12. Tell me
12. Tell Me!
"Oh, shit!" Samar samar kudengar suara umpatan lelaki yang membuatku terbangun dari tidurku. Aku tetap memejamkan mataku karena masih terlalu lelah.
Sesaat kemudian kurasakan beban di sisi sebelahku menghilang, akupun memiringkan badan untuk memeluk sesuatu yang masih tetap berada di sisiku. Dan tak ku sangka ia membalas pelukanku, membuatku langsung membuka mata dan melihat Daniel yang masih terlelap. Wajah kami berhadapan, membuatku seketika mengingat apa yang terjadi tadi malam.
Perlahan, aku mengangkat tangan Daniel yang melingkar di pinggangku. Ia terlihat terganggu namun tak membuka matanya. Aku turun dari ranjang dan meraih kemeja yang tergeletak di lantai, lalu mengenakannya kemudian berjalan keluar dari kamar ini karena aku mendengar suara air dari dalam kamar mandi.
Aku memutuskan untuk membuat sarapan dan secangkir kopi setelah melihat isi lemari pendingin mereka yang dipenuhi berbagai macam bahan makanan.
Ya Tuhan, apa yang ku pikirkan semalam? Mengapa aku bertingkah seperti jalang?! Aku menggeleng berharap aku dapat melupakan apa yang telah terjadi semalam dan bisa melanjutkan kegiatan membuat sarapanku tanpa kembali memikirkan hal itu.
"Apa yang kamu lakukan?" Kudengar suara bariton khas Rob yang membuatku menegang. Aku berbalik kemudian menatap Rob yang telah duduk di salah satu kursi yang berhadapan langsung denganku, dan memberikan senyum canggung.
"Buat sarapan... Mmm... Nggak papa kan gue make dapur lo?" Ucapku pelan berusaha untuk tak bertatap mata dengannya.
"Sure, lakukan apa yang kamu mau." Balasnya tersenyum. Aku pun langsung berbalik kembali pada adonanku, dan menghela napas lega secara diam diam.
Setidaknya Rob tak mengungkit kejadian semalam. Tak ada yang berbicara lagi setelah itu, aku sibuk dengan masakanku dan Rob... aku meliriknya, dia sibuk melakukan sesuatu dengan ponselnya.
Daniel bangun tak lama setelah aku selesai memasak dan beranjak untuk membersihkan diri di kamar mandi. Saat aku keluar dari kamar mandi dan telah menggunakan makeup dan pakaian, aku melihat kedua kakak beradik itu sedang menikmati sarapannya. Aku ikut bergabung bersama mereka.
"Good morning, sunshine!" Ucap Daniel seraya mengecup pelipisku saat aku duduk di sampingnya. Membuatku seketika merona dengan perlakuannya.
"How's the food?" Aku bertanya pada mereka, karena jujur ini adalah kali ketiga aku memasak. Keduanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Good. Aku nggak tahu kamu bisa masak." Ucap Daniel sebelum menyendokkan makanannya.
"Neither do i, gue baru kali ini masakin orang." Balasku tertawa.
Kemudian kami melanjutkan sarapan dalam diam. Bahkan setelah itu pun kami berbincang dan tak ada satu pun dari kami yang membahas apa yang terjadi semalam. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke apartemenku.
•••
"Darimana aja lo?" Aku terkejut karena saat membuka pintu apartemenku, yang tak pernah ku kunci, Brandon telah duduk di sofa milikku menatapku tajam.
Aku menghela napas kemudian beranjak untuk mencium pipi Brandon dan merapikan barang barangku ke dalam kamar.
"Nyari makan." Jawabku singkat.
"Nyari makan dari tadi malem? I called you million times!" balasnya. "Besides i saw that hickeys! Ngewe sama siapa lo semalem?!" Lanjutnya membuatku mendelik kearahnya.
Tidak, bukan karena tersinggung dengan ucapannya. Lagipula memang kenyataannya semalam aku bercinta dengan seseorang, maksudku... dua orang. Namun karena kesal ia dengan mudahnya mengucapkan kalimat frontal ketika emosi.
"Language, Mr. Hutama!" Ketusku yang akhirnya dapat membuatnya terkekeh. Aku melemparkan tubuhku ke sofabed yang sengaja terbuka. "Benci gue kalo bacot lo udah kayak orang nggak punya tata krama."
"Tapi serius, Keen. Lo kemana aja semaleman? Seems like you had a great fuck last night" Ucapnya setelah itu, aku memutar mataku.
"Like you're not," sindirku. "Harusnya semalem gue ke Mulia, but Gaby should be heading home to attending the Royal Dinner."
"Terus intinya?"
"Sebelumnya gue ada lunch date," Aku melihat Brandon menatapku tajam. "Enggak, bukan sama cowok dari Tinder. Gue kenal sama dia secara normal.
"Karena si Gaby batalin janjinya, gue mutusin buat tinggal lebih lama sama dia. But we ended up say on the bed till the morning." Aku mengakhiri penjelasanku, kulihat Brandon sedikit melunak saat aku mengucapkan bahwa aku mengenal lelaki ini tidak lewat aplikasi itu. Tapi aku berani bertaruh, ia akan freak out ketika tahu lelaki ini adalah mantan klien kami.
•••
Aku kembali berkutat dengan laptopku, awal minggu ini kami mendapati ada yang kesalahan fatal di bagian digital promotion yang di lakukan team lain yang akhirnya harus dikerjakan oleh team ku. Sudah 3 hari ini aku lembur, bahkan tak sempat untuk sekedar pergi makan siang.
Kerugian yang didapat karena hal ini cukup banyak mengingat apa yang sudah tersebar di internet tak akan bisa menghilang. Inilah yang membuat kami sibuk mengatasinya.
"Mbak Keena, lo pesen makanan?" Tanya resepsionis kantor ku yang menjaga di depan lift. Aku memutar kursiku menghadapnya, mengernyit heran sebelum menggeleng.
"Gue bahkan belom megang personal phone gue dari kemaren. Kenapa?" Tanyaku. Dia meletakkan bungkusan plastik di mejaku, yang berisi beberapa tumpuk tupperware.
"Ada yang kirim ini pake gofood, katanya sih udah dibayar." Ucapnya seelum pergi meninggalkanku yang kebingungan.
Aku membuka bungkusan plastik, dan melihat tulisan diatas tutup tempat makanan itu.
Kamu kelihatan sibuk beberapa hari ini, bahkan untuk pergi makan dan liat ponsel. Take this lunch, get some rest, dont force yourself.
Xx,
Daniel.
Seketika pipiku merona. Aku membuka beberapa tempat makanan lainnya. Ada empat jenis makanan yang berbeda. Aku memberikan makanan lainnya ke team ku, yang memiliki nasib yang sama denganku. Lagipula tak mungkin aku menghabiskan semuanya, bukan?
Ketika aku meletakan tempat makan itu di kubikel Brandon dan beranjak untuk kembali ke tempatku, tangannya dengan cepat menahanku. Aku menoleh dan melihat wajah bodohnya yang sedang menyeringai padaku.
"So, kasih tau gue ada hubungan apa lo sama Pak Daniel?" Urgh, rasanya aku ingin memukul mukanya dengan stilettoku sekarang.
Aku melepaskan tangan Brandon dengan paksa dan kembali ke tempat dudukku. Ia tetap menunjukan seringai jahilnya ke arahku, membuatku risih saat menikmati makan siang.
"Mendingan lo abisin makan lo, terus lanjutin tuh design ancur." Ketusku tanpa melihatnya.
"Yaudah, tapi jangan kabur nanti begitu pulang kantor!" Ancam Brandon yang hanya ku balas dengan mengangkat tanganku tak peduli.
——
"Gue kenal Mas Daniel dari sebelum gue tau dia bakal jadi prospect klien kita." Ucapku membuka pembicaraan. Brandon masih menatapku curiga sambil mengaduk kopinya.
"Kapan?"
"Pas kita berantem karena Devanno. At the club, lo nolak buat ikut karena masih marah sama gue, remember?" Balasku mengingatkannya tentang kejadian beberapa bulan yang lalu. Brandon memejamkan matanya, seakan mencoba mengingat lagi kapan ia menolak untuk pergi ke club.
"Anjing, Keena! You fucked our clients?!" Pekiknya, aku hanya mendelik tajam lalu melemparkan tisu kearahnya. Aku sudah bilang, bukan? Brandon pasti akan menggila jika ia mengetahui tentangku dan Daniel.
"Shut up, Brandon! Gue bahkan nggak tau kalo dia bakal jadi klien kita saat itu. Yang gue tau dia sering makan di warung soto depan kantor. I don't even know that he was the owner of the building." Omelku, Brandon hanya terkekeh lalu menyesap minumnya.
"Kayaknya dia naksir lo, Keen." Brandon menatapku seakan ini akan menjadi pembicaraan yang serius, "He's been asking about you so many times, lately."
Aku menatap Brandon seakan ucapannya barusan adalah hal tergila yang pernah ku dengar, dan memang gila. I mean, we hang out much time, aku bahkan beberapa kali melihatnya berkencan dengan orang lain ketika kami sedang hang out.
"Lebay tau gak lo." Umpatku akhirnya.
———
Hi there.
BbyKeen is back. Aku tambahin beberapa scene di bagian ini because sepertinya ada beberapa plothole di chapter depan kl ga gini.
So, how's life? I just broke up last two weeks. Skrg tipes saking sedihnya.
Hope you guys had a good time. Enjoy
Xoxo,
BbyKeen
2nd of November 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro