Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

STEP 29 - OLIMPIADE

Arasha berangkat ketika orang-orang masih berada di meja makan sembari menyantap sarapan mereka, ataupun sedang mandi dan berlanjut mengenakan seragam dan siap-siap. Jadwal berangkat ke tempat OSN-nya lebih pagi dari biasanya.

Padahal, awalnya gang guru hanya ingin berpesan kepada murid-muridnya untuk berangkat lebih awal karena lebih baik. Mengingat untuk menghindari kemacetan di jalanan sekitar sekolah tempat OSN berada pada pagi hari cukup membuat mereka bisa terlambat.

Karena Ares tau mengenai hal itu, membuat pria tersebut mengantarkan sang anak perempuannya untuk berangkat ketika jarum jam pendek belum mengarah ke angka 6.

Dalam hati Arasha bahkan sudah menegur ayahnya, "Ini terlalu pagi untuk disebut berangkat sekolah. Padahal, lokasinya tidak begitu jauh dan akan berangkat bersama yang lain, tapi papa keras kepala sekali."

Di mobil, hanya berdua saja, Arasha bisa merasakan rasa canggung antara ia dengan Ares setelah kejadian di mana Gheko terusir dari rumahnya, serta dihina terang-terangan oleh Ares karena status mereka yang tidak sama dalam hal perekonomian.

Rasanya Arasha malu untuk bertemu dengan Gheko karena sikap ayahnya, namun ia juga ingin meminta maaf secara langsung alih-alih harus mengutarakannya lewat layar ponsel.

Ia ... ingin bertemu Gheko tanpa ketahuan oleh Ares.

Setibanya di sekolah, Arasha mulai berjalan dengan normal meskipun sebelah kakinya tetap belum boleh mengenakan sepatu.

"Jangan membuat papa kecewa lagi, Arasha. Kamu harus buktikan kalau kamu bisa seperti Raka. Papa menunggu hasilnya sore nanti. Dan jangan coba-coba untuk membohongi papa, serta kesempatan menggunakan ponsel ini hanya diberikan untuk kali ini kalau kamu tidak berbuat aneh-aneh. Mengerti?"

Arasha hanya menganggukkan kepala dan masuk ke dalam gerbang sekolah yang baru saja dibuka oleh satpam.

Ruang kumpul berada di aula sekolah karena tempatnya cukup luas. Serta di sana, dekat dengan perpustakaan dimana apabila ada anak yang membutuhkan buku dalam keadaan terdesak maka dapat segera teratasi.

Sekolah masih sepi. Hanya Arasha seorang yang baru tiba di sana, dan warga sekolah lain mungkin saat ini baru melaksanakan aktivitas pagi sebelum berangkat ke sekolah.

Arasha duduk di sekitaran aula dan belajar terlebih dahulu dengan materi-materi yang sudah ia rangkum sendiri sebelumnya.

Jujur, semalam badannya tidak enak kembali dan sakit seusai mimisan. Tanpa diketahuk oleh orang rumah, ia hanya meminum obat pereda nyeri supaya rasa sakitnya tidak semakin membesar. Juga, semalam ia lebih banyak beristirahat daripada memaksakan belajar.

Beruntung, ia masih bisa mengingat materi OSN ini dengan baik jadi hanya perlu mengetahui tipe soal dengan materi yang sudah ia pelajari saja.

Tidak lama kemudian, beberapa anak lainnya sudah mulai datang. Mereka menyapa Arasha dengan ramah serta duduk bersebelahan sambil membawa buku tebal berisikan kumpulan materi dan soal-soal dari bidang mereka.

"Arasha pasti udah belajar, kan? Aku gugup banget jujur soalnya takut mengecewakan hasilnya nanti."

"Jangan gugup, apapun hasilnya nanti pasti itu adalah hasil kerja keras kita dalam bertarung secara sehat dengan peserta lain. Semangat! Kita pasti bisa." Pintar memberi motivasi, namun tidak pernah mendapatkan kata-kata serupa dari orang tuanya.

Sejak 30 menit berlalu Arasha bertemu anggota yang menyapanya, anggota lain sudah mulai berkumpul secara lengkap dan menunggu guru pembimbing datang supaya mereka bisa berangkat bersama-sama menuju lokasi OSN.

Barulah, tidak lama kemudian guru datang bersama 4 buah mobil yang sudah dipersiapkan untuk mengantar peserta OSN menuju ke lokasi.

Semuanya disuruh berkumpul dan membuat lingkaran kecil dengan seorang guru berada di tengah-tengah.

"Sebelum kita berangkat, mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing supaya diberikan kelancaran dan hasil yang memuaskan untuk diri kita dan pihak sekolah juga. Berdoa dimulai."

Arasha menyatukan kedua tangannya, lalu mata terpejam tanpa bibir yang bergerak seperti merapalkan doa.

Gadis itu berdoa dalam hatinya yang paling dalam. "Tuhan, aku tidak meminta banyak pada-Mu. Bila aku membawa kemenangan teratas, maka papa akan berhenti untuk menekanku. Aku sudah lelah untuk melawan, jadi biarkan aku membawa kemenangan ini untuk menyenangkan beliau dan pihak sekolah saja. Amen."

Raut wajah Arasha paling serius diantara yang lain, bahkan guru menganggap kalau Arasha berambisi menang kali ini supaya bisa lolos ke tingkat nasional kelak.

Padahal, tidak demikian.

Tanpa menunggu lama, mereka segera berangkat sebelum terjadi kemacetan di pagi hari. Perjalanan membutuhkan waktu normal sekitar 15 menit menuju ke lokasi pelaksanaan OSN.

Tiba di sana, sudah ada beberapa mobil dari perwakilan sekolah lain yang tiba terlebih dahulu daripada mereka.

Beberapa kelas yang kosong sudah disiapkan sebagai transit per sekolah, dan panitia penyelenggara juga telah menyiapkan konsumsi sesuai jumlah.

"Jangan tegang, jangan panik. Rileks saja, anggap sebagai belajar biasa dan soal-soal dari pembimbing, oke?"

Semua peserta mengangguk.

Tiba giliran mereka mulai memasuki ruangan per-mata pelajaran dan duduk berdasarkan urutan yang telah ditentukan ketika waktu pelaksanaan sudah mepet. Peserta mendengarkan ketentuan pengerjaan dan sanksi apabila melakukan pelanggaran.

Bagi pengawas, kesalahan sekecil apapun akan mendapatkan sanksi sama, yaitu dikeluarkan dari ruangan dan didiskualifikasi.

Waktu pengerjaan dimulai, Arasha dengan tenang mengerjakkannya dengan hati-hati. Ia perlahan membaca dan memahami setiap soal. Terdapat 20 soal dan diisi secara singkat.

Karena waktu pengerjaan juga terbatas, ia pun harus meringkas dan memaanfatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Konsentrasinya sudah full hanya untuk mengerjakan soal.

Waktu telah habis, semua lembar soal dan jawaban dikumpulkan.

Menunggu hasil, dibutuhkan waktu sedikit lebih lama hingga 4 jam oleh panitia sehingga peserta harus menunggu selama itu jika ingin tahu hasil dan peringkat mereka.

Satu pesan dari Ares lagi-lagi membuat senyum di bibirnya terasa kecut. "Papa hanya memikirkan diri sendiri. Tenang saja, Pa. Aku akan membawakan angka satu itu di depan mata papa langsung."

Pesan itu hanya ia baca tanpa berniat menjawab pada Ares, ia tidak mau tenaga yang sudah dikeluarkannya saat mengerjakan soal digunakan untuk membalas pesan apapun pada sang papa. Toh, ia akan mengatakannya jika hasil dari panitia sudah keluar.

Waktu untuk menunggu cukup lama hingga melewati makan siang.

Ternyata, ada keterlambatan dari pihak panitia karena beberapa soal tidak terbaca jawabannya dan tidak bisa didefinisikan. Sehingga, mau tidak mau mereka harus bekerja extra.

Akhirnya, pengumuman peringkat tingkat kota sudah keluar. Bagi pembinanya, Arasha tidak perlu diherankan ketika menjajaki peringkat pertama dalam papan pengumuman. Nama Arasha yang tercantum di kolom paling atas benar adanya.

"Selamat ya, Arasha. Sekali lagi kamu membawa nama baik sekolah dengan peringkat teratas dan skor mendekati sempurna. Minggu depan pengumuman untuk tingkat provinsi sudah ada setelah kota lain sudah melakukan OSN," ucap pembinanya dan disusul oleh beberapa anak lain yang ikut memberikan ucapan selamat kepadanya.

Hanya ucapan terima kasih serta ucapan selamat kembali kepada anak-anak dari bidang lain.

Lalu, waktunya Arasha mengirimkan pesan foto berisikan pengumuman peringkat tadi dengan caption:

Ini 'kan yang papa mau?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro