Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7) grazywings, "guild ada bukan untuk membunuh pesihir lainnya"

c h a p t e r 7
Rai Grazywings
"guild ada bukan untuk membunuh pesihir lainnya"

Parade Sihir Tahun Kedua, tapi tahun pertama bagiku dan bagi beberapa orang lain di guild. Kalau tak salah saat parade tahun pertama, jumlah anggota Clofan Vertasy cuma empat orang dengan salah satunya telah keluar atau dikeluarkan secara tidak hormat atau mengundurkan diri, entahlah yang mana yang benar. Yang pasti dengan didaulatnya Clofan Vertasy sebagai guild sihir pertama yang terbentuk dan jumlah anggota yang kini sepuluh orang, parade kali ini tampak begitu meriah dibanding tahun sebelumnya kalau kata Ketua. 

Acara kedua setelah iring-iringan dari guild menuju panggung, masing-masing dari kami secara berkelompok akan menampilkan pentas sihir kepada para penonton. Kelompokku hanya aku berdua saja dengan Ana Romanter, si pengguna elemen air, dan jagonya merayu. Berkali-kali ketika berlatih, Ana sering menggombal padaku membuat latihan menjadi lebih sulit karena dia selalu tidak serius. Mana pula belakangan dia sibuk mengurusi Element Project karena untuk pertama kalinya dia menemukan pengguna elemen lain.

Aku hanya terus menghela napas saja, sedikit-sedikit memikirkan rencana lain mengubah porsi tampilku lebih banyak daripada dia. Ana sangat sulit diurusi. 

"Kak Rai jangan tiba-tiba ngacir terbangnya. Aku udah capek-capek berlatih, masa harus hancur cuma gara-gara sikap kekanakan Kak Rai."

Ingin sekali aku menghajarnya dengan sayap malaikatku yang berukuran raksasa. Tapi terhadap anggota yang lebih muda, aku harus sabar. Omong-omong, aku dan Ana adalah angkatan paling baru yang masuk ke Clofan Vertasy. Dia teman segenerasiku. 

Di bagian kami nanti, Ana akan membentuk boneka beruang seukuran setengah manusia yang nantinya akan kudekap dan terbangkan menuju kerumunan penonton. Secara perlahan, air-air dari boneka beruang itu akan berjatuhan seperti hujan ke arah penonton dan tentu saja begitu cipratannya mengenai kulit, akan ada berbagai sensasi yang dirasakan penonton. Ana menggabungkan sihir air dan rayuannya untuk menghasilkan semua itu. Aku agak beruntung sih berpasangan dengan tipe sihir yang memang cocok dijadikan sebagai hiburan. 

Itu hanya bagian awalnya saja. Setelah aku kembali ke panggung, kami berdua ... sebenarnya ini sedikit curang ... Ana menggunakan sihir perayu yang lebih besar dengan durasi sebentar, akan menyedot perhatian penonton untuk sepenuhnya melirik ke panggung. Di situlah yang semulanya aku dan dia kedapatan peran yang seimbang, nanti hanya akan ada aku yang menampilkan jenis-jenis sayap yang kumiliki. Awalnya aku tak setuju dengan sihir perayu Ana, kesannya jadi tidak natural. Tapi dia beralasan dengan para penonton yang paling memerhatikan kami, kami akan menjadi juara favorit di akhir dan mendapatkan hadiah. 

Aku malas mendebatnya karena sudah tahu akan seperti apa hasilnya. Tak apa. Parade ini kan memang untuk senang-senang sekaligus ajang pengakraban diri para pesihir dengan warga kota.  

Setelah satu kelompok mentuntaskan penampilannya, tiba giliran aku dan Ana maju ke panggung. Nampaknya demam panggung tak melanda kami berdua. Aku cuek menatap tirai menuju sorak-sorai penonton itu sedangkan Ana sendiri kegirangan. Memang pasangan yang cocok, ya. 

Tiga langkah maju, tirai terlewat, cahaya matahari pukul satu siang begitu menyilaukan wajah bak lampu sorot gedung teater. Kurasa, demam panggung itu memang nyata. 

Ana masih girang seperti sebelumnya, menjadi yang pertama menundukkan badan sebagai pembuka. Aku mengikuti dengan kikuk, merasa bodoh sendiri. Ketika langit cerahnya kembali menyapa mataku, kutarik napas dalam-dalam dan mengembuskan segala energi pembuat tegang itu. Tepuk tangan riuh berakhir, pentas sihir kelompok Rai dan Ana dimulai. 

Ana bilang padaku untuk jangan ngacir ketika terbang. Kukira aku akan mematuhinya mengingat sikapku yang profesional. Tetapi begitu sayap kupu-kupuku menerbangkan diriku dan boneka beruang air ciptaan Ana dalam pelukan, dari atas angkasa, saat jarak penglihatan menjadi sepuluh kali lebih lebar, aku melihatnya. 

Mereka. Mereka tidak menonton parade ini. Tapi untuk apa mereka ada di sini?

Aku melupakan Ana. Para penonton yang memandang ke atas, serta boneka beruang air yang kujatuhkan menjadi hujan deras lokal. 

 .

Dari percakapan mereka yang kucuri-curi dengar, kedua orang itu hanya membantu menangkap pencuri uang si pengelana. Dengan dibantu pula oleh Kak Zasky, mereka berempat berlarian ke sana kemari berdua-berdua mencari seseorang yang terlihat mencurigakan. Aku mengikuti dua orang yang menjadi alasanku melarikan diri dari pentas, berjumpa secara langsung untuk pertama kalinya dengan buronan guild.

Hingga malam menyingsing, uang ditemukan, perjalanan mereka berakhir di kedai sihir. Lalu sebuah pertengkaran terjadi. Katanya uang itu akan dibelikan bulu pena, salah satu dari dua pengelana itu yang akan membelinya. Tetapi karena kulihat ... kalau tidak salah namanya Harutaki ... memasukkan kantong uang itu ke tas Hanaru, berikutnya dia yang jadi sasaran pengintaianku. Aku tak tertarik dengan drama, mereka pun tampak seperti bukan bagian dari buronan-buronan. Bisa saja calon. Tapi bukan itu pula yang menjadi alasanku mengikutinya.

Kemudian, aku bersyukur melihat kejadian itu. Sebetulnya sangat mengerikan. Seorang pengendali pikiran. Dia menyuruh Hanaru membeli bulu pena untuk nantinya sihir itu akan Hanaru gunakan hanya untuk membunuh pengguna sihir lain. Aku tercekat di tempatku terbang. Jantung berdebar tidak karuan, hingga aku memberitahunya ke teman-teman guild-ku.

Sesuai dugaan, hanya Ana yang marah. "Kak Rai ke mana aja, sih? Meski aku senang karena aku satu-satunya yang menjadi pusat perhatian, tetap saja aku kelelahan! Kan sudah kubilang untuk jangan bersikap kekanak-kanakan."

Sebenarnya siapa sih di sini yang kekanak-kanakan? Anggota lain guild saja tak ada yang peduli dengan absennya aku di tengah acara. Kami semua sudah dewasa bahkan Rei, anggota paling muda. 

Tak apa, beritahu dulu pada Ana saja. "Aku tadi nemuin dua 'bu-ro-nan'." Ana akan mengerti dengan satu kata yang kutekankan. "Aku cuma penasaran kenapa mereka ada di sini kalau bukan untuk menonton parade. Nyatanya cuma membantu menangkap pencuri."

Ana menaikkan satu alisnya sebagai pengganti pertanyaan 'terus apa?'.

"Aku lihat," aku menyiapkan diri dulu. "Pengendali pikiran, dia, menyuruh seseorang untuk membeli bulu pena lalu melenyapkan seluruh pengguna sihir dengan sihir itu. Kita ... berada dalam bahaya!" Akhirnya teriakanku keluar. 

Tapi Ana tak bereaksi seperti yang kubayangkan. Wajahnya bingung dan bengong seolah-olah aku sedang berkelakar. 

"Ada apa, sih?" Riq, pengguna elemen logam, mendekat. 

Aku menjelaskan yang tadi kujelaskan ke Ana dengan sedikit kepanikan yang tersisa. Meski mungkin wajahku tak benar-benar terlihat panik karena aku kesulitan menampilkan ekspresi. 

Riq yang kupikir lebih dewasa dari Ana padahal seumuran, tercengang. "Serius? Tapi, baru aja beli, kan? Belum benar-benar menguasai hingga bisa langsung membunuh?"

"Tapi harusnya dia bisa gampang kita singkirkan. Kayak gak tau aja kita itu guild apa." Ana bersedekap dada sembari memalingkan muka. 

"Ana," kataku, "guild ada, bukan untuk membunuh pesihir lainnya. Kamu tau sendiri gak semua orang bisa beli sihir yang berarti jumlah pengguna sihir di dunia ini tuh minim. Gak boleh main bunuh gitu aja."

"Ya tangkap aja. Jebloskan ke penjara."

"Gimana, caranya?" Tampaknya Riq sedang menguji kesoktahuan Ana yang seolah bisa mengendalikan keadaan. Memang dalam kondisi begini, kepercayaan diri sebagai manusia yang bisa menggunakan sihir harus dipupuk sebab mungkin, kami sedikit lebih unggul dibanding manusia lainnya. Tapi bukan berarti bisa bertindak seenaknya tanpa rencana dan kewaspadaan.

Pengguna sihir baru yang berbahaya, selain membuatnya mati, apa lagi yang bisa kami lakukan untuk menyingkirkannya? Setahuku, tak ada kekuatan penghilang sihir yang kami tahu telah bangkit dari bulu pena yang dibeli. Membuatnya dipenjara seumur hidup? Guild kami bukan guild seperti itu! Meski ... sejak adanya 'bu-ro-nan' ... aku mulai ragu apa visi sesungguhnya Clofan Vertasy yang orang-orang elu-elukan ini. 

Ana lalu bersikap tak peduli, mengeluarkan diri dari pembicaraan. Tersisa aku dan Riq yang saling pandang dalam keterdiaman, berbicara melalui mata. "Bicarakan dengan Ketua?" usulku, walau aku tak yakin dengan apa yang kuucapkan.

Sebetulnya masalah ini serius tidak serius. Entah aku yang terlalu menganggapnya berbahaya makanya aku bicarakan dengan anggota lain. Tapi Riq pun nampaknya menerima kewaspadaanku ini. Mengenai si pengguna sihir baru yang dikendalikan pengendali pikiran untuk membunuh semua pesihir lain, belum tentu itu akan terjadi besok dan besoknya. Apa aku terlalu paranoid?

"Janganlah, Kak Rai kan tahu gimana Ketua yang sekarang sensitif banget, kadang suka nyuruh-nyuruh yang menurut dia bener aja," Riq mengemukakan pendapatnya. "Kita berdua dulu aja yang selidikin."

Atas ide Riq tersebut, besok paginya kami berdua berkunjung ke kedai sihir. Si penjaga menyapa kami dengan terlalu bersemangat, menanyakan kelangsungan parade kemarin dan menyesal karena dia tak sempat menontonnya. Setelah berbasa-basi sedikit, aku bertanya padanya apa kemarin ada seseorang yang membeli bulu pena.

"Belum," jawabnya, datar. "Tapi kemarin memang ada dua orang yang hendak membeli. Salah satunya. Mereka pengelana dari negeri entah apa. Dan sampai sekarang mereka berdua belum ke sini lagi. Kata Zasky, semalam mereka bertengkar."

Aku melihat ke sekeliling, memastikan hanya ada kami bertiga di sini. Kemudian, aku membisikkan sesuatu ke si penjaga. Begitu kusampaikan, pria itu terkejut dengan tanpa ditutupi. "K-kau yakin?" suaranya sedikit bergetar.

Tapi aku tak sempat mengangguk. Pintu kedai jauh di belakangku tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok yang kemarin kulihat bersembunyi di reruntuhan bangunan.

Gawat. Orangnya datang.

Aku cepat-cepat menyingkir dengan menggamit lengan Riq, menghasilkan tingkah laku kami yang sangat mencurigakan. Aku memang tak pandai mengekspresikan apa yang tengah kurasakan. Tapi untuk saat itu, kegelisahan sangat terlihat di dua bola mataku yang bergerak-gerak tak tenang. Aku dan Riq duduk di salah satu meja, tak ada lagi celah untuk terlihat bersikap biasa saja.

Saat kuberanikan diri menatap ke konter penjaga, Hanaru sedang melihatiku dengan alis tertekuk dalam. Sekarang tinggal menebak-nebak saja apa kiranya pikiran dia mengenai dua orang yang bersikap aneh ini.

"Anggota Clofan Vertasy?"

Kedai itu tak cukup luas untuk membuat sebuah bicaraan normal tak terdengar hingga ke bagian paling ujung. Tadi dia bilang Clofan Vertasy?

Dalam dua detik, raut muka Hanaru berubah ceria dan segera saja menghampiri kami di meja. "Kalian, kalian kenapa ke sini?"

Ke sini? Maksudnya ke kedai sihir?

"Naru ngefans kalian banget sejak kemarin Naru nonton Parade Sihir Tahun Kedua. Kalian keren!" Aku melihat pantulan diriku di mata hitamnya. Hanaru menggenggam kuat dua tanganku. "Naru, Naru pengen belajar sihir sama kalian biar bisa cepet ngejalanin misi!"

Ngejalanin misi. Misi yang itu pasti.

Aku dan Riq berpandangan, tak tahu mesti merespons apa.

Tapi kemudian ada yang datang lagi ke kedai. Rombongan. Cuma empat orang, sih. Tapi mataku sontak membulat kala salah tiganya adalah bu-ro-nan. Gelagapanku pun tak terbendung kala keempatnya berjalan mendekat. Semoga mereka tak tahu aku dan Riq anggota Clofan Vertasy.

"Riq?"

Hah.

Aku menoleh ke teman di sebelahku yang kini berekspresi seperti sedang tertangkap.

"Ngapain di sini?"

Masalahnya yang bicara begitu adalah Yuma, si bu-ro-nan. Apa mereka mempunyai suatu hubungan yang aku tidak tahu?

"Katamu pengguna sihir itu tidak berguna dibanding pemain kasti. Tapi terus kenapa kamu di sini?"

Riq menggaruk-garuk rambutnya. Tampak raut berdosa dari wajahnya yang berkeringat. "Ahahahaha. Maksud aku yang nggak berguna itu yang nggak gabung guild mana pun. Ya kayak Kak Yum ini."

"Emang kamu gabung guild apa?"

Aku langsung menginjak kakinya, menyaratkan kebohongan yang harus dia katakan. Jangan sampai para bu-ro-nan ini tahu tentang siapa kami sebenarnya dan kenapa pula sampai ada di kedai sihir.

"Ada-lah. Kak Yum gak perlu tahu."

"Lho, bukannya kamu dari Clofan Vertasy?" Hanaru menceletuk.

Sisi kesal, khawatir, gelisah, dan waspadaku kemarin yang tertumpuk dalam-dalam gegara memikirkan si pengguna sihir baru yang kemungkinan besar akan menghancurkan peradaban sihir ini meminta keluar dalam bentuk ingin mencekik. Bercanda. Aku tidak sejahat itu.

Tapi. Kalau sudah begini. Aku tak perlu ragu lagi, kan?

"Jangan biarkan orang ini membeli bulu pena. Dia akan membunuh kalian semua!"

Lalu pertempuran pun terjadi.

Aku membawa terbang Hanaru dan Riq sigap ikut berlari di belakang. Tetapi suatu benda keras mengenai punggungku sampai laju terbangku terganggu. Riq masih sigap, dia membuat pistol dengan sihirnya dan menembakkannya ke bawah. 

Aku menengok ke tempat di mana dia menembakkan peluru. Keempatnya berhasil menghindar. Tapi tak lantas itu membuat mereka berhenti. Aku dan Hanaru yang di atas, dan Riq yang lanjut berlari di bawah, dikejar dengan penuh napsu oleh tiga bu-ro-nan dan Harutaki.

Pada akhirnya karena aku mengkhawatirkan Riq yang mana aku jadi melongok ke bawah terus, Riq terkejar oleh Yuma yang berubah menjadi singa. Sontak aku berhenti melaju, mengapung di ketinggian yang tak terjangkau lompatan manusia. Di bawah sana, Yuma dan Riq terlibat pertengkaran yang tak terelakkan.

"Yuma!"

Atas teriakan Sura yang begitu keras, Yuma mengubah bentuk tubuhnya menjadi gorila kemudian lanjut menerkam Riq secara membabi-buta. Wajah Riq lebam di sana-sini karena terus dipukuli. Aku berjengit, merasakan sekujur tubuh yang merinding hebat.

Dengan tubuh manusianya, Yuma berteriak dengan kerah baju Riq yang ditariknya. "Munafik banget kamu, Riq! Bilangnya sihir gak guna, gak guna, tapi diam-diam mungkin sebelum saya beli bulu pena, kamu sendiri gabung guild paling tersohor! Mau sombong kamu, ya."

Ini salahku, ini salahku. Aku yang memberitahu perihal Hanaru ke Riq hingga membuat kami terpaksa ke sini untuk menyelidiki lebih lanjut. Ini jelas salahku.

"Katanya mau jadi pemain kasti. Tapi masa sih ada pemain kasti yang bisa sihir juga. Katanya pengguna sihir pun gak keren. Itu berarti, kamu ngelanggar ucapan sendiri dong? Itu berarti, kamu juga gak keren?"

Aku mohon hentikan. Jangan sakiti Riq lebih jauh ....

"Sekarang saya jadi makin yakin buat ngancurin guild sombong yang isinya cuma orang-orang munafik yang hobi ngerendahin pengguna sihir lain kayak kamu. Saya yakin mau—"

DOR!

Riq ....

....

Ka-kamu ngapain?

Satu orang perempuan menjerit dengan sangat kencang sampai bisa menghancurkan gendang telinga manusia-manusia di sekitarnya.

Kemarin kan kamu ada di situ. Dengerin aku bilang guild ada bukan untuk membunuh pengguna sihir lainnya. Harusnya kita bisa lebih bijak dalam bertindak.

Sayapku yang kehilangan daya menurunkan aku dan Hanaru dari langit rendah. Semakin dapat kulihat pula dengan jelas darah yang keluar dari dada seorang laki-laki yang tadi berteriak penuh emosi ke Riq. Aku tidak suka pemandangan itu. Terlebih temanku yang menjadi pelakunya.

Riq .... Kamu kenapa?

Yang menghampiri tubuh tak bernyawa Yuma adalah Reez dan Harutaki. Aku tak ingin memerhatikan kelanjutannya jadi kuhampiri Riq dan menambah luka lebam di wajahnya dengan tamparanku. Air matanya keluar, air mataku juga.

"Kamu ngapain!"

"Kak Rai ...."

"Bukan gitu caranya ngelampiasin emosi. Bukan membuatnya bungkam dengan menghilangkan nyawanya. Guild ada bukan untuk membunuh pesihir lainnya!"

Isakkannya muncul seiring tangisannya yang mulai terdengar melukai hatiku. Luka karena gagal melindungi adik untuk tidak berbuat yang tidak-tidak. Aku gagal. Meski Riq lebih dulu masuk ke guild, aku selalu menganggap semua anggota yang lebih muda dariku sebagai adik, harus kulindungi. Tapi aku gagal.

Riq tergopoh melempar pistol tembak buatannya dan mendekati jasad Yuma yang oleh dia sendiri bisa menjadi begitu. Kehilangan nyawa karena sihirnya sendiri, emosinya sendiri. Dan kelalaianku.

"Kak Yum ...." Sebentar lagi dia akan bermonolog. Mohon yang mendengarnya untuk jangan mengasihani dulu karena dia perlu dikasih pelajaran. "Ma-maaf ...."

Aku tak tahu hubungan apa yang mereka miliki sebelumnya. Tapi sayangnya, Yuma tak akan pernah bisa mendengar ucapan maaf Riq yang mungkin paling ingin didengarnya itu. Mereka berpisah dalam kemarahan masing-masing yang tak tertolong. Dan tetap saja itu salahku.

Harusnya aku tidak langsung membawa kabur Hanaru.

Pagi yang agak panas itu, bukannya mendapat belas kasih atas hadirnya seseorang yang kehilangan nyawa, para warga sekitar menggunjing dengan terang-terangan di sekitar kami.

"Sihir cuma bisa membunuh."

"Gak ada nyawa yang sebanding dengan harga beli bulu pena."

"Bubarkan saja semua guild sihir sebelum ada korban lain yang berjatuhan."

Aku dan Riq kembali ke Sabercyber dengan luka masing-masing di wajah dan hati.

Mungkin, untuk sementara, aku tidak akan pergi ke kota itu dulu.

.

Riq mendapat hukuman, tentu saja, aku yang melapor ke Ketua dan mendapat reaksi terkejut dari anggota lain yang mendengar. Tapi tentu saja juga aku mengaku ada andil dalam insiden pembunuhan 'tak sengaja' itu. Aku harus mendapat hukuman. Hanaru telah lepas dari genggamanku. Tak ada yang berhasil dari tindakan gegabah tanpa rencana yang benar-benar matang. Sejak kapan aku menjadi putus asa begini?

Riq dikeluarkan dari guild. Tapi aku dan Ana membela. Kata Ana, dia tidak ingin kehilangan pengguna elemen lain untuk Element Project-nya. Aku, meski tadi menampar Riq, tetap saja dalam keadaan kacau begini aku harus mendukungnya agar tidak terlalu menyalahkan diri. Aku yang salah, karena memulai pembicaraan tentang Hanaru ke guild hingga Riq mendengarnya dan ikut campur.

"Kalau begitu kalian bertiga urusi si Hanaru Hanaru itu." Ketua tiba-tiba memutuskan. "Aku gak mau denger ya nanti ada pemburu pesihir yang mengancam nyawa anggota-anggota guild. Entah gimana caranya, asal jangan bunuh aja."

Sedari tadi Riq terus menunduk. Tak berani menatap satu pun anggota guild yang ada di sini. Bahkan luka-luka di wajahnya belum sempat diobati.

"Asal kalian tahu, dengan terbunuhnya salah satu dari mereka oleh tangan kalian sendiri meski bukan dalam konsep perang guild, tetep aja, secara gak langsung, perang udah dimulai. Besok-besok nyawa kalian gak bakal aman lagi."

Hm.

Aku sendiri, yang telah menyalakan tombol dimulai itu?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro