Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. Vanila

Keramaian di dalam area supermarket, membuat Drew agak terenyak. ART yang biasanya bertugas membersihkan unitnya sekaligus membeli perlengkapan makanan, tidak bisa melakukan rutinitasnya karena sakit. Sementara kebutuhan domestik harus segera dibeli. Dia mengembuskan napas untuk mempersiapkan diri memulai aktivitas yang tidak disenangi.

Saat Drew mengecek daftar belanjaan di ponsel, Puspa lalu menelepon. Gegas, Drew menggeser tombol berwarna hijau. "Hm?"

"Kok aku yang ikutan bareng Josh ke Bali?"

Drew memelankan gerakan karena heran dengan pertanyaan yang mengandung protes itu. "Iya, kamu sama Josh yang aku tunjuk buat dinas ke sana. Kenapa kamu enggak setuju? Josh bisa diandelin, lho."

"Tapi aku lebih nyaman sama cewek aja, Drew."

Pagi sejak Drew bertemu Puspa di kantor, suasana hati stafnya tersebut sedang tidak baik. Itukah yang memengaruhi Puspa hingga memprotes padanya. Drew tahu betul Puspa. Staf yang tidak banyak mengeluh saat menghadapi kesulitan apa pun. "Puspa, aku mengirimmu karena beberapa hal. Di antaranya karena tanggap dan cekatan dibandingkan Sinta dan Rula. Josh punya banyak pengalaman untuk membimbingmu saat seminar di Bali."

Kurang dari dua meter, Drew memicingkan mata demi memastikan sosok perempuan yang mengenakan blus dongker, sedang menunggu giliran mengambil troli, tetapi selalu saja diserobot pengunjung lain. "Aku bisa memastikan, Josh akan memperlakukanmu dengan baik." Drew mengambil jalur menyerong dan melangkah panjang-panjang.

"Seenggaknya kamu menanyakan kesediaanku terlebih dulu, Drew." Bentuk protes lagi yang sedang disuarakan Puspa. "Aku enggak mau pergi! Kejauhan."

"Wah, aku takjub dengan nyalimu yang seenaknya mengaturku, Upa." Drew mendekati kerumunan kecil di sekitar troli yang jumlahnya kian menipis. Tepat saat itu, keberadaannya disadari oleh Eisha, tetapi Drew tidak mengatakan apa apa selain menjulurkan tangan melalui celah kerumunan dan berhasil menyentuh pegangan troli. "Permisi, ya, Teh." Dia berseru dan menyunggingkan senyum pada beberapa perempuan lebih tua, seraya menarik troli mendekat padanya.

"Hah? Kenapa, Drew? Maaf, aku enggak bermaksud kayak gitu."

Dalam diamnya, Drew memberikan benda yang berfungsi memuat barang belanjaan tersebut pada Eisha. Perempuan itu berbalik usai menggumamkan ucapan terima kasih. Sementara Drew kembali pada percakapan di ponsel, "Surat rekomendasi sudah ada di bagian HRD. Sekarang, kamu tutup teleponnya dan mulai berbenah."

Drew berdecak lantas memasukkan ponsel ke saku jin, kemudian mengejar langkah Eisha yang belum menjauh. Ketika melewati rak berisi minuman kaleng, dia mengambil beberapa kemudian berusaha menyamai langkahna dengan Eisha. Setelah berhasil, kaleng minuman tersebut dimasukkan ke troli.

Detik itu juga, Sha menyetop langkah. Pandangannya jatuh pada kaleng minuman lalu melengak. "Itu apa maksudnya?"

Bahu Drew terangkat. Dia tidak lantas menjawab karena menemukan produk lain yang masuk dalam daftarnya. Diambilnya minuman ringan lainnya lantas dimasukka ke troli. "Kita berbagi tempat."

Eisha melongo, lantas mendecakkan tawa jengkel. "Boleh aja, tapi aku enggak mau mendorong troli." Segera, dia melepaskan tangan dari pegangan benda tersebut.

"Really?" Drew dengan santai menyentuh salah satu pegangan benda yang memuat barang-barangnya. Seraya menariknya, dia menjelaskan, "Untung belum ada barang-barang di sini karena kamu harus mengambilnya dan kembali ke ujung sana untuk mendapatkan troli lain." Sebelum menunggu jawaban lawan tuturnya, Drew melesat ke depan.

"Drew!"

Akan tetapi, Drew tetap melewati koridor seraya mengecek barang-barang pada rak yang dilaluinya. Terdengar langkah kaki di belakangnya mendekat. Dia seolah tak peduli dan tetap sibuk menjulurkan tangan di salah satu rak demi mengambil beberapa barang yang dibutuhkannya. Beberapa jenak kemudian, tarikan pada ujung kemeja di bagian belakangnya, membuat Drew menyetop langkah.

"Oke. Biar aku yang pegang." Eisha kini muncul tepat di samping Drew. Wajahnya jengkel, disertai tatapan menghunus tak sedikit pun memengaruhi lelaki tegap yang langsung menyerahkan troli. "Aku menyesal menerima bantuanmu tadi."

"Jangan bilang begitu." Drew melesakkan satu tangan ke saku jin. "Kalau aku belum muncul, kamu masih kelimpungan menghadapi Ibu-ibu yang jauh lebih gercep."

Eisha tidak memberikan tanggapan. Dia hanya mengekori Drew yang singgah ke beberapa rak untuk melengkapi daftar belanjaannya. "Barang-barang yang aku butuhkan enggak ada di koridor ini." Begitu penjelasannya sewaktu Drew bertanya kenapa belum mengambil barang satu pun.

Tak sampai dua puluh menit, giliran Eisha yang melewati koridor sebelah. Rak perlengkapan dapur terlewati sama sekali. Pun dengan bagian perlengkapan kamar mandi. Perempuan itu hanya menengok sesekali, lalu berhenti memperhatikan sebuah produk kemudian bergerak.

"Kamu sebenarnya pengin beli apa, sih?"

"Buah-buahan, daging beku, dan mungkin sedikit olahan makanan impor."

Mulut Drew terbuka lebar. Dua tangannya menyentuh pinggang. Kemudian, "Semestinya, tadi kamu langsung belok kanan, kan? Kenapa melewati jalan memutar segala?"

Perempuan yang merekahkan senyum lebar itu, mengedik tanpa rasa bersalah. "Apa salahnya, sih, pengin lihat-lihat dulu? Kalau capek, kamu bisa menunggu saja di bagian kasir."

Sialan! Drew memejam agar tak mengeluarkan umpatan. "Don't take too long," ujarnya tak bisa menyembunyikan kejengkelan.

Agar kepalanya mendingin, Drew mengambil ponsel. Chatnya pada Siska belum juga terkirim. Mungkin ponsel perempuan itu mati atau sedang berkutat dengan kesibukan. Sayang sekali, padahal jika teleponnya aktif, Drew bisa menelepon. Ah, tidak. Suasana di sini tidak mendukung untuk melakukan obrolan dengan perempuan itu.

Terlihat beberapa pengunjung antri di depan kasir. Drew memilih beranjak ke salah satu rak strategis yang posisinya masih bisa memantau keberadaan Eisha jika sewaktu-waktu selesai dengan belanjaannya. Rak di depannya menyediakan produk perawatan khusus laki-laki. Sebagiannya, juga tersedia di CRIMSON Store, sisanya tak benar-benar Drew ingat.

Drew hanya bergerak mondar-mandir di depan rak tersebut. Sesekali menoleh di bagian kasir, sekadar mengecek kemunculan Eisha. Durasi sepuluh menit sudah terlampau. Namun, perempuan yang ditunggunya itu belum juga menunjukkan diri. Ide tentang berbagi troli itu memang konyol, ditambah lagi dia mengamini saja usulan Eisha untuk berbelanja setelahnya.

Apakah Drew lupa bahwa beberapa perempuan yang dikenalnya selalu mengambil waktu terlalu lama dalam berbelanjan? Digosok keningnya berulang kali lalu melewati ujung koridor. Ini pasti akan mengambil waktu lebih lama karena harus mengecek ke setiap sudut.

Telepon? Tentu tidak berguna. Sedetik, Drew berencana menghubungi Eisha melalui panggilan suara di sumber informasi. Namun, dia melupakan cara tersebut. Eisha tidak ada di sekitar rak berisi buah-buahan. Pun dengan rak yang menyetok berbagai macam daging. Drew bersiap-siap memutar langkah menuju bagian makanan impor saat ketika sekelebat langsing tertangkap melalui ekor matanya.

Benar saja, perempuan yang mendorong troli penuh dengan barang, melangkah menuju display kosmetik. Sebelum bergerak, Drew menarik dan mengembuskan napas. Besok-besok ketika bertemu Eisha, dia berjanji tak akan menemuinya dan melakukan negoisasi.

"Eisha!"

"Lho, kamu belum pulang?" perempuan itu menunjukkan wajah terkejut.

"Kamu lagi mengerjaiku, ya?" Drew menekan tanpa berusaha menaikkan nada bicara.

Eisha memiringkan kepala. Dengan telunjuk, disibaknya helai-helai rambut ke belakang telinga. "Tadi, kan, aku nemu beberapa produk diskonan, Drew. Sayang banget kalau dilewatin. Ini yang terakhir, deh. Please?"

"Lima menit!" Drew tidak bisa menolerir lebih lama lagi. Dia ingin pulang segera mungkin. "Lagipula, produk semacam itu bukannya tersedia di kantor?"

Deretan pewarna bibir beraneka macam tepat di depan Eisha. Beberapa jenak, perempuan itu sibuk memilah tiga di antaranya. "Belum ada. Ini produk brand lokal yang belum punya kerja sama dengan CRIMSON."

Ketika Eisha sedang memperhatikan tiga warna berbeda yang dioleskan di punggung tangannya, Drew lantas mendekat dan menyentuh jemari lentik itu hingga si empunya terkejut. Drew langsung berujar, "Aku punya cara biar ini jauh lebih cepat." Tanpa permisi dan mengabaikan penolakan perempuan di depannya, Drew mendekatkan jemari tersebut ke indera penciumannya. Secara bersamaan, hidungnya diserba aroma vanila, stroberi, dan mint.

"Drew, orang bisa salah paham, tahu!" Eisha melepaskan tangannya sesegera mungkin.

"Kurasa vanila lebih bagus." Drew menyeringai. "Lelaki menyukainya saat kalian berciuman."

"Kamu!"

"Aku selalu merekomendasikan yang terbaik, jadi ikuti saja saranku." Pandangan Drew kembali ke rak. "Kamu butuh parfum sekalian?"

Eisha berdengkus, tidak mengembalikan tiga pewarna bibir saat melangkah untuk melewati Drew. Langkahnya yang gegas itu sempat menyenggol Drew. Di pijakannya, Drew hanya mengernyit saat samar aroma parfum terendus. Aroma manis dan lembut itu tak jauh berbeda dengan aroma pewarna bibir di punggung tangan Eisha.

***

Pinrang, 26 September

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro