Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8 - Daniel Brooke

8. Daniel Brooke

Sepanjang meeting berlangsung, ia terus menatapku. Sementara, aku harus berusaha untuk bersikap pura pura tak mengenalnya demi melancarkan presentasi tim kami.

Daniel Brooke, akhirnya aku mengetahui namanya. Begitu aku melihat bahwa ialah yang masuk ke dalam ruangan ini, otak ku dengan sialannya memutar kembali kegiatan panas yang ku lakukan dengannya beberapa waktu lalu. Yang membuatku merona merah, apalagi saat kami berjabat tangan saling mengenalkan diri.

"Baiklah, mungkin cukup untuk sekarang. Saya harap pertemuan selanjutnya kalian sudah bisa membawa contoh product advertisement yang perusahaan kami pilih." Pak Daniel menutup meeting kami, dengan cepat aku membereskan barang barang kami, dan langsung menjabat tangan mereka.

"Oh, ya... Siapa yang akan bertanggung jawab penuh di project ini? Boleh saya minta contact kalian?" Pak Daniel menghentikan langkahku yang hampir mencapai pintu keluar. Membuatku berbalik dan memaksakan senyum. "Agar saya bisa mengawasi langsung progress nya." Lanjutnya meyakinkan.

Brandon dan Mas Ivan tentunya dengan cepat memberikan kartu nama mereka, juga menyebutkan nomor telepon yang sudah tersambung dengan aplikasi Whatsapp. Sementara aku terdiam hingga akhirnya mereka berkata akan menungguku di depan lift selama aku memberikan kartu namaku.

"I got you!" Ucap Pak Daniel saat Mas Ivan dan Brandon telah keluar dari ruangan. Ia menyeringai nakal sambil menatap wajahku.

"Yes, you are. Ngapain lo nyari gue?" Aku berkata dengan ketus untuk menutupi kegugupanku, membuatnya terkekeh lalu berjalan mendekatiku.

"Ternyata kamu galak juga ya," kekehnya tepat saat ia berada dua langkah di depanku. "Kamu harus tahu gimana gilanya aku cari kamu sejak malam itu, bahkan berniat untuk minta bantuan private detective. Tapi ternyata keberuntungan berpihak sama aku."

Aku tertegun sejenak, untuk apa ia mencariku?

"Its just one time thing, sesuatu yang harus lo lupain setelah itu. Kenapa harus repot repot nyari gue?" Aku menyilangkan tanganku di dada menunggu jawaban.

"Because you got something that i need for life." Pak Daniel mengalihkan pandangannya saat berbicara. Ucapannya sangat lirih bahkan hampir tak dapat ku dengar jika saja saat ini aku tak berada beberapa langkah di depannya.

Aku memilih untuk mendorongnya menjauh lalu merogoh tas ku dan memberikannya kartu namaku. "Gue harap lo gunain ini untuk masalah pekerjaan aja. Selain itu, dont expect that im going to respond you."

Tanpa menunggu jawabannya aku langsung pergi keluar dari ruangan itu dan menyusul rekan ku yang menunggu di depan lift.

•••

Rob: Malam Kiran.
Rob: kamu tahu, beberapa hari ini adikku mulai mengganggu ketenanganku lagi.
Rob: Dan aku sudah menceritakan tentang kamu ke kedua putriku.
Rob: mereka nggak sabar buat ketemu kamu di liburan musim panas mereka nanti.

Aku tersenyum saat membuka pesan dari Rob setelah aku selesai membersihkan diri. Dengan cepat aku mengetik balasanku lalu beralih ke pesan dari nomor asing namun terdapat nama seseorang yang sangat ingin ku hindari.

Daniel Brooke: Hello Ms. Areilla ^^

Keena: what do you want?

Daniel Brooke: savage, huh?

Keena: lo pantes buat di kasarin.

Daniel Brooke: kenapa? Emang aku punya salah sama kamu?

Tidak. Daniel tak memiliki salah apapun padaku. Namun kesalahan itu ada pada diriku sendiri saat mengetahui bahwa ia bekerja di lingkungan kantorku, dan aku tetap melakukan seks satu malam bersamanya.

Aku memutuskan untuk tak membalas pesannya, kemudian beralih menghubungi Brandon. Setelah tiga nada tunggu, Brandon langsung mengangkatnya.

"Kenapa, Keen?"

"Lo sama Harry? Tumben banget nggak ke tempat gue balik kerja."

"Yoi. Lagian jarang banget kan bisa ketemu dia. Sama sama sibuk. Mumpung dia masih di Jakarta. Lo mau nyusul? Ada Gaby sama temennya juga sih."

"Nggak sih... Tadinya gue mau minta beliin martabak yang biasa, tapi gue gojekin aja deh." Aku menyisir pelan rambutku ke belakang.

"Are you really okay, Keen?"

Aku terkekeh, "Iyalah. Emang lo pikir gue kenapa?"

"Kali aja lagi depressed, terus minta martabak buat pesen terakhir sebelum bunuh diri." Kudengar gelak tawa kencang di sebrang sana. Membuatku mendengus kesal.

"Gue masih punya iman, monyet." Umpatku. Aku mendengar tawanya makin keras. "Udah ah, jangan lupa follow up langsung datanya ke pak Daniel, Bran. He asked me." Tutupku.

Setelah itu, aku memutus sambungan telepon saat Brandon telah mengiyakan pesanku. Dan akupun beralih untuk memesan martabak dari aplikasi ojek online yang sedang marak di ibukota.

•••

Aku menghela napas frustasi saat bertatap muka dengan seseorang di pagi hari minggu bersantaiku. Ia terlihat terkejut, menandakan memang ia tak menguntitku hingga ia berada di kawasan Car Free Day saat ini.

"Wahh, jangan jangan kita jodoh loh, Keen." Ucap Pak Daniel dengan semangat. Ya, aku tak sengaja berpapasan dengannya saat berhenti untuk meminum air mineral di kawasan Karet.

Aku mendelik saat mendengarnya, "Dont put your hope too high, Pak." Balasku tajam. Ia terkekeh lalu mengikuti langkahku yang telah meninggalkannya untuk kembali berjalan.

"Bener loh, Keen. Coba kamu hitung, sudah berapa kali kita bertemu secara nggak sengaja?" Pak Daniel mengatakannya dengan mimik wajah serius, namun hanya sesaat karena ia kembali terkekeh. "Oh iya, kenapa kamu panggil aku 'pak', sih? Kita nggak sedang di kantor."

"Walaupun lagi nggak di kantor juga lo tetep client gue, pak." Aku berucap dengan santai kemudian mulai mengambil langkah sedikit cepat untuk melakukan jogging.

"Tapi sekarang bukannya kita temen ya? Walaupun aku pengennya kamu jadi pacarku sih." Aku hampir terjatuh saat mendengar ucapan Pak Daniel. Sedikit terkejut karena tak menyangka sifat asli dari pemilik perusahaan yang cukup besar di ibukota.

"Terserah lo deh, pak." Aku akhirnya membiarkannya berlaku sesuka hatinya kemudian melanjutkan kegiatan minggu pagiku.

"Artinya mulai detik ini kamu jadi pacar aku, ya!" Putusnya, aku langsung berbalik dan menatapnya tajam. Ku lihat binar wajahnya terlihat amat bahagia. Entah karena apa.

"Kalo gitu mulai detik ini juga gue minta putus." Lalu aku memasang earphone ku dan berlari tanpa memperdulikannya yang sekarang mematung saat tadi aku berbalik.

Aku sempat berhenti beberapa kali untuk minum hingga akhirnya aku tiba di finish line, bundaran HI. Aku tak sempat memperhatikan apa Pak Daniel masih mengikutiku karena aku sama sekali tak berbalik.

Namun aku tahu dia terus mengikutiku walau terus ku abaikan ketika aku lihat ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di pinggir trotoar dengan membawa dua buah mangkuk yang berisi bubur ayam, seakan tahu kebiasaan yang aku lakukan setiap pergi ke CFD.

"Nih, makan dulu. Kamu suka bubur ayam, kan? Kalo enggak aku beliin kamu yang lain." Ucapnya saat menyerahkan satu mangkuk ke arahku. Aku mengangguk tanpa sadar lalu meraih mangkuk yang di berikannya.

"Gue suka kok. Makasih." Ucapku singkat sebelum mulai memakan bubur itu. Sebelumnya ku lihat ia tersenyum lega lalu mengambil tempat untuk duduk di sampingku dengan memberi jarak. Seakan merasa aku akan mengamuk jika ia duduk di dekatku. Entah mengapa, aku merasa kecewa dengan sikapnya.

"Kamu mau minum apa, biar aku beliin." Ucapnya saat mangkuk kami sudah bersih. Aku menoleh lalu memberi senyuman tipis. Tak ada salahnya kan aku bersikap baik kepadanya?

"Air mineral aja, nggak dingin ya." Ia mengangguk sebelum akhirnya berlari kecil ke arah tukang bubur untuk mengembalikan mangkuk dan beralih ke tukang minuman di sebelahnya.

Ia menyerahkan botol minuman itu kearahku, lalu ia duduk lagi di tempat yang sama seperti sebelumnya.

"Maaf, ya. Kayaknya kamu nggak nyaman sama sikapku. I feel like a real jerk." Tiba tiba, pak Daniel mengucapkan hal itu ketika keheningan menghantam kami. Aku menoleh ke arahnya yang sedang menunduk dan tersenyum pahit.

"Bukan begitu..." Aku membuka mulutku, ia menoleh saat mendengar suaraku. "Kita saling kenal dengan cara nggak biasa. Dan gue... Sedikit nggak nyaman dengan itu."

Aku bangkit dan melihat ke arah pak Daniel yang nyatanya menatapku dengan lembut. Sial, this damn butterflies!

"Jadi, bagaimana kita mengulangnya dari awal?" Dia bertanya padaku. Aku diam menunggu lanjutan ucapannya. "Kita mulai semuanya dari awal, anggap pertemuan kamu sama aku di club itu nggak pernah ada." Ia tersenyum padaku.

Otakku menyetujui saran pak Daniel. Namun entah mengapa hati kecilku memberontak saat ia meminta untuk melupakan kejadian malam itu. Ku pilih untuk mengabaikan perasaan aneh di dalam diriku, lalu mengulurkan tangan padanya.

"Nama gue Kirana, lo bisa panggil gue Keena. Gue assistant Marketing di salah satu advertising company lantai 16." Ucapku sambil tersenyum. Aku tak menyangka reaksi yang di berikan pak Daniel akan begitu antusias saat menjabat tanganku.

"Daniel Brooke, kamu boleh panggil aku Dan, tanpa 'pak'. Kebetulan aku kerja di gedung yang sama, tapi perusahaan tempat kita kerja beda bidang." Setelah mengenalkan dirinya, ia melepaskan tanganku, lalu menatapku tetap dengan binar bahagia yang entah karena apa di matanya. "So, we're good?"

Tanpa ragu, aku membalasnya dengan anggukan dan senyuman termanisku. Setidaknya, we're restarting the bad start as a friend now.

---

Continue...

HALOO, how's life gengs. Another new character today! Daku masih menunggu hasil vote kalian tentang ending cerita ini loh. Ps. Masih stuck di chapter 13 loh. Sisa 5 cadangan hehe.

Im updating this chapter di perjalanan field trip kampus :):):)

24th of September 2017

Psst i miss you guys commenting my shitty story :(

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro