melepaskan suapan sobekan ayam di mulutnya. Pertanyaan tersebut juga membuat Sha penasaran sejak dulu.

"Aku sesayang itu sama Puspa." Drew masih belum memindahkan tatapannya pada Alby. "Jadi meski Alby sekadar becanda, aku tetap enggak suka."

Naura bersuara dengan penuh tanya, "Gimana definisi sayang itu?"

"Teman-teman, aku sama Drew tuh udah kayak kakak-adik. Jangan berpikir aneh-aneh, deh."

Drew mendeham lalu seolah mencari keberadan Sha dan menatapnya lurus-lurus. "Puspa pernah nolongin Mami saat kecelakaan." Kalimat darinya menghentikan bisik-bisik hingga suasana berubah hening. "Kejadiannya empat tahun lalu, tapi aku baru menemukan Puspa setahun setelah kejadian itu."

"Padahal, aku enggak berbuat banyak, kok." Puspa menenguk air. Namun, Sha bisa melihat wajah itu sedikit memerah. Drew dan Liani memang bermasalah dan bersikap dingin satu sama lain, tetapi kasih sayang untuk orang tua tidak akan lenyap begitu saja.

"Ckckck..." Naura yang berdecak. Kepalanya menggeleng. "Aku sempat berpikir, Drew sebenarnya naksir sama Upa, tapi enggak sadar aja."

"Puspa, kamu akan menerimaku–"

"Makasih, lho, tapi enggak, deh."

Sontak, mereka melontarkan tawa yang sama. Berikutnya, Sha dan lainnya pindah ke ruang tengah. Tadinya hanya sekadar rehat dari makan berat super lezat. Celaka, Alby mengusulkan agar mereka berkaraoke. Puspa menyambut usulan tesebut dengan penuh suka cita.

"Aku enggak ikutan," Sha langsung mengumumkan ketidaksertaannya. Dia akan menjadi bahan tertawaan, terlebih ada Drew di sini. Dia tidak siap untuk jatuh dan malu.

"Oh, kamu wajib menyumbangkan lagu." Alby seketika menyerahkan mic digenggaman Sha. "Aku enggak sabar pengin dengerin suara merdumu."

Tahu-tahu, Sha melirik pada Anne yang melemparkan tatapan permintaan maaf. Sahabat dekatnya itu kerap memuji, tetapi tidak mempertimbangkan pujiannya kadang membawa celaka bagi Sha, seperi sekarang. Alasan apa yang harus Sha katakan agar terlepas dari kewajiban menyanyi?

"Coba kamu nyanyi satu lagi aja, Sha." Drew duduk di seberang. Tangannya memegang kaleng minuman. "Terserah kamu maunya menyalakan musik atau enggak. Kalau telinga kami enggak cocok, kami akan cukup menyuruhmu berhenti."

Puspa dan Anne memberikan semangat hingga Sha mengembuskan napas. Sejenak, dia mengingat-ingat lagu populer belakangan ini. Lantas, memilih Angel Baby oleh Troye Sivan. Agar tak mengecewakan dan lupa lirik, Sha mengecek ponsel kemudian bernyanyi. Mulanya, Anne dan Puspa membarengi dengan tepuk tangan ringan. Setelahnya, Alby bersiul dan Naura menaikkan tangan dan menggerakkannya dari kanan ke kiri.

Hanya Drew senantiasa bergeming, tetapi Sha bisa melihat kekaguman dari mata hitam lelaki penuh binar itu tak redup. Ketika lagunya berakhir, orang-orang menyorakinya dengan tepuk tangan keras. Di seberang, Sha melirik dengan was-was pada Drew. Lelaki itu meneguk minuman tanpa melepaskan pandangan dari Sha.

"Sha, aku bisa minta kamu bernyanyi lagi?" Alby menaikkan telunjuk. Wajahnya memelas.

Akan tetapi, wajah Sha kini sudah memerah. "Gantian dong, aku yang pengin dengerin kamu nyanyi."

"Enggak bisa, nanti kamu jatuh cinta sama aku."

Detik itu juga, tiga perempuan meneriaki Alby. Sementara Sha terusik oleh getaran ponselnya. Dia membuka chat dari Drew.

Interested with your brilliant voice.

Sungguh, perasaan was-was yang sempat membelenggu Sha begitu saja memudar. Kini, dia mati-matian agar tak menunjukkan raut senangnya pada Drew. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro