13. Hei, Mantan!
Cengiran Drew terpantul di cermin ketika membaca isi chat penjelasan mengenai Siska. Begitu tersadar, dihapusnya cengiran tersebut. Sewaktu mengantar Jian dan Agnes ke pesta, Drew sempat mengirimkan chat sebagai konfirmasi kesediaannya melanjutkan persyaratan tentang jasa curhat online tersebut.
Tidak hanya sibuk mengurus Jian sembari mengekori kakaknya, Drew harus mengobrol dengan perempuan yang ingin berkenalan. Menghadiri acara pernikahan yang mewah dan glamour tersebut tidak menghadirkan rasa sesal sedikit pun. Ada sejumlah rekan dan pebisnis, di antaranya sempat berkomentar tentang betapa kejamnya seseorang yang sengaja menjatuhkan citra Drew dengan video tak tercela.
Drew bersyukur karena mengabulkan permintaan Agnes untuk datang menemani. Rekan Agnes yang melangsungkan pernikahan, rupanya anak dari pemilik salah satu perusahaan manufaktur makanan. Tentu, banyak pebisnis yang hadir, yang menjadi kesempatan bagi Drew untuk menjalin lebih banyak relasi.
Mereka, Drew dan Agnes, baru pulang hampir tiga jam setelahnya. Jian sudah tertidur sementara Agnes langsung memberondong dengan banyak pertanyaan ketika di mobil. Salah satunya, "Jadi, siapa yang paling cantik di antara perempuan yang mengajakmu kenalan?"
Sungguh, Drew tidak lagi ingat. "Aku kenalan dengan tiga perempuan. Perempuan yang kamu maksud ada di antaranya?"
Agnes membuang napas, begitu panjang. Lalu, decaknya terlontar. "Dia seanggun Mami, Drew. Pantas aja jadi inceran menantu."
"Dengar, kamu enggak boleh berpihak sama Mami." Drew mendelik tajam, sebagai ancaman. Agnes tidak menanggapinya sebagai sesuatu yang menakutkan. "Aku serius, Agnes."
"Iya, iya! Tenang ajalah. Untuk saat ini, aku ada di pihakmu."
"Kenapa kamu ragu begitu?"
Perempuan yang mengubah posisi dengan menaikkan satu kaki di dasbor, bersuara, "Untuk sekarang, kita belum tahu apa-apa tentang cewek ini, kan? Kalau dia cocok buat jadi ipar, aku bakal berbalik mendukung Mami."
Obrolan mereka kemudian berpindah ke hal-hal remeh. Agnes yang lebih banyak curhat mengenai Randi. Suaminya yang cuek, tetapi sangat dicintainya. Setelah puas, dia meminta Drew agar menginap saja di tempatnya malam ini. Akan tetapi, Drew menolak mentah-mentah. Betul, suasana di tempat Agnes menyenangkan, terlebih ada Jian. Namun, dia enggan mendengar suara menggelegar saudarinya ketika pagi hari.
Keesokannya, Drew bangun lebih pagi. Hari ini, jadwalnya mendatangi fitness center di lantai bawah. Dia hanya menggunakan threadmill dan bench press. Saat mengelap keringat dengan handuk kecil tersampir di bahu, Drew baru ingat mengenai balasan chat yang semalam begitu diharapkan.
Siska nama perempuan yang Drew hubungi itu, menjelaskan serentetan kesepakatan yang harus mereka patuhi. Cukup mudah, sebenarnya. Drew bisa berhenti kapan pun, dengan syarat harus membayar terlebih dahulu. Uang tak pernah menjadi masalah baginya.
Ponsel itu kembali dimasukkan ke saku celana olahraga. Meski begitu, dia tetap menyalakan musik dari bendah pipih tersebut. Cermin di depan, memantulkan tubuh dan rambut berkeringatnya. Drew menyugar rambut ketika sesosok perempan semok melintas di belakang. Tatapan keduanya bertemu, tetapi Drew memutusnya dengan cepat. Anyelir, nama perempuan itu, rupanya menyembunyikan identitas statusnya ketika berkenalan dengan Drew. Dua hari berikutnya, seseorang berbadan kekar mendatangi unitnya dan langsung memberikan hantaman yang kuat.
Belakangan, barulah Drew tahu jika pelatih fitness tersebut merupakan suami Anyelir. Sejak saat itu, dia langsung menjauhi Anyelir ketika mereka berpapasan di mana pun di apartemen. Seperti sekarang. Tanpa menyahut, langkahnya menjauh menuju apartemen. Dia tidak akan peduli, sikapnya membuat perempuan itu sakit hati.
Drew menarik handuk kecil dari pundak ketika masuk ke unit. Ketika hendak melepas sandal, tubuhnya menggeming. Sepasang keds putih diletakkan begitu rapi di rak. Pemiliknya bukan Agnes. Kakaknya yang super feminin itu belum pernah mengenakan keds. Lalu, siapa yang sudah berada dalam ruangannya?
Jujur, sepatu keds ini terasa tidak asing. Drew pernah membeli secara khusus dan memberikannya pada seseorang. Kontan, Drew memilin handuk begitu kuat. Bukan, bukan perempuan itu. Saat terus mengingatkan dirinya mengenai kemungkinan yang diam-diam ada di benak, aroma parfum yang lembut dan manis muncul dalam inderanya.
"Pagi, Drew."
Detik ketika suara halus itu menyapa, Drew tidak langsung melengak. Dia masih mempersiapkan hatinya. Lalu, matanya menangkap perempuan yang berpenampilan kasual. Kaus putih pas badan yang dipadukan dengan jin biru dongker. "Rissa."
Rissa langsung datang menghampiri, tanpa aba-aba, tangan ramping tersebut melingkar di tubuh Drew. Dan, ciumannya mendarat di tepi bibir lelaki yang sangat dirindukannya. Begitu lama. "Hei, aku kembali."
Drew akhirnya melepas tangan Rissa. Dilihatnya mata yang penuh binar di depan. "Kembali?"
"Syutingku udah kelar." Rissa tertawa. Tawa yang begitu merdu. "Jadi, aku balik ke Bandung."
Entah apa yang sedang Rissa lakukan di sini. Drew sungguh-sungguh tidak tahu. Ditunjuknya pakaian tanpa lengan yang makin membuatnya gerak ketika bergerak mundur. "Aku berkeringat dan pengin mandi."
"Silakan." Rissa melangkah lebih dulu. Kemudian, dia menoleh seraya berujar, "Kamu buruan mandi, aku udah masakin spesial buat kamu."
Kedatangan Rissa bukan kejutan yang menyenangkan. Dia merindukan perempuan itu. Koreksi, sedikit, tetapi, tak mengharapkannya mendapatkan kunjungan yang tiba-tiba. Drew masih memikirkan sejuta alasan saat tubuhnya masih dihujani air dari shower. Kenapa Rissa harus datang lagi ke apartemennya? Dia bukannya menolak bertemu dengan perempuan yang pernah mengisi pikirannya selama bertahun-tahun. Hanya saja, perjumpaan mendadak ini sedikit membuat... kesal.
Drew mematikan shower lalu membungkus tubuhnya dengan handuk. Di lemari pakaian, diambilnya kemeja paling pertama dilihat. Dia berbenah lebih cepat dari biasanya lalu kembali ke kitchen table.
Rambut panjang bergelombang milik perempuan yang duduk di stool sudah tergelung rapi. Rissa menoleh ketika Drew mendeham. "Kamu udah mandi, udah seger, tapi mukamu masih cemberut."
Kontan, Drew mengedip. Apakah terlalu kentara? Drew mengambil posisi di sebelah Rissa. Dengan alis melekuk, tatapannya terpaku pada wadah berisi makanan. "What is that?"
"Shepherds Pie." Rissa menjawab singkat. Cukup cekatan, Rissa menuangnya di wadah lain lalu memberikannya pada Drew. "Cobain deh."
Tampila makanan itu cukup menggiurkan. Aroma yang terhidu membuat Drew tak tahan untuk menelan ludah. "Hasil eksprerimenmu, ya?"
"Bukan, sih. Aku diajarin seorang teman saat di Batam. Bikinnya agak rumit. Waktu aku berhasil, orang pertama yang pengin aku suguhi malah kamu."
Drew tersedak setelah penuturan tersebut. Dalam hitungan detik, segelas air sudah berada dalam jangkaunnya. Drew mengambil dan meneguk setengah. "Ris, kamu pengin bikin aku baper, ya?" katanya setelah berhasil meredakan batuk.
"Aku beneran kangen sama kamu, Drew."
"Ini masih pagi dan aku enggak pengin kita bertengkar, tapi biar kuingatkan lagi. Kamu yang waktu itu meminta putus."
Rissa menatap. Hanya seperti itu yang membuat Drew diserang rasa bersalah. Sejak dulu, Rissa selalu memiliki kemampuan untuk meyakinkan orang-orang bahwa dia tak pernah melakukan kesalahan. "Kamu bisa, ya, move on secepat ini?"
Drew takkan membeberkan kejadian memalukan yang pernah terjadi pada Rissa. Malam-malamnya begitu menyengsarakan. Hanya Rekza yang menemani saat itu. Sekaligus menjadi ibu peri yang menolong agar dirinya bangkit. "Belajar melupakanmu itu enggak pernah mudah, Rissa. Pada akhirnya, aku sadar harus bangkit."
"Aku minta maaf." Rissa mengatakannya, cukup pelan. "Tapi, sampai hari ini, aku enggak bisa memikirkan orang lain selain kamu."
Jika Rissa membeberkan ucapan tadi setahun yang lalu, hubungan mereka tidak akan seperti ini. Perempuan ini yang memutuskan menjauh. Dia menolak akses jenis apa pun agar Drew mendekat. "Bukan salahmu. Hanya, semakin hari, hubungan kita makin enggak bisa-"
Sudah lama Drew melupakan sakit hatinya pada Rissa. Namun, segala sentuhan perempuan yang kini bangkit dari kursi, tak pernah sanggup ditolak. Detik ketika Rissa mendekat dan melayangkan ciuman, Drew tahu semuanya akan semakin sulit.
Nb: Si mantan yang pernah bikin Drew patah hati.
Pinrang, 14 September 2022
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro