2. Meledug
Jella berakhir tidak tidur semalaman karena kalimat asal sebut dari adiknya. Niko dan selingkuh bukan dua hal yang cocok jika disandingkan. Menurut Jella, pria yang memilih untuk rebahan seharian daripada ikut reuni sekolah atau kuliah adalah pria yang minim kemungkinannya untuk selingkuh.
Jella masih ingat betul saat mereka kuliah bersama, Niko akan selalu berada di sampingnya untuk mendengar semua keluh kesah atau ocehan tidak berguna darinya. Namun, entah sejak kapan, kebiasaan itu mulai berubah. Mereka tidak lagi bicara tentang hal-hal sederhana yang selalu mereka bahas. Pembicaraan mereka tidak akan jauh dari urusan kantor, penelitian yang sedang berlangsung atau proyek yang akan datang. Salah satunya terjadi pada 3 bulan lalu.
"Ko, aku mau cerita, deh." Jella menyisir rambut bergelombangnya dengan jari, kemudian menggulungnya hingga membentuk cepol.
Niko masih belum beralih dari ponselnya. Jella bisa melihat dengan jelas kalau kekasihnya tersenyum beberapa kali saat melihat ponsel.
"Ko, masih sibuk?"
Niko gelagapan. "Hah, gimana?"
Jella mengusap hidung mancungnya yang tidak gatal. Bibir tebalnya sudah maju lima senti. "Kamu mau dengerin aku dulu atau mau perhatiin hp aja?"
Pertanyaan Jella membuat Niko menghela napas berat. Kelihatannya pria bermata besar itu terlalu lelah untuk memulai debat.
"Makin lama kamu makin posesif, ya. Aku lagi bales chat kerjaan." Niko segera meletakkan ponselnya dan melipat tangan di meja seperti anak SD yang baru saja mengucap salam pada guru. "Aku nggak akan liat hp, ayo, Jaella Danastri, waktu dan tempat dipersilakan."
Jella masih cemberut. "Waktu dan tempat doang, nih, yang dipersilakan?"
"Waktu dan tempat buat kamu maksudnya." Niko tersenyum. Senyum yang memang selalu ia tunjukkan pada Jella selama 7 tahun terakhir. Senyum yang membuat wanita bertubuh mungil itu kehilangan kemampuan untuk tegak.
Senyum Niko masih bisa bikin gue mleyot kayak jelly. "Kamu tahu V-Bio? Penelitian terbaru mereka kolaborasi sama universitas dari Jerman sama Swiss. Penelitiannya bakal inventarisasi tumbuhan tingkat rendah di Sumatera. Aku tertarik banget buat ikutan proyek kayak gitu. Sayang, di Arcie Grup kita belum dapet kesempatan kerjasama begitu. Kamu tahu, profesor sama mahasiswa yang ngerjain penelitian itu bakal dateng ke Indonesia selama proyek. Kan, asyik banget bisa nambah wawasan dari profesor luar gitu."
Niko tersenyum hingga matanya berubah menjadi garis melengkung. "Bidang herbarium mereka memang lebih berkembang daripada Arcie Grup. Di perusahaan kita, mainnya masih sama peneliti lokal."
"Iya, kan? Mana direktur mereka itu memang peneliti Herbarium. Duh, aku udah banyak baca buku beliau. Kapan, ya, bisa kerja bareng beliau?" Mata besar Jella langsung berbinar begitu ia melihat Niko tersenyum dan antusias mendengarkan.
Pria berambut tebal itu melipat tangan di dada. Ia bicara dengan nada kesal. "Yaudah, kamu pindah ke V-Bio aja sana."
Jella menghela napas panjang. Saking panjangnya, duduknya sampai melorot hingga sebagian tubuhnya tenggelam di balik meja. "Kan aku udah dua kali ditolak. Kenapa, sih, mereka nggak terima aku? Padahal aku udah buat portofolio sebaik mungkin."
"Kamu nggak sesuai kualifikasi yang mereka butuhin."
Jella langsung cemberut. Dua kali ia mengirimkan lamaran, dua kali pula ia ditolak saat masih seleksi administrasi. Bayangkan, belum tes saja berkasnya sudah langsung ditolak mentah-mentah.
"Bukannya bagus? Kualifikasiku lebih dari yang mereka harapkan." Jella masih tidak mau kalah.
"Lowongannya untuk S1, kamu masukin lamaran kualifikasi S2. Jelas mereka jiper. Soalnya kamu lebih dari yang mereka butuh. Udah, kamu di sini aja. Inget janji kita. Siapa tahu, kalau kamu jadi kepala bidangnya, herbarium di Arcie Grup bisa lebih maju dari V-Bio."
"Manis banget kata-katanya. Itu mulut apa pabrik gula?" Jella menjawab sambil tertawa kecil. "Kalau ada lowongan kerja di V-Bio, aku pasti daftar."
Kalau Jella penuh dendam, pasti ia tidak akan mau lagi mendaftar di V-Bio. Namun, ia masih bisa memuji V-Bio karena mereka memang sekeren itu. Kerjasama dan proyek yang mereka kerjakan, skalanya selalu lebih besar dari Arcie Grup, tentunya hal ini hanya berlaku untuk bidang Herbarium. Arcie Grup lebih unggul di bidang lainnya.
***
Niko benar-benar tidak bisa dihubungi. Jella mungkin bisa agak tenang kalau Niko membalas pesan-pesannya, tetapi pria itu malah menghilang. Akhirnya, pada saat jam makan siang, Jella harus repot datang ke gedung bidang fitopatologi hanya untuk mengajak pacarnya bicara. Hal itu bisa terjadi setelah Jella mengetahui info terkini dari adik sepupunya.
"Jella!" Suara Niko yang membentak membuat Jella tersentak. "Kalau yang mau kamu omongin nggak ada hubungannya sama kerjaan. Mending aku pergi aja, aku masih punya banyak kerjaan. Hidupku nggak ngurusin kamu aja."
Jella terdiam. Wanita bermata besar itu berencana bertanya ke mana hilangnya Niko setelah pesan singkat kemarin dan ia juga ingin bercerita tentang pertemuannya dengan Alia dari V-Bio, tetapi kalimat yang sudah ia susun semalaman, langsung hilang seketika.
Niko bersin beberapa kali selama berdiri di depan Jella.
"Kamu sakit?"
Pria bermata besar itu menghela napas. "Kita bisa fokus ke topiknya, nggak?"
Jella sudah hampir menangis. Ia merasa mengenal Niko dengan baik, tetapi di saat yang sama, ia tidak mengenalinya.
"Aku ditawarin kerja di V-Bio."
Niko menyeringai. Terkesan meremehkan. "Wah, bagus, dong. Itu kan, mimpi kamu selama ini?"
Nada bicara Niko yang kelihatan tanpa emosi membuat Jella linglung.
Kesalahan apa yang gue perbuat sampe Niko nggak tertarik sama cerita gue?
"Udah?" Niko bertanya sambil memeriksa ponselnya.
"Kamu nggak keberatan kalo aku pindah ke V-Bio?"
Jella berharap kekasihnya akan ingat janji mereka. Pada awal masuk ke Arcie Grup, mereka punya sebuah janji. Ia dan Niko sepakat akan sama-sama merintis karir di Arcie Grup. Mereka merasa kalau takdir memang mendukung mereka selalu bersama. Mulai dari kuliah, wisuda hingga diterima kerja. Keduanya sudah serupa kembar siam yang selalu bersama ke mana saja.
"Kalau itu mau kamu, silakan. Toh, nggak ada urusannya sama aku. Itu hidupmu dan pilihanmu."
"Ko, kamu pacar aku." Jella menjawab dengan tegas. "Ke mana Niko yang selalu bilang kalau aku pantes naik jabatan dan dengan kemampuanku aku bisa jadi kepala bagian?"
"Aku cuma cowok yang sama-sama kamu selama 7 tahun terakhir. Nggak lebih. Masalah jabatan, kamu udah hampir 4 tahun di Arcie dan masih jadi staff biasa. Nggak ada kemajuan signifikan sama sekali. Saranku mimpimu jangan ketinggian."
"Oke, kalau kamu ngerasa gitu. Terima kasih." Jella memilih untuk beranjak lebih dulu dan meninggalkan Niko, sebelum pria itu mengatakan hal yang lebih menyakitkan daripada ditusuk sebuah pisau.
Sambil berjalan, Jella mencoba menghitung mundur waktu perubahan sikap Niko padanya. Kejadian yang muncul di benak Jella sebelumnya, itu sekitar tiga bulan lalu. Saking seriusnya berpikir, ia sampai menabrak seseorang.
"Ow, hati-hati."
Jella mendongak dan mendapati pria oriental dari V-Bio berdiri di sana. Hanya berjarak beberapa langkah dari tempatnya dan Niko bertengkar.
"Ngapain lo di sini?" Jella auto sewot.
Pria berhidung mancung dan tubuh tinggi itu malah celingak-celinguk. "Setahu saya, ini area terbuka yang bebas akses. Jadi, Anda tidak punya hak untuk mempertanyakan keberadaan orang lain di sini."
Kalau Jella karakter kartun, pasti sudah ada api yang membara di balik tubuhnya dan hidungnya akan mengeluarkan asap penuh emosi. Namun, berhubung yang dikatakan pria jangkung itu benar, Jella hanya bisa menghentakkan kakinya dan melanjutkan langkah. Salahnya sendiri bicara dengan Niko di depan gedung dan dekat parkiran pula.
Sialan! Tiap gue kena sial, pasti ada cowok jangkung itu!
"Woy, lain kali kalo mau ribut, cari tempat yang sepi." Pria berambut mullet itu tertawa dan ia langsung mengedipkan satu mata ketika Jella menoleh.
"Bangke, ya, lo!" Kesabaran Jella yang hanya setipis tisu dibagi dua, akhirnya musnah. Ia segera balik badan untuk melampiaskan murkanya pada pria yang tidak ia kenal itu. "Sini, nggak!"
Pria tadi malah tertawa dan melambaikan tangan. "Makasih buat dramanya. Main ke Arcie Grup emang seru. Kapan-kapan mampir lagi, ah."
Jella yang mengenakan sepatu kets, sudah siap jadi pelari cepat ketika pria itu tunggang-langgang dan masuk ke dalam mobil.
"Larinya cepet juga. Ngomong-ngomong, sepatu heels-nya mana, nih?" Pria itu masih sempat membuka jendela ketika melewati Jella.
Gue bakal tandain muka lo! Cowok jangkung sialan!
***
Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.
Aloha!
Semoga suka sama ceritanya.
Menurut kalian, kenapa Niko begitu?
Yang diumpati sama Jella. Hehe
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro