Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

STEP 25 - BERBOHONG

"Sesekali bolos les, gak pa-pa 'kan?"

Arasha sudah berdiri di depan gerbang sekolah sambil menatap jalanan yang ramai dengan orang-orang menjemput siswa-siswi yang baru saja pulang sekolah dan segera kembali ke rumah. Pemandangan itu memang terlihat biasa seperti biasa, tetapi hari ini Arasha menatapnya sebagai pandangan yang membuatnya begitu iri.

Para orang tua dengan wajah tersenyum sambil menghampiri anak-anak mereka dan mengelus puncak kepala seraya berkata, "Balajarnya baik, Nak? Nilai ulangannya jelek lagi? Gak pa-pa, bisa diperbaiki lain kali."

Ucapan mereka mungkin bisa terwujud jika yang mengatakan itu adalah Nesya. Sangat kontras dibandingkan dengan Ares yang akan membentaknya, dan menyuruhnya untuk meningkatkan nilai, kemudian membuatnya belajar sepanjang malam sampai ia bisa menguasai materi yang kurang.

Untuk hari ini saja, Arasha bertekad membolos les dan pergi berjalan-jalan saja dengan sebelah kakinya yang masih agak pincang untuk jalan.

Sekalian juga, Arasha sedang memikirkan Rachel yang kian hari menunjukan rasa benci cewek itu terhadapnya. Rasa benci yang kuat tanpa ada rasa takut sama sekali.

Apa Rachel benar-benar iri dengan prestasi Arasha dan sekaligus ingin sekali hidup seperti dirinya?

Jika benar, Arasha ingin sekali berkata padanya bahwa, "Jangan hidup kayak aku, Hel. Hidup aku gak seenak itu. Semua yang kamu pikirkan. Aku bukan seorang putri kerajaan yang dimanja, tetapi aku adalah sebaliknya—dididik keras tanpa memandang bahwa aku juga seorang anak yang punya mimpi."

Hidupnya berat, kian hari badannya semakin kurus dan Arasha pun sering mimisan saat sedang belajar.

Arasha ingin memeriksakan diri, tetapi takut ketahuan oleh Ares dan Nesha. Terakhir kali ia berobat, ia memang mengenal sang dokter dengan baik. Hanya saja, ia tidak bisa rajin check up karena tidak adanya waktu saat dulu.

Hingga saat ini, ia juga sama.

Terakhir kali dokter memberikannya sepatah dua kata saat mengetahui tentang Bulimianya.

"Arasha, tubuh kita adalah jiwa kita. Orang lain bisa berkomentar mengenai tubuh kita, tapi semua bisa bisa diubah oleh mindset kita sendiri. Tutup telinga kamu dari perkataan orang lain. Selagi kamu bisa mengubah apa yang baik dan buruk bagi tubuh kamu, maka semua bisa kembali membaik seperti dulu."

Sayangnya, Arasha tidak mendengar ucapan dokter tersebut karena Ares seolah tidak membiarkannya hidup di luar sangkarnya yang kuat.

Arasha akan terus memuntahkan makanannya bila ia memakan suatu makanan yang memiliki tinggi kalori maupun porsi yang banyak. Entah dengan menggunakan obat, atau merangsangnya dengan cara lain.

Kondisi bulimia ini juga mengguncang mentalnya perlahan-lahan, ia semakin tidak bisa mengendalikan diri karena obsesi Ares juga mulai memasuki pikirannya untuk tetap 'kurus'.

Tanpa terasa, ia justru tiba di suatu tempat seperti Café dan masuk ke dalam sana. Tempatnya cukup ramai.

"Pesan satu matcha latte sama roti bakar dan pisang goreng satu," ucap Arasha setelah melihat menu makanan dan minuman yang ada di sana.

"Totalnya 40 ribu ya, Kak. Bisa menggunakan cash maupun e-wallet," kata Waitters yang melayaninya.

"Cash aja, Mas. Ini ya." Ia menyerahkan sejumlah uang yang pas kepadanya.

"Baik, Kak. Ditunggu dulu di meja yang masih kosong, ya. Terima kasih."

Arasha menganggukkan kepala kemudian mencari meja yang kosong tersisa di lantai satu Café itu. Café itu didesain kekinian ala gen millenial dan memiliki dua lantai. Lantai atas sudah banyak yang mengisi karena dapat melihat pemandangan yang bagus.

Pesanan Arasha tiba tidak begitu lama dari waktu pemesanan. Ia mengucapkan terima kasih pada waitters yang mengantarkan pesanannya dan mulai meminum matcha latte yang ia pesan.

Suara kendaraan saling beradu klakson, ditambah orang saling bercakap satu sama lain dengan keras di dalam ruangan. Hanya Arasha yang duduk sendirian di sana tanpa ada yang menemaninya. Ia seorang saja.

Ia memainkan sedotan di minuman, memutarnya, lalu kembali menyeruput isinya dengan pelan.

"Kenapa dari dulu aku gak berontak sekalian ya sama papa?"

Sebuah pertanyaan terlintas di pikirannya, membuat ia sadar akan sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Pemberontakan.

Tidak semua yang dilakukan orang tua adalah hal yang benar, kan? Sedikit saja keberanian saat Arasha masih kecil. Harusnya, ia bisa memupukkan rasa keberanian itu lebih banyak dan bisa mengimbangi keinginan Ares dengan keinginannya sendiri.

Seharusnya juga tidak sulit dilakukan oleh kakaknya, tapi kenapa mereka berdua seolah anjing yang terlalu menuruti keinginan orang tuanya, ya? Lebih tepatnya, keinginan Ares.

Lama sekali Arasha duduk di sana sendirian, menghabiskan pesanannya dengan pelan hingga satu jam lebih tidak terasa sedikitpun olehnya.

Ia memutuskan untuk pulang sekarang ke rumahnya saja, waktu les sudah berjalan sejak tadi dan ia enggan untuk pergi ke tempat itu. Lebih baik menghabiskan waktu di dalam kamar daripada belajar terus menerus.

Arasha kembali ke rumah setelah memesan ojek online.

Tiba di rumah, Ares terkejut dengan Arasha yang sudah pulang awal dari jadwal les seharusnya. Ia menutup koran yang tengah dibacanya, dan menghampiri sang anak perempuan.

"Memangnya hari ini sudah boleh kembali? Kamu tidak memberitau sebelumnya ke papa," heran Ares.

"Iya, maaf. Arasha capek, Pah. Mau ke kamar dulu," ucap Arasha yang membalas namun enggan beralasan banyak pada Ares.

Ares yang tidak mengerti pun menghubungi tempat les Arasha dan mencari tau keadaan sebenarnya. Setelah diberitau bahwa Arasha tidak masuk ke kelas hari itu, Ares marah. Ia menutup panggilan lalu menghampiri Arasha yang sudah di ambang pintu.

"ARASHA!" seru Ares membuat Arasha berhenti bergerak. "Kenapa kamu berbohong sama papa? Sejak kapan kamu bisa berbohong dan siapa yang mengajari kamu seperti ini, hah?"

Arasha meremas jemarinya lalu memberanikan diri menatap Ares dan menjawab pertanyaan dari lelaki itu. "Enggak ada yang ajarin Ara buat berbohong, kalau papa sudah tau ya sudah. Hukum saja Ara seperti biasa."

"Beginikah sopan santunmu itu? Jangan-jangan kamu salah memilih teman hingga akhirnya seperti ini."

"Jangan salahkan teman temanku, mereka nggak tahu kalau aku kayak gini. Seperti biasa di sekolah, aku bersikap seperti apa yang Papa katakan sebelumnya. Ramah, anggun, pintar, dan juga mudah bergaul dengan siapapun asalkan tahu sifat teman kita," Lagi-lagi Arasha menjawab dengan kalimat panjang dan membuat hati Ares semakin mendidih.

"Oke kalau begitu, malam ini kamu nggak boleh makan apapun dan hanya belajar saja. Kalau sampai kamu ketahuan lagi, Papa tidak akan tinggal diam," kata Ares.

Ancaman itu kali ini terdengar hanya sedikit menakutkan bagi Arasha, lalu gadis itu masuk ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat dari dalam.

"Ya Tuhan, bantu hamba-Mu ini..."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro