STEP 13 - ULAH RACHEL
Latihan persiapan menjelang perlombaan sudah semakin matang. Tersisa waktu dua minggu lagi bagi mereka untuk mematangkan dan melengkapi segala kekurangan yang harus segera ada sebelum hari-H perlombaan dilaksanakan. Pak Ahmad juga Pak Sonny semakin gencar untuk melatih anak-anak supaya gerakan demi gerakan semakin mantap.
Sebagai pusat formasi, Arasha juga dituntut untuk tampil sempurna oleh pelatih dan pembimbingnya. Ia tidak boleh melakukan kesalahan kecil, layaknya hilang fokus, tersandung, dan banyak hal lainnya.
Tidak ada bedanya antara dua orang tersebut dengan sang papa, karena mereka sudah mengenal satu sama lain jadi wajar jika Arasha seperti diawasi langsung oleh Ares meskipun kehadiran Ares tak ada di sana.
Kemarin, usai keributan yang muncul karena jadwal Arasha bentrok antara Paskibra dengan OSN membuatnya harus mengalah dari OSN dan memilih latihan bersama Paskibra karena waktu perlombaan jauh lebih dekat Paskibra. Guru matematikanya pun akhirnya memberikan keringanan dan ia diminta untuk lebih banyak latihan soal ketika berada di rumah sebagai gantinya.
"Ibu tidak bisa berdebat dengan Pak Sonny karena kamu sama-sama berharga bagi kami. Tapi, ibu memilih mengalah saja dan kamu lebih baik banyak latihan soal di rumah saja. Soal-soalnya nanti ibu kirimkan melalui group chat," kata pembimbing OSN.
Merasa tidak enak, Arasha berjanji kepada sang pembimbing bahwa ia akan belajar dan mengerjakan seluruh latihan soal yang telah diberikan.
Sudah pukul 14.45, waktu latihan Paskibra akan segera dimulai.
Latihan kali ini menggunakan sepatu untuk lomba terlebih dahulu baru kemudian menggunakan sepatu biasa. Demi supaya anak-anak terbiasa menggunakan sepatu yang memiliki heels lebih tinggi daripada sepatu lain.
Awalnya cukup sulit setelah banyak kehilangan keseimbangan karena tingginya, namun perlahan mereka—termasuk murid laki-laki mulai terbiasa dengan sepatu tersebut.
Latihan pertama berjalan satu jam, mereka diberikan waktu istirahat sebentar oleh pelatih selama 30 menit. Banyak yang berpencar dan tidak semuanya mau bergerombol, terbagi menjadi beberapa sirkel pertemanan.
Rachel, dia memilih sendirian dan berada di ruang paskibra. Ia sudah menyiapkan rencana untuk menyingkirkan Arasha sebagai peserta. Sebuah benda yang ia bawa, dan menukarkannya dengan milik Arasha saat gadis itu tidak tahu.
"Kayaknya aman," gumam Rachel melihat sekelilingnya tidak ada orang yang tengah memperhatikan ruang Paskibra sehingga dengan cekatan ia mendekati bagian sepatu-sepatu berkumpul.
Mulanya, Rachel berpura-pura mengambil salah satu sepatunya dan salah satu lagi milik Arasha. Sepatu Arasha memiliki satu merk yang sama dengan milik sepatu kakak Rachel yang lama tak digunakan. Ukuran dan motifnya persis, karena kakaknya baru membelinya setahun yang lalu.
"Kakak, sepatu lo yang ini udah gak digunain lagi?" tanya Rachel pada kakaknya saat itu.
"Enggak. Kalau mau, ambil aja sana. Lagian itu udah gak nyaman di gue," jawab kakak Rachel.
"Buat gue nih? Kebetulan banget deh. Misal gue robek gak masalah buat lo?" tanya Rachel lagi, takutnya tidak diperbolehkan oleh sang kakak. Tetapi, untungnya kakaknya itu mengizinkan ia untuk melakukan apapun sesuka hati pada sepatu tersebut. "Bebas. Mau lo jadiin pot atau apa, gue udah ga peduli. Buang juga gak masalah."
Karena kakak Rachel gemar pula mengoleksi sepatu, alhasil kalau ada sepatu yang sudah ia tidak suka dan dibuang pun bukan urusannya lagi.
Penyebab kakak Rachel mengoleksi sepatu tanpa dipermasalahkan karena ia lebih banyak dimanja daripada Rachel oleh orang tua mereka jadi banyak benda seperti sepatu-sepatu itu yang diberikan kepada Rachel.
Rasa iri Rachel bermula dari sini, dan sebab itulah ia jengkel dengan Arasha yang serba mudah mendapatkan sesuatu sementara dirinya mati-matian ingin diakui oleh semua orang, termasuk oleh kedua orang tuanya.
Karena sepatu itu, ia merasa beruntung dan rencananya kali ini ia anggap akan berhasil. Sepatu Arasha pun ditukarkan dengan sepatu tadi yang sudah ia lakukan sesuatu di dalamnya.
Kembali ke situasi seolah tidak terjadi apapun, Rachel keluar dan berjalan menuju toilet. Ia mengintip sedikit ke arah belakang dan melihat beberapa anak yang sudah ada di ruang Paskibra. Sedikit khawatir kalau ia akan ketahuan, tetapi ia terus berusaha meyakinkan diri sendiri kalau rencananya akan berhasil.
Lima menit kemudian ia baru kembali dari toilet dan menyapa orang-orang di sana tanpa wajah mencurigakan.
"Chel, tugas sejarah minat lo udah selesai belom yang dari Bu Endang? Duh, katanya dikumpulin besok," kata salah satu teman yang juga satu kelas dengan dirinya.
Rachel pura-pura terkejut. "Oh ya? Waduh, belum nih. Kayaknya mau dikerjain nanti malam aja," jawabnya yang sebetulnya sudah tau dari Eva.
"Kalau udah, gue mau liat—"
Belum selesai temannya berkata, terdengar suara peluit kencang dibunyikan dari arah lapangan. Belum genap waktu istirahat selesai, namun seluruh anggota kembali dipanggil dan kali ini mengharuskan mengenakan sepatu pantofel masing-masing.
Rachel bergegas menuju ke lapangan bersama yang lain, sementara Arasha yang masih di dalam ruangan terburu-buru memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan ikut berlari seperti yang lain. Karena tersisa hanya sepatu miliknya saja, ia langsung mengenakannya tanpa pikir panjang.
Sesuatu terasa aneh ketika kakinya mulai berlari menuju ke lapangan. Seperti duri yang menancap di kakinya, Arasha mulai tertatih-tatih dalam melangkah dekat barisan berada.
"Arasha, mengapa kamu lambat?"
Pertanyaan Pak Ahmad sederhana namun dengan nada yang tegas sehingga Arasha pun menjawabnya dengan sedikit terbata.
"M-maaf, Pak. Tadi kaki saya agak sakit," katanya.
"Masih bisa untuk latihan?" tanya Pak Ahmad lagi.
"Bisa, Pak." Arasha tidak begitu yakin tetapi ia harus menguatkan diri karena perlahan-lahan kakinya menjadi lebih sakit daripada sebelumnya.
"Kalau begitu, kembali ke barisan. Latihan akan segera dimulai, jangan membuat kesalahan yang sama seperti ini untuk besok," ucap Pak Ahmad kemudian mempersilahkan Arasha menuju ke posisinya.
Perasaannya tidak enak, lantas ia pun mulai berdiri di posisinya.
Komandan pasukan mulai mengintruksi gerakan demi gerakan. Satu langkah yang dihentakkan ke tanah, seperti mata pisau yang menancap ke daging-dagingnya. Arasha merasa perih, rasa ingin menangis dan berteriak dalam lubuk hatinya yang tertahan.
Ada apa ini? Mengapa kakinya benar-benar seperti ditusuk dengan pisau? Sakit luar biasa hingga mampu membuat ia yang biasanya bisa menahannya, kini berubah tak tahan.
Dalam waktu singkat, Arasha pun tumbang dan membuat latihan mereka terhenti. Arasha meringis, ia membuka sepatunya dan membuat semua orang terkejut dengan kakinya.
Seluruh kaus kaki kiri Arasha bagian bawah sudah dipenuhi oleh darah berwarna merah terang. Darah segar yang mengalir dan belum terhenti. Bagian dalam sepatunya juga sudah basah, dan ketika kaus kakinya dibuka, keterkejutan mereka tak terhenti sampai di situ saja. Kaki Arasha sudah berisi luka sayat, tercabik-cabik sesuatu.
"Arasha, kenapa bisa berdarah?" tanya Pak Ahmad ikut panik melihat anak kawannya tak kuasa menahan perih. "Salah satu anak, cepat ke UKS! Cari salah satu anak PMR untuk bantu pertolongan pertama."
Arasha tidak mempu menjawab pertanyaan dari sang pelatih, bibirnya terus menerus saja mendesis.
Salah satu anak PMR yang masih di sekolah datang dengan terburu-buru dan membawa kotak P3K. Ia meminta semua untuk memberikannya ruang untuknya, dan melihat kondisi kaki Arasha yang terluka.
Ia terdiam lalu menatap Pak Ahmad. "Pak, maaf, tapi lebih baik dibawa ke klinik terdekat saja karena lukanya terlihat cukup dalam. Peralatan di sekolah hanya cukup untuk luka-luka biasa. Tapi, saya coba membersihkan lukanya dulu dan mencegah pendarahan lebih banyak lagi," jelasnya.
Tangannya yang gesit langsung melakukan pertolongan pertama. Peralatan dalam kotak P3K sudah steril sehingga tidak perlu dikhawatirkan bila menyebarkan infeksi.
Semua tampak begitu khawatir dengan kondisi Arasha, terkecuali Rachel.
Wajahnya begitu puas karena kali ini rencana yang sudah ia susun secara matang berhasil meskipun bersifat menyakiti secara fisik. Dengan begitu, kemungkinan Arasha masih bisa berada dalam tim akan kecil dan ia bisa memasukan Eva sebagai penggantinya.
"Syukurin lo, Sha."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro