
STEP 26 - TRYING TO FREE
Sepulang sekolah harusnya sudah tidak ada bimbingan OSN lagi karena gurunya kemarin menyuruh mereka untuk beristirahat saja minggu ini. Namun, dua teman perwakilan lainnya mengajaknya untuk belajar bersama karena ada beberapa materi yang lupa sehingga mereka ingin Arasha mengajarinya.
Arasya tidak keberatan dengan permintaan temannya tersebut. Ia justru senang dan mengabari Ares bahwa dirinya ada belajar kelompok dengan teman OSN-nya, tidak lupa ia menyertakan bukti foto dirinya yang berada di perpustakaan sekolah.
Bila berhubungan dengan OSN, ares tentu tidak akan melarangnya. Asalkan Arasha bisa membawakan peringkat pertama di tingkat kota, dan lolos ke tahap selanjutnya, maka tidak ada nada tinggi selama hal itu terjadi.
"Jadi gini, kita memang harus tahu dulu konsep soalnya seperti apa. Kadang ada soal yang ditanyakan adalah permutasi atau kombinasi tapi modelan soal-soalnya itu malah mirip dengan model teleskopik. Pastikan dulu juga kalau rumusnya itu sudah benar," kata Arasha menjelaskan pada teman-temannya.
Jemari yang memegang pena mulai mencoret-coret kertas kosong dan menunjukkan cara untuk menjawab beberapa soal yang dianggap bisa mengecoh peserta nantinya.
Sambil mencoret-coret, mulutnya juga menjelaskan dengan tahapan-tahapan menuliskan rumus kemudian angka apa yang harus diinput di rumus tersebut.
"Angka yang dimasukin di bagian ini itu bukan angka 7, tapi angka 11-nya. Karena kita mau hitung sisi yang sebelah kanan bukan yang bawah," jelas Arasha dengan pena membulatkan angka yang menjadi kunci.
"Oh, gitu. Paham-paham." Temannya mengangguk-angguk dan tetap memperhatikan tulisannya.
"Intinya itu, kalian harus fokus dalam membaca soalnya nanti. Teliti aja, soal-soalnya tuh ada yang isinya cerita tanpa angka, tapi nanti hasilnya itu tetap angka. Atau malah kebalikannya, soal ceritanya isinya full sama angka, tapi yang dicari adalah pernyataan benar atau salahnya."
"Pusing ya, Sha. Kamu kok kayak kelihatan biasa aja gitu."
Arasha terkekeh mendengarnya. "Kalau memang ada soal yang aku anggap rumit ya aku nggak jawab. Biasanya aku istirahat sebentar dulu baru nanti cari penyelesaian soalnya. Aku juga manusia biasa seperti kalian, kok."
Mereka belajar tidak begitu lama. Karena salah satu dari mereka adalah hari itu dan setidaknya kegiatan belajar bersama ini membuat pengetahuan mereka jadi ikut bertambah.
Mereka pamit setelahnya dan disusul Arasha yang bersiap untuk pergi ke tempat Gheko akan battle dance.
Jadwalnya jadi mundur, awalnya akan diadakan dua hari saat weekdays dan berubah menjadi weekend. Karena hari minggu Arasha tidak bisa pergi ke sana, makanya ia hanya bisa pergi hari sabtu mumpung tidak.
Ia pergi sendirian tanpa ada teman. Rasa antusiasnya begitu tinggi, ia tertarik dengan acara yang diikuti oleh Gheko di Mall tersebut.
Sesampainya di mall, ia bertanya ke security di mana tempat diadakannya battle dance. Usai paham alur tempatnya, Arasha bergegas ke sana sembari mengabari Wildan melalui chat bahwa ia jadi untuk ikut.
Arasha berjalan dengan pelan menuju lantai dua yang katanya dijadikan tempat battle dance, lalu terlihatlah beberapa kerumunan yang saling bersorak di sebuah ujung bagian yang memiliki tempat sedikit luas.
Kebanyakan dari mereka mengenakan pakaian yang trendy dan condong gaya hiphop ala para street dancer.
Ia melihat Wildan berada di bagian paling depan kerumunan dan hendak menghampirinya, tetapi terlalu ramai hingga membuatnya memilih menontonnya sambil berjinjit dengan sebelah kakinya yang sehat.
"Wah, Gheko lagi tampil ternyata," gumam Arasha melihat sekilas sosok yang mengajaknya tengah beradu dengan salah satu peserta lain.
"Keren." Ia bergumam lagi.
Penampilan itu ditutup dengan aksi B-boying Gheko yang memukau para penonton di sana, dan lawan memberi dua jempol pada cowok tersebut. Tak elak, Arasha ikut bertepuk tangan.
Arasha mengirimkan pesan singkat kepada Wildan untuk memberi tahu bahwa ia sudah berada di mall dan berada di barisan paling belakang. Karena situasi tadi tidak mungkin bagi Wildan mengetahui notifikasi ponsel akibat dentuman musik yang keras, keadaan sekarang jauh lebih tenang dibandingkan sebelumnya.
Wildan yang sudah membuka pesan pun mengirim pesan balasan bahwa ia akan menghampiri Arasha bersama Gheko.
"Baru dateng ya, Sha? Sorry, tadi gue barusan banget tampil‐-"
"Tadi aku udah lihat, kok. Kamu keren banget tampil gitu di depan banyak orang asing, apalagi buat kontes ini pasti butuh keberanian saat lawan memberikan tantangan, ya? Aku baca dulu di internet tentang kontes ini, jadi agak paham dikit," kata Arasha memotong perkataan Gheko membuat bibir Gheko terangkat tipis.
Greget, Wildan malah memukul lengan kawannya yang sedang jaga image padahal sedang salah tingkah.
Hatinnya berkata, "Kagak usah jaim lo, Tokek. Salting mah salting aja sekalian."
Gheko berarti Tokek dalam bahasa inggris, jadi kadang-kadang Wildan meledeknya dengan nama itu. Sering sekali Gheko marah dan kesal, karena namanya itu memang berasal dari bahasa inggris tokek akibat kesukaan ayahnya terhadap tokek dulu.
"Makasih banyak, Sha," balas Gheko dengan wajah memerah menahan salting di depan sang gebetan. "M-mau makan di food court, gak?"
"Boleh, hayuk sama Wildan juga."
Ekor mata Gheko mengarah pada Wildan. Ia memandang dengan tajam, mengkode pada sang kawan dengan maksud, "Paham 'kan? Gue mau jalan berduaan sama Arasha." Begitu.
Tidak perlu drama tidak peka, Wildan berpura-pura akan ke toilet lalu menyuruh keduanya untuk mencari makan terlebih dahulu dan ia akan menyusulnya setelah dari toilet.
Banyak sekali makanan yang dijajakan di sana, salah satunya ada K-street food dan J-street food yang berjejeran dibagian makanan asing.
"Mau makan apa, Sha?" tanya Gheko.
"Pengin coba makanan korea, selain samyang. Soalnya aku udah makan samyang yang biasa instan di super market," jawab Arasha menunjuk ke salah satu both k-street food.
"Oke, ayo beli. Mumpung di sini, daripada nanti penasaran kalau udah sampai di rumah," ajak Gheko.
Mereka membeli dua porsi tteokbokki mozarella cheese yang tingkat kepedasannya sedang. Lalu, duduk di depan bothnya langsung yang menyediakan kursi dan meja di sana.
Arasha makan dengan lahap. Karena menurutnya, rasa makanan itu begitu lezat di mulutnya dan begitu pas.
Ia makan dengan cepat, dan habis terlebih dahulu sebelum Gheko. Ujung bibir Arasha sedikit belepotan, jadi cowok itu membantu sedikit dengan mengelapnya dengan tisu.
Kejadian seperti ini persis di kisah romansa. Pasti salah satu atau keduanya merasakan degub jantung yang kencang dan wajah memerah. Biasanya, sang tokoh utama wanita yang akan merasakan itu. Namun, situasi ini justru sebaliknya.
Gheko yang merasakan deg-degan karena ulahnya sendiri.
"Tadi ... ada bekas di bibir," kata Gheko mencoba menjelaskan situasinya.
"Eh? Makasih, ya. Harusnya tadi bilang aja, nanti aku bersihin sendiri," kata Arasha lalu mengecek wajahnya menggunakan layar ponsel.
Lalu, ia teringat sesuatu sehingga membuat raut wajahnya berubah dari semula tersenyum menjadi tegang.
Gheko tidak begitu menyadarinya, jadi Arasha dengan cepat meminta izin ke toilet terlebih dulu.
"Gheko, aku ke toilet sebentar, ya."
"Oh, oke."
Setelah mendapatkan izin, Arasha berjalan dengan cepat dan barulah Gheko merasa agak heran. Ia berpikir apakah Arasha sangat ingin buang air dan ditahan sedari tadi? Tetapi, gestur tangannya tidak seperti orang menahan BAK maupum BAB.
"Apa mungkin urusan wanita? Bisa jadi," pikirnya demikian.
Tidak, Arasha pergi ke toilet bukan karena urusan alam maupun wanita. Namun, hal lainnya.
Sebuah pensil dikeluarkan dari saku sudah disiapkan dari rumah. Ia menatapnya dengan saliva tertelan dengan berat, kemudian hal lain itu terjadi di dalam salah satu bilik toilet.
Arasha memuntahkan seluruh isi perutnya yang baru saja diisi makanan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro