Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23. Pesta Mami

            Untuk membunuh rasa suntuk, Drew mengirimkan chat random pada Siska siang hari ketika pesanannya datang. Kalau akhirnya chat itu tak dibalas, ada kegiatan lain yang bisa dilakukannya. Barangkali mulai menghubungi Agnes atau saudara tertuanya, Will. Sudah berapa lama mereka tak saling menghubungi? Sebulan lebih.

Drew menyantap pesanan lobster newburg. Ekor lobster yang dipadukan saus gurih dan renyah. Agnes yang pernah merekomendasikan makanan ini dan dia baru mencobanya sekarang. Begitu dikecap lidah, saus beraroma mentega yang dipadu rasa pedas, terasa nikmati. Jenis makanan berkuah ini akan langsung menjadi favoritnya.

Notifikasi dari ponsel, sontak membuat Dean menjangkau benda pipih tersebut.

Siska: Aku butuh rekomendasi kegiatan liburan yang bikin enggak garing.

Andi: Ke mana-mana aja sendirian!

Jawaban itu sebenarnya spontan. Aktivitas bersenang-senang yang Drew lakukan sering melibatkan minimal Alby atau Rekza. Hanya saat berkunjung ke pameran seni, dia melakukannya sendirian. Namun, Drew sepertinya ingin membuktikan usulannya tersebut.

Omong-omong, sepanjang hari ini, Drew dan kliennya, Siska, saling mengirim chat. Mereka membahas apa pun. Hal-hal absurd dan tidak penting. Padahal, Drew memiliki agenda padat hari ini. Padahal, Siska juga mengatakan sibuk saat siang hari. Akan tetapi, mereka tidak menghentikan obrolan tersebut, terus berlanjut hingga hari-hari berikutnya.

Andi: Kenapa cewek butuh banget merayakan hal-hal remeh? Hari jadian, misalnya.

Pertanyaan itu muncul ketika Drew mendapatkan penolakan dari rekan sedivisinya karena harus bertemu sudah memiliki janji untuk merayakan hari jadi mereka. Dia jadi teringat lagi saat masih pacaran dengan Rissa. Dia harus menandai beberapa tanggal di kalender agar tak lupa.

Siska: Kebanyakan cewek menyukai hal-hal romantis, Andi. Kamu, tuh, memang seperti cowok kebanyakan, ya?

Jawaban itu tidak jauh persis dengan Rissa dulu. Drew mengulas senyum lagi saat chat dari Siska muncul.

Siska: Pasanganku enggak harus hapal dengan tanggal lahirku, tapi aku pasti bahagia banget kalau dia ingat. Kalian, laki-laki, enggak akan mengerti karena terlalu menggunakan logika. Hal remeh kayak gitu, tuh, bisa nyenengin pasangan, lho.

Andi: Aku bisa memberikan kesenangan dengan cara lain. 😉

Siska: ashgksfwrwfbvmsgmwee

Di suatu sore ketika rapat baru saja selesai, Drew memijat leher dan langsung mengeluarkan ponsel. Chat yang sudah membuatnya candu muncul lagi. Dikirim sejam yang lalu.

Siska: Sebenarnya, aku suka banget minum air putih. Sayangnya, aku enggak bisa memesan air putih saat makan di luar. Bisa-bisa, dikira kere banget lagi.

Siska: Aku udah ada di mal. Sendirian aja, seperti saranmu beberapa waktu lagi. Oh iya, aku lagi mesen tiket buat nonton, nih.

Siska: Kamu sibuk banget, ya? Jangan lupa istrihat, Andi.

Senyum Drew melebar tatkala membaca chat terakhir Siska. Semestinya, dia sudah menyalakan mesin mobil, tetapi untuk sesaat, dia membalas chat tersebut, yang kemungkinan tidak akan segera dibalas oleh Siska.

Siska: Filmnya garing, deh. Padahal aku udah berharap lebih. Untung aktornya masih ganteng, jadi sepanjang film berlangsung, aku enggak menguap. Nb. Awas aja kalau kamu ngataian kenapa visual itu penting banget.

Andi: Udah kelar? Lalu, ngapain lagi?

Siska: Jelalatan liat cowok ganteng aja, sih.

Andi: Oh, kamu lagi jomlo?

Siska: FYI, jomlo gini, aku masih banyak yang naksir.

Andi: Apa aku perlu percaya? Omong-omong, kamu memang harus merahasiakan tampangmu juga, ya?

Siska: Enggak ada peraturan kayak gitu, sih, tapi aku merasa tampangku enggak akan ngaruh sama servis yang aku kasih.

Andi: Service banget?

Siska: -_________-

Minggu berikutnya, Drew harus menahan diri untuk tidak memulai mengirimkan chat pada Siska terlebih dahulu. Hari ini, dia sudah janji dengan Will dan Agnes. Tadinya, dia hanya akan menemui Will, tetapi fakta bahwa Agnes yang membuka apartemen Will, sama sekali tak mengejutkannya.

"Muncul juga kamu." Agnes langsung menepak bahu Drew. "Aku beneran sakit hati kamu cuman menghubungi Will."

Celah sempit dari pintu yang dipentangkan sedikit, hanya memuat tubuh Drew jika dimiringkan. Dia pasrah saja menerima pukulan yang berulang-ulang dari kakaknya. "Ke mana Jian?"

"Sama bapaknya. Aku pengin senang-senang dulu sama kalian." Agnes membuntuti Drew yang sudah celingukan di ruangan besar apartemen Will. "Aku enggak paham kenapa Will masih betah di tempat ini."

Will muncul dengan membawa tiga kaleng minuman dan macam-macam camilan dalam stoples. Penyukai camilan berar itu sama sekali tak peduli jika tamunya justru mengharapkan makanan lain. "Sabrina menginap di tempat ibunya. Kalau kalian penasaran kenapa aku sendirian di sini."

Meski Drew begitu penasaran, tetapi Agneslah yang pertama kali berkomentar. "Kalian lagi berantem, ya?"

"Kamu dan Sabrina enggak bahagia." Drew duduk. Diambil kaleng berisi minuman berkarbonasi tersebut lalu diteguk. "Risiko dari pernikahan yang diatur Mami."

"Aku bahagia sama Randi," cetus Agnes yang lalu membuka stoples dan meraup kentang goreng. "Kejadiannya udah lama. Kamu udah putus dan memutuskan menikahi Sabrina." Diangkatnya pandangan pada Will yang masih memegang kaleng minumnya. "Jangan terlalu sering membiarkan Sabrina ngambek dan pulang ke rumah ibunya."

"Sabrina perempuan egois yang keras kepala." Will menyandarkan punggung di sofa. Kepalanya menengadah ke langit-langit. "Semakin aku berharap bisa mencintainya, semakin sulit untuk melakukannya." Serta-merta, Will mengubah posisi dalam waktu sekian detik. "Kudengar, Rissa sudah kembali dari Batam."

Drew melengak pada Agnes yang sudah membeliakkan mata bulatnya. "Kami bertemu, tetapi dia harus berangkat lagi ke Australia."

Hanya Agnes di antara mereka yang menuangkan air ke gelasnya. Dia bertanya, "Lalu?"

"Kami belum balikan." Drew menjawab dengan tenang. Di depannya, Will hanya melekukkan alis. Semua orang tahu, dia pernah tergila-gila pada perempuan itu. "Jangan memberiku nasihat tentang apa yang harus kulakukan."

Kedua tangan Will naik. "Itu memang bukan keahlianku." Tatapannya langsung berpindah pada Agnes yang mengembuskan napas sedih.

"Rissa bisa menjadi pasangan paling sempurna buatmu, Drew. Semenjak putus dengannya, kamu menjadi seperti bajingan."

Will mengangguk dengan mudahnya, yang Drew balas dengan memelotot. "Aku menjadikan Rissa sebagai tolak ukur, ternyata enggak ada satu pun perempuan yang cocok. Sebenarnya, aku datang ke sini bukan untuk membicarakan Rissa." Dia merogoh saku jin, lalu mengecek ponsel. Belum ada chat apa pun dari Siska. Ya, ini Minggu. Perempuan itu mungkin sedang memiliki aktivitas menyenangkan ketimbang berbalas chat dengannya.

"Drew, cuman kamu satu-satunya yang masih betah sendirian di antara kami. Ngomongin Rissa harus tuntas, biar aku tahu, kamu sebenarnya enggak bener-bener move on." Suara Agnes meninggi. Dia melirik pada kembarannya, Will. "Pertama-tama, kamu harus menghubungi Sabrina."

"Aku sudah menghubunginya sejak kemarin. Dia enggak mau bicara padaku."

"Sabrina kakak ipar yang baik." Drew tidak asal berkomentar. Meski mereka tidak akrab, Sabrina begitu ramah dan perhatian ketika dia berkunjung ke tempat ini. "Sayang sekali kalau aku harus kehilangannya sebagai kakak ipar. Tapi, kamu, kan, enggak bakal membuat Mami jengkel karena pernikahanmu enggak sebahagia Agnes."

Tiba-tiba saja, Agnes menepuk tangannya. "Guys, kita hampir melewatkan sesuatu yang penting." Sepasang matanya bergantian menengok ke arah saudaranya. "Sebentar lagi ulang tahun pernikahan Mami."

Drew mengerang sementara Will memejam. Pesta itu adalah mimpi buruk.

***

Pinrang, 24 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro