STEP 23 - PENDEKATAN
Gheko Marchello Samudra.
Tidak banyak yang mengetahui siapa dia lebih dalam selain beberapa orang yang dianggap sebagai teman dekat dan bisa dipercaya memegang rahasia yang selama ini dia simpan dengan rapat.
Terlahir di keluarga sederhana yang penuh kasih sayang pada mulanya, namun berbagai tantangan harus ia hadapi saat mengenal dunia tarian modern. Apalagi, ketika usianya menginjak remaja.
Keluarga ayahnya begitu keras dan menyuruhnya untuk bekerja saja bila nanti ia lulus sekolah menengah atas. Padahal, ayahnya—Marco—sudah menentang dengan keras keputusan tersebut dan menginginkan Gheko bahagia dengan caranya sendiri.
Terlebih lagi, keluarga ayahnya menentang kecintaan Gheko terhadap tarian modern dan menganggapnya sebagai anak nakal. Juga banci—bila mengetahui kalau Gheko suka kpop.
"Salah, ya?" Adalah pertanyaan pertamanya saat mendengar ayahnya dihina karena dirinya.
Karena konflik itu, lama-lama ayahnya juga ikut jengkel dan tidak suka anak laki-laki pertamanya menjadj penari sekalipun hanya sebuah hobi.
Namun, Gheko yang menyukai tarian modern enggan untuk meninggalkan kecintaannya pada dunia tari tersebut. Mau bagaimanapun, menari membuatnya lebih bahagia daripada mendengarkan tekanan yang diberikan dari keluarga ayahnya.
Sesuai perkataan ayahnya dulu, "Teruslah mengejar mimpi kamu. Sekalipun terlihat tidak berguna bagi orang lain, kalau kamu paham passion yang kamu miliki, kamu pasti bisa."
Itulah motivasinya tetap bertahan terhadap bidang tarian hingga kini.
Ibunya dari dulu sedikit gila setelah kematian salah satu adiknya yang kembar, kemudian enggan mengurus dirinya dengan sang adik. Kini, ia yang bertanggung jawab sebagai anak laki-laki pertama di keluarga.
Wildan menjadi teman yang ia percayakan menjaga rahasianya. Semenjak tau Wildan ini dulunya membenci perempuan karena pernah dilecehkan oleh guru perempuan, Gheko-lah yang membuatnya sadar untuk tidak membenci perempuan secara general. Maka dari itu, setelah Wildan tau bagaimana kelamnya keluarga Gheko, ia sudah berjanji.
***
"Tumben bawa bekal. Kesambet apa nyampe lo bisa gini?"
Mata Wildan memicing curiga melihat plastik kresek hitam yang dibawa Gheko berisikan bekal makan siang di sekolah. Bukan aneh lagi, tapi mencurigakan sekali baginya sebagai seorang teman melihat Gheko membawa bekal.
Tidak ada yang salah sih, beberapa siswa laki-laki juga kerap membawa bekal makan siang dari rumah berupa nasi gorenh atau nasi berlauk sedap.
Gheko bukan tipe yang demikian.
Seingat Wildan, Gheko lebih menyukai makanan kantin sekolah daripada makanan rumah karena ibunya tidak pernah memasak sejak lama. Dan tiba-tiba saja membawa bekal?
"Kesambet beneran nih bocah. Udah ditanyain, bukannya jawab malah senyam senyum mulu. Gila," katanya.
"Kayaknya gue beneran gila deh. Bener kata lo, gue mulai suka sama Arasha. Dam hari ini, gue beraniin ngajak dia makan siang bareng di kantin dan bakalan tukar bekal makan siang," timpal Gheko membuat Wildan tercengang mampus.
"DEMI APA GHEKO SUK—"
Oh My God, Wildan hampir membocorkan rahasia negara milik Gheko dan segera ia menutup mulut ember itu dengan tangannya.
Seruan Wildan membuat seisi kelas melihatnya, dan Gheko menyengir sambol membalas, "Biasa. Wildan asal ceplas ceplos doang, guys. Jangan serius amat lihatinnya." Lalu, keadaan kembali normal seperti sedia kala.
Gheko memasang muka jutek ke arah Wildan karena jengkel. Ini pertama kali ia mengatakan bahwa dirinya suka pada seseorang secara diam-diam. Ada rasa malu, tapi ia juga tidak mau terlalu menyembunyikan karena ekspresinya susah untuk berbohong.
"Sorry, hehehe." Wildan tau ia bersalah karena ulahnya. "Semoga PDKT-nya lancar, nanti gue bantuin kok. Kalem."
Gheko mengangguk dan keluar dari ruang kelas. Ia membawa plastik hitamnya dengan erat dan melihat sekeliling dengan was-was.
Sebelum berkontakan dengan Arasha, Gheko mengirimkan pesan melalui sosial media aktif cewek itu dan mengobrol tipis-tipis. Lalu, setelahnya mereka berpindah room chat dan perlahan dekat pasca perlombaan.
Semalam, Gheko mengajaknya untuk makan siang bersama di kantin dan melakukan pertukaran bekal. Masing-masing memberi tau apa saja makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh lawan seperti yang menyebabkan alergi.
Barulah, kesepakatan terjadi dan hari itupun sudah tiba.
"Udah lama nunggunya, Sha?" tanyanya begitu tiba di meja kantin.
Lawan bicaranya tersenyum santai lalu menggelengkan kepala sembari membalas, "Baru datang juga kok. Hari ini kita jadi tukar bekal, kan?"
"Iya. Nih, gue ga bisa masak yang spesial sih. Cuman nasi goreng kesukaan adek gue, semoga rasanya gak aneh di lidah lo," jawab Gheko kemudian membuka plastik hitamnya dan menyerahkan bekalnya.
Arsha menerimanya dengan senang hati. "Thank you. Ini bekalku, karena buru-buru berangkat, jadi tadi cuman bikin sandwich biasa isi telur, saos, sama sayuran. Semoga kamu suka."
Kedunya menarik pusat perhatian beberapa orang. Karena, sebuah pemandangan langka bagi mereka.
Baik Arasha dan Gheko sama-sama tidak pernah berinteraksi, bahkan berduaan dengan lawan bicara berdua seperti ini saja membuat banyak orang terkejut. Namun, tidak berarti mereka akan menyebarkan gosip.
Arasha dikenal ramah dan Gheko juga sosial buterfly memungkinkan keduanya kenal sejak lama dan tidak menunjukkan pertemanan secara terang-terangan.
"Mmm, enak kok nasi gorengnya. Rasanya kayak nasi goreng abang di pinggir jalan langganan kakakku," kata Arasha setelah menelan satu sendok nasi goreng buatan Gheko.
"Syukur kalau suka. Sandwichnya juga enak banget, telurnya matang pas," balas cowok di hadapannya.
Selagi memakan bekal buatan lawan bicaranya masing-masing, mereka saling mengobrol ringan. Percakapan mereka terasa lepas, Arasha pun terlihat banyak tersenyum dibandingkan sebelum berangkat sekolah tadi.
Makanan Gheko cukup membuatnya bisa melepaskan rindu terhadap Raka, dan mengobati emosinya yang masih labil setelah perlombaan paskibra lalu.
Pun dengan Gheko, ia bisa melupakan permasalahan keluarganya yang semakin kompleks setelah keluarga besar ayahnya semakin ikut campur terhadap masa depannya.
Sayangnya, seseorang yang mencari keberadaan Gheko sejak tadi dan menemukannya di kantin memperlihatkan raut wajah tidak senang oleh kedekatan keduanya.
Eva, teman Rachel yang satu kelas dengan cowok itu sudah menyimpan rasa sukanya terhadap Gheko sejak lama. Di depan mataya, kini ia melihat Gheko tersenyum pada musuhnya.
Eva tidak suka, ia benci Arasha.
Enggan melihat pemandangan itu lebih lama, ia memutuskan untuk kembali ke kelas sambil menahan amarah bergejolak di hatinya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro