Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Satu Bulan

            Di lift yang untungnya hanya diisi mereka berdua, Rissa serta merta mendekat dan menunduk demi menempelkan hidup pada meja Drew. Drew yang mendapati serbuan ini terkesiap ke belakang. Sekian detik, raut wajah perempuan yang kesal ini berujar, "Kenapa ganti perfum segala?"

Di lobi apartemen, Drew sebenarnya agak terkejut mendapati Rissa sudah menunggu di sana. Kalau bisa seperti kemarin yang langsung masuk ke unitnya, kenapa perempuan itu malah menunggu di bawah? Bersamaaan dengan lift yang menguak, Drew memberikan jawaban berupa gelengan yang pasti tidak membuat perempuan di sampingnya ini puas.

"Kamu enggak mau banget jawab pertanyaan aku?" Rissa segera menuju sofa dan melepas kardigan. "Sebenarnya, ada banyak hal yang menggangguku. Kayak, kenapa, sih, kamu seenggaknya ngirim kabar kalau pengin pergi duluan dari event Talk Show tadi. Kemejamu juga ganti, mana aromanya beda lagi."

Sekarang, Drew paham alasan Rissa bersikap aneh di lift. Dia masih bergeming tak jauh dari sofa yang Rissa tempati sekarang, seraya menahan keinginan untuk mengendusi aroma pakaian pinjaman ini. "Aku pengin mandi dulu." Lalu, ditambahkannya kalimat itu karena Rissa mengernyit tidak senang. "Nanti kita bahas lagi."

Ketika bergerak menuju ke kamar, Drew merasakan tatapan Rissa yang belum beralih darinya. Sifat posesif itu mungkin tidak akan hilang dari perempuan yang mungkin sudah beranjak menuju ke dapur untuk mengecek persediaan makanan di lemari pendingin. Tentang kemeja dan aroma lain ini, Drew butuh alasan lain, yang berarti dia akan berbohong. Tidak boleh lagi ada kebohongan walaupun niatnya baik, agar taka da salah paham.

Mestinya, Rissa memang tak perlu cemburu jika Drew menceritakan kebenarannya. Sha hanya berbaik hati karena menumpang dengannya. Namun, pengalaman yang sudah-sudah, meyakinkannya bahwa perempuan yang tengah melakukan apa di luar pasti akan berpikir macam-macam.

Drew membuka kemeja, lalu bergerak ke depan cermin. Wajahnya kuyu. Ekspresi lelah itu tergambar begitu jelas. Dia berencana akan istirahat, lalu mungkin akan menelepon Siska. Hanya, sederet rencana itu takkan terlaksana karena keberadaan Rissa.

Rasa lelah itu bisa saja menghilang dengan hadirnya Rissa. Hanya saja, topik mereka di awal pertemuan sudah mengindikasikan ke mana percakapan akan berlangsung saat Drew kembali menemui perempuan itu nanti. Perempuan cantik yang sulit dilupakannya, kenapa terkadang menyebalkan, sih?

Lalu, Drew berdengkus dan melempar kemeja ke ranjang. Tak ada waktu untuk berlama-lama di kamar. Rissa akan memasak jauh lebih cepat dan datang mengecek jika dia belum keluar.

Begitu menguak pintu kamar, aroma masakan yang tak biasa menggiring Drew untuk lebih cepat kitchen bar. Dua gelas tinggi berisi minuman, berikutnya wadah berisi mi dadak yang menggugah selera. Terdapat pula bakso dan nugget goreng. Namun... Dia mencari keberadaan Rissa yang muncul dari kamar mandi. Rambut bergelombangnya sudah digelung rapi di puncak kepala.

"Kita makan ini?"

Rissa menelengkan kepala ketika menanggapi pertanyaan Drew yang begitu aneh. Setelah duduk di stool, Rissa membuka sumpit dan meletakkannya ke wadah yang tak hanya berisi mi, campuran sayuran berupa tomat, sawi, potongan cabai, dan daun seledri. "Kamu mengisi lemari pendinginmu dengan semua makanan ini, Drew. Pengin kubuatkan yang lain saja."

"Maksudnya gini, Ris." Drew menempati stool di sisi Rissa. "Biasanya kamu paling anti makan kayak gini."

"Salah." Rissa menepuk lengan Drew agar menyantap makanan lebih dulu. "Aku anti makan mi setiap minggu. Tapi, syuting series-ku udah kelar. Artinya, aku bebas buat makan asal enggak bablas."

Drew menyantap nugget terlebih dahulu, kemudian menyendokkan kuah mi ke mulut. "Berapa lama liburmu?"

"Aku sebentar lagi mesti ke Aussie." Rissa memilih bakso goreng usai menyuap mi. "Drew, ada perempuan yang kamu sukai?"

Perempuan ini memang takkan akan melewatkan topik yang tadi begitu saja. Drew mengangkat wajah demi membalas pandangan Rissa. "Belum ada."

"Tapi, ada sesuatu yang ganjil tentang kemeja yang kamu kenakan tadi."

Kenapa hidung Rissa begitu peka. Aroma pewangi detergen dari kemeja yang dikenakan Drew tidaklah tajam. Hanya berupa aroma lembut yang perlahan memudar karena keringatnya. Mungkin selama ini, Drew tidak pernah mengganti jenis parfumnya. Bukan hanya Rissa, Agnes pun menghafal jenis parfumnya.

"Aku meminjamnya dari teman kantor. Kemejaku sebelumnya terkena noda genangan air."

"Tapi itu bukan aroma khas cowok."

"Kemeja ini memang punya rekan perempuan di kantor, Rissa." Drew berujar resah. "Tolong, jangan menuduh yang macam-macam."

Rissa mengambil tisu dan membersihkan area bibir tipis yang warna ranumnya memudar karena kuah mi. "Aku perlu memastikan satu hal sebelum memutuskan mengejarmu lagi."

"Semestinya kamu menghubungiku bulan lalu, atau beberapa bulan lalu, atau di saat aku masih berharap kamu kembali. Bukan sekarang, saat aku merasa sudah melepaskanmu."

Pada waktu yang bersamaan, mereka menghentikan aktivitas makan itu. Drew menunggu pembelaan dari perempuan yang tengah menunduk itu. Hingga detik terus bergerak, dia tak mendengarkan apa pun dari Rissa.

"Drew, aku juga menderita waktu itu. Kupikir, menandatangani beberapa kontrak proyek akan membuatku sibuk dan enggak akan merasakan sakit hati. Itu salah besar. Aku makin kangen dan berharpa bisa bertemu lagi."

"Bersama maupun berpisah, kita tetap saling menyakiti, kan?"

Dua tangan Rissa terjalin di meja bar, tetapi tatapannya jatuh. Barangkali, dia tengah mengamini ucapan Drew dan berpikir, memberikan kesempatan kedua pada hubungan mereka adalah sesuatu yang sia-sia.

"Perasaanku terhadapmu enggak akan hilang begitu saja, Ris. Kamu pun tahu itu. Kamu hanya perlu menyentuh, maka aku akan kehilangan kendali seperti tempo hari." Drew memejam. Kilas kejadian itu masih menetap di kepalanya. Bagaimana kerinduannya tersalurkan melalui ciuman-ciuman panjang mereka. "Aku belum siap untuk hubungan seperti yang dulu."

"Aku melihat videomu yang beredar beberapa waktu lalu." Rissa masih menjalin kedua tangan. Kini, kepalanya tegak dengan pandangan mata sayu. "Aku... aku sempat ingin mundur, tetapi aku berusaha meyakinkan diri, kamu masih Drew yang sama. Sesuai dugaanku, seorang perempuan mengaku sedang menjebakmu. Aku kembali, karena merasa enggak bisa kehilanganmu... selamanya."

Satu tangan Drew bergerak. Pelan, dia menjangkau dan menggenggam tangan Rissa. "Rissa..."

"Aku masih punya beberapa hari lagi sebelum melakukan penerbangan." Rissa membiarkan tangannya berada dalam genggaman Drew. Satunya, bergerak untuk menyumpit nugget dan mengarahkan makanan tersebut di depan mulut lelaki yang masih menggeming. "Maaf, ya. Kamu kelelahan, tapi kita malah ngomongin masalah ini."

Drew lantas memasukakn nugget pemberian Rissa ke mulut. Di sela-sela kunyahannya, dia berujar, "Lain kali, jangan terlalu gampang menuduhku."

"Drew, aku benar-benar enggak tahu statusmu tuh kayak apa sekarang. Jomlo yang sedang melupakan mantannya dan berusaha mencari pengganti?"

Beberapa waktu lalu, Drew tertarik pada Anne. Rupanya, mereka tidak cocok. Ketidakcocokan yang membawa pada malapetaka karena mereka akhirnya berseteru. "Belum ada perempuan sepertimu."

Jawaban yang merekahkan senyum Rissa begitu sempurna. Tangan perempuan itu ganti menggenggam dengan lebih erat. "Kita bicarakan lagi sepulangnya aku dari Aussie."

"Kapan tepatnya?"

Rissa menyumpit nugget. Jawaban yang tak langsung terlontar dari mulutnya. "Aku syuting MV di sana. Setelahnya, menghadiri kegiatan amal dari sebuah agensi. Mmm, mungkin sebulan lagi."

Jujur, Drew ingin protes. Namun, itu tidak ada gunanya. Dia masih bisa menunggu. Lagi pula, dia butuh pertimbangan tanpa campur tangan Rissa di sekitarnya. "Sebulan lagi. Aku harap, kamu juga memikirkannya matang-matang."

"I did it, Drew. I spent my days for thinking that over. Sekarang giliranmu. Apakah kamu ingin kembali atau..." Rissa mengembuskan napas. Terlihat sedih. "Sebenarnya, aku enggak sanggup kalau kamu pengin kita cuman berteman."

"Kita bisa temenan, tapi aku enggak menolak kalau sewaktu-waktu kamu pengin nyium." Dan, Drew melontarkan jeritan panjang ketika tangannya dicapit keras-keras oleh Rissa.

***

Pinrang, 17 September

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro