Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12) giofour, orang munafik yang menginginkan kehidupan baru

c h a p t e r 12
Riq Giofour
orang munafik yang menginginkan kehidupan baru

Semuanya tidak lagi sama sejak insiden penembakan tak sengaja itu. Aku, Kak Rai, guild, dan hawa yang mengelilingi para pengguna sihir.

Aku, saat itu aku cuma membela diri. Kuakui memang ada sedikit niat membunuh dalam hatiku terutama setelah mendengarnya mencercaku habis-habisan.

Aku tahu aku hipokrit. Bertingkah tak tahu apa-apa, menyalahkan, tapi kenyataannya aku malah lebih dulu menyelam pada sesuatu yang menjadi penyebab pertikaian kami.

Sihir.

Aku tiba-tiba membenci Kak Yum saat dia ketahuan memiliki sihir. Saat itu kupikir aku telah kalah olehnya sebagai satu-satunya pengguna sihir di lingkaran pertemanan kami. Aku ingin hanya diriku saja yang unggul, hebat, dan berpikiran jauh dengan membekali diri dengan sihir. Tak boleh ada orang lain.

Tapi Kak Yum melanggarnya, dan menyusulku.

Sihirnya jelas tak lebih bagus dariku. Dirinya pun cuma bergabung ke guild yang belum memiliki nama. Tapi bu-ro-nan?

Baiklah. Ini sudah menjadi garis takdir.

Aku dan Kak Yum mulai sekarang akan terus berada di jalur yang berbeda.

Dia seratus persen musuhku.

Lalu aku berhasil membunuhnya dengan tanpa sengaja.

Hasilnya?

Setiap hari aku selalu merasa bersalah.

Sejahat-jahatnya diriku, sebenci-bencinya aku ke Kak Yum, sebesar-besarnya niat membunuhku untuknya, jikalau aku benar-benar ingin menghentikan detak jantungnya, aku ingin melakukannya dengan cara lain. Dengan sebuah pertarungan sengit yang dimenangkan olehku.

Tapi dirinya meninggal hanya karena aku merasa takut?

Kau tidak punya harga diri lagi, Riq!

Payah.

Pada kenyataannya lagi, ternyata aku tidak betul-betul membenci Kak Yum. Aku hanya takut tersaingi olehnya.

Payah.

Riq payah!

Papan pengumuman markas guild menampilkan urutan peringkat terbaru anggota-anggota Clofan Vertasy terkuat. Tak hanya dari kemampuan sihir yang dimiliki, aspek penilaiannya pun ditinjau dari seberapa banyak dan cepat para anggota menyelesaikan quest, membuat suatu proyek atau penemuan, serta meredakan keributan yang terjadi di guild.

Klasemen diperbarui setiap sebulan sekali. Dan peringkat pertamanya akan mendapatkan tato bintang di punggung tangan kirinya.

Seperti bulan-bulan sebelumnya, bulan ini masih dikuasai oleh si elemen api. Dia pemegang tato bintang terbanyak di sini.

Tapi lihatlah senyum cemberutnya itu, siapa saja pasti ingin menghakimi.

Setelah bergantinya ketua, kusadari aura guild memang menggelap. Senyuman cerah dan tertawaan lepas tak sering lagi menghampiri kami. Si ketua baru menekankan pada kami untuk lebih mementingkan potensi perkembangan diri dibanding membantu anggota lain. Dengan begitu Clofan Vertasy akan semakin cepat bertumbuh menjadi guild terkuat yang mampu menghabisi guild kegelapan.

Tapi itu hanya rencana cadangan. Yang utama adalah membalaskan dendam pada sang pengkhianat.

Terserahlah. Aku tak akan lagi menjadi bagian dari guild ini.

Aku tak sanggup lagi mengemban aib guild lebih lama atas kesalahan yang kubuat sendiri. Citraku sudah benar-benar buruk di mata anggota-anggota lain. Terbukti hanya Kak Rai saja, dan Ana yang sesekali mengajakku bicara.

Aku harus pergi dari sini.

"Ya sudah sana pergi. Tak ada lagi yang menginginkanmu di sini." Tanpa memandangku sedikit pun, si ketua baru mengucapkan petuahnya.

Mati-matian aku berusaha memendam rasa sakit di hati. Sejak kejadian itu, aku memang sudah kehilangan segalanya termasuk kepercayaan.

Riq sudah tidak punya apa-apa lagi selain dirinya sendiri.

Dengan mata membara dipenuhi api kebencian, kakiku melangkah meninggalkan ruang ketua tersebut. Saat membuka pintu, aku berpapasan dengan seseorang yang hendak memasuki ruangan.

Kumpulan tato bintang di punggung tangan kirinya semakin menyulut emosi dalam diri si mantan anggota ini.

Tiba-tiba aku berhasrat ingin melampauinya. Si gadis api pemegang tato bintang terbanyak yang tak sekali pun menunjukkan senyum jahatnya pada dunia.

Tunggu aku, Rainfire.

.

"Apa? Dia sudah meninggal?"

Kak Zasky mengangguk dengan raut duka. "Jasadnya kami temukan di suatu lapangan tandus tempat para pesihir biasa berlatih dan bertarung. Kuduga Hanaru dihabisi oleh pengguna sihir yang kemampuannya tidak main-main."

Aku diam sesaat, mencerna apa artinya itu.

Jika Hanaru telah tiada, maka tak ada lagi sesosok bahaya yang menghantui para pengguna sihir. Setidaknya meski bendera perang guild telah berkibar diam-diam, jantung kami aman dari terkaman Hanaru yang ingin melenyapkan kami.

Semua guild aman termasuk Clofan Vertasy yang baru saja kutinggalkan.

Hah?

Sudahlah.

"Memangnya pihak kalian tidak bisa menyelidiki siapa pembunuh Hanaru itu? Katamu dia memiliki sihir yang tidak main-main." Aku bertanya untuk ancang-ancang.

Kali ini Kak Zasky menggeleng. "Kami hanya bisa mengumpulkan dan memperbarui informasi terkait para pengguna sihir dan guild saja. Itu pun aksesnya tidak bisa sembarang orang ketahui."

Aku berdecak keras-keras.

"Kamu, mengundurkan diri dari guild, ya? Kenapa?" Kak Zasky tiba-tiba memberi perhatian.

"Apa Kakak hendak mengumpulkan informasi dan membocorkannya ke orang lain?" tuduhku, tak suka dengan sikap baiknya yang mendadak muncul.

Bahu Kak Zasky merileks. Dia tak tampak terganggu dengan kejudesanku. "Bisa dibilang aku penasihat sihir juga. Dan tentu saja aku bersikap netral."

"Coba kau tebak sendiri."

"Rasa bersalah karena menimbulkan kegaduhan antar guild?"

Ya pasti dia tahulah ada pengguna sihir bernama Yuma yang meninggal karena tembakan pistolku. Pengurus sihir seperti dia pasti pintar menyatukan kepingan puzzle dari berbagai kejadian sihir belakangan ini.

"Lalu setelah ini, apa rencanamu?" Kak Zasky mengangkat gelas teh panasnya.

Aku tidak merasa dia berhak mengetahui apa saja yang sedang kurencanakan. Kenetralannya tidak bisa kupercaya.

"Ah. Kalau kau masih penasaran tentang siapa pembunuh Hanaru itu, pihak kami juga sedang mencari Monletri. Seorang pengguna sihir yang bisa mengetahui kejadian di suatu tempat pada periode waktu tertentu."

"Katakan di mana aku bisa mencarinya."

Bukan aku yang membalas omongan Kak Zasky tersebut.

Seorang wanita dewasa bertubuh tinggi dan beraura gelap, tiba-tiba mendatangi meja kami sehabis Kak Zasky menyelesaikan penjelasannya.

Sekejap, kami bertatapan.

Siapa dia?

Kak Zasky terkejut. Dia memandang orang tersebut dengan tatapan berbeda.

Aku merasa direndahkan.

"O-oh... kami juga tidak tahu," ucap Kak Zasky, terbata. "Dia menghilang begitu saja setelah membeli bulu pena."

Aku dan wanita asing tersebut bertatapan lagi seakan sama-sama menganggap ucapan Kak Zasky barusan adalah kenyataan yang ditutupi dengan kebohongan.

Kak Zasky sendiri tampak berkeringat.

"Ada urusan apa di sini?" si wanita asing bertanya padaku.

Ditatap tajam begitu, aku jadi kalang kabut. "Oh. Aku menanyakan tentang seseorang yang ternyata sudah meninggal."

Kenapa pula aku mendadak terancam begini.

"Siapa?"

"Ha-Hanaru."

"Memangnya siapa dia?"

"Katanya dia ingin melenyapkan semua pengguna sihir."

Wajah diamnya tampak tertarik. Dia memundurkan punggung dan mengangkat tangan dari meja yang semula digebraknya.

Sama sepertiku, Kak Zasky masih terlihat takut.

Sejujurnya siapa wanita asing itu?

"Ikut denganku."

Perkataannya seperti tak bisa kutolak. Lebih-lebih dari perintah ketua baru Clofan Vertasy yang sama sekali tak mempunyai aura kepemimpinan.

Beberapa saat kemudian di suatu area sepi di luar Crownclown, aku memasuki takdir baru yang kuharapkan datang setelah hengkang dari guild-ku sebelumnya.

"Bergabunglah dengan ASS. Asosiasi Sihir Senjata. Aku baru saja kehilangan semua anggotaku."

Kehilangan semua anggota? Serius?

"Nath mati oleh salah satu anggota Four Finalion. Mila dan Nisha juga mati dengan hanya meninggalkan darah hitam kental tanpa jasad yang bisa dikebumikan."

Apa?

"Kau pengguna elemen logam, kan? Melampaui Mila dan Nisha, kau bisa membuat senjata apa pun seperti senapan, pistol, rantai, pedang, meriam, tameng. Tapi usahakan perkuat dirimu dengan satu senjata andalanmu. Bukan berarti yang lainnya tidak boleh kau pakai."

Tunggu, tunggu, tunggu.

Kak Queen terlalu cepat bicara, aku kesulitan menjeda. Terlalu banyak informasi dadakan yang menyerang kepalaku.

Dia bahkan terus berdiri memunggungiku.

"Yang kutahu, sebelumnya juga pernah terjadi pembunuhan yang sama pada penduduk sipil yang tidak berdosa. Namun setelah kucari informasi lebih lanjutnya, korban tersebut merupakan ibu dari dua pengguna sihir yang salah satunya mati dan satunya menghilang. Darah hitam kental dan posisi jasad janggal. Kuduga pembunuhnya orang yang sama."

"Tunggu!"

Kak Queen yang bicara panjang lebar, aku yang kehabisan napas.

"Kakak ngomong apa, sih?" Aku mulai berani membantahnya.

Dan dirinya pun akhirnya mau membalikkan badan. Walau aku baru mengenalnya dan aku sempat takut padanya, saat ini Kak Queen mendadak terlihat seperti wanita pada umumnya. Maksudku yang tidak memiliki kekuatan sihir.

Manusia yang mempunyai perasaan.

Apa dia bersedih atas kepergian tiga anggota perkumpulannya?

"Biarkan aku bicara."

"Maaf."

Ternyata dia punya sisi lembut juga.

Kuatur napas sembari mendudukkan diri di tanah bebatuan, memandang langit yang sangat oranye. "Jadi Kakak berniat mencari siapa pembunuh dua anggota Kakak itu?"

"Tepat."

Singkat, padat, jelas, dan datar.

"Dendam pribadi? Rasa penasaran? Memangnya tujuan perkumpulan ini tuh apa?"

Perkataanku seolah menusuk egonya. Sebagai ketua sebuah perkumpulan yang berwibawa, sekali lagi dia tetap seorang manusia yang mempunyai perasaan.

Setelah diam beberapa saat, Kak Queen ikut duduk agak jauh di sebelahku. Aku mendadak ragu apa perkumpulan ini memiliki markas atau tidak. Ini bukan guild, kan?

Namun dia tetap hanya diam.

Benar-benar masih berduka.

Aku menghela napas. Sekarang aku terlihat seperti temannya. "Jangan buru-buru, Kak. Dendam dan kebencian bisa menjadi penyesalan. Jangan sampai emosi-emosi negatif itu menguasai hati dan pikiran Kak Queen kalau tidak mau nantinya hari-hari Kakak dipenuhi rasa bersalah."

Permintaan maafku takkan pernah sampai ke telinga Kak Yum.

Ah, aku ini memang munafik.

Sehabis keadaan menjadi tenang, Kak Queen menjelaskan padaku tentang apa itu ASS. Kami perkumpulan rahasia yang hanya diketahui oleh para pengguna sihir. Kami melakukan transaksi jual beli pada mereka yang membutuhkan jasa kami. Bisa dibilang, sedikit mirip dengan pasar gelap.

Yah sepertinya ini lumayan. Apalagi sosok Kak Queen agaknya bisa kujadikan teladan. Dalam sekejap, dia telah menjadi kakak yang baik dan merangkul meski sikapnya masih lebih banyak diam.

Lalu besoknya, masalah langsung datang.

Muncul dalam bentuk mantan teman anggota guild bernama Rai Grazywings. Atau yang biasa kupanggil Kak Rai.

"Riq, kenapa kamu keluar!"

Kak Queen tidak berada di mana pun. Dia menghilangkan diri dari sekitarku.

Aku memalingkan muka, jengah. "Mau bagaimana pun itu kesalahanku, Kak. Kakak nggak perlu sok heroik dengan ikut merasa bersalah. Dan lagian Hanaru udah nggak ada."

Kak Rai terkejut. Tapi aku malas menjelaskan lebih lanjut.

Wajahnya sekarang terlihat seperti tak tahu lagi harus mengurusiku dengan cara apa.

Aku memiringkan senyum. "Udahlah. Emangnya Kakak nggak punya keinginan pribadi? Nggak capek terus ngurusin aku yang munafik ini?"

"Aku juga keluar."

....

"Aku keluar dari Clofan Vertasy."

Bodoh.

"Sedikitnya emang karena kamu. Tapi aku juga ngerasa guild itu udah beda. Visi dan auranya beda sejak orang itu jadi ketua."

Terserah.

Kak Rai maju selangkah. "Sekarang kamu gabung guild apa? Atau masih luntang-lantung sendirian?"

"Luntang-lantung?" Aku malah dihina.

"Kamu masih sendirian, kan?"

"Jangan ikutin aku terus!"

Teriakanku padanya membuatnya mundur. Dan terdiam dengan keterkejutan ekstra dalam wajah.

"Urusin hidup Kak Rai sendiri. Dan aku nggak pernah mau hidupku dicampuri sama siapa pun!"

"Riq kok jadi gampang marah gini."

"Semua udah berubah Kak setelah kejadian itu."

Aku jelas melukai hatinya. Tapi kupikir aku harus membuatnya menyerah dan berhenti mempunyai hati yang lembek karena itu sama sekali tidak berguna di kalangan dunia sihir!

Aku sendiri sampai muak dijadikan objek rasa kasihannya.

"Pulang, Kak. Jangan temui aku lagi."

Kehadirannya hanya akan memperpanjang rasa bersalahku atas kepergian Yuma.

Aku ingin sendirian, memulai hidupku yang baru tanpa bayang-bayang seorang pun Clofan Vertasy.

Riq ingin menjadi dirinya yang baru.

Tanpa rasa bersalah dan sifat munafiknya.

Kak Rai pun akhirnya pergi dengan ekspresi putus asa. Kali ini giliran aku yang sedikit iba padanya. Sudah jauh-jauh mencariku, rela ikut keluar guild, tapi malah penolakan yang dia dapatkan.

Tapi Kak Rai juga mestinya sadar. Seperti visi baru Clofan Vertasy yang mengharuskan anggota-anggotanya mementingkan diri sendiri, aku ingin diriku berkembang bersama perkumpulan baruku. Dan jelas itu tanpa kehadirannya di sekitarku.

Sudah saatnya aku memulai kehidupan baru.

Perlahan aku pun disibukkan dengan latihan mandiri. Mengasah senjata-senjata buatanku seperti pistol dan rantai untuk ukuran ringan, senapan dan tameng untuk metode terbaik penyerangan dan pertahanan, serta meriam sebagai senjata utama.

Untuk meriam sendiri, aku membutuhkan banyak kekuatan sihir untuk menciptakan dan melemparkan pelurunya. Daya yang dihasilkannya pun tidak main-main. Mungkin hampir setara ledakan bom.

Sesuai usulan Kak Queen, senjata ini memang yang paling cocok untukku. Kemungkinan tidak akan ada pesihir lain yang mempunyai sihir ini.

Senjata meriam. Oleh pengguna sihir elemen logam bernama Riq Giofour!

Aku merasa diriku berkembang cepat sejak dua minggu lalu aku menerima tawaran bergabung dengan ASS. Aku menjadi lebih fokus pada diriku sendiri walau hanya Kak Queen saja yang kupunya sebagai teman seperkumpulan.

Tapi tenang saja. Aku masih mempunyai rival yang akan kukalahkan.

Si gadis api!

Namun yang malam itu datang ke markas nomaden kami adalah Ana Romanter.

Hah.

Berminggu-minggu tidak bertemu, aku seperti tidak mengenalinya lagi. Ana yang sempat mendukungku karena berbuat onar, kini muncul dengan gelagat asingnya yang baru kutemui.

Kak Queen menyingkir sebab dirinya berpikir aku kedatangan pelanggan. Pelanggan pertama sebagai anggota ASS.

Apa yang hendak dia minta?

Ana senyum seperti orang mabuk. "Kau ke mana saja, Riq. Sudah tambah hebat sekarang, ya."

Aku tidak merasa sedang dipuji. Kutatap dia lebih saksama.

"Ada sesuatu yang harus kau lakukan." Dia meletakkan tangan di pundakku. Tatapannya berubah serius. "Aku ingin kau menghabisi Rai Grazywings."

....

Aku benar-benar menyangka Ana tengah mabuk. Tapi usianya masih ilegal untuk menyantap minuman haram tersebut.

Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Ngawur. Motifnya apa tiba-tiba nyuruh ngabisin Kak Rai?"

Meski aku pernah menolak bala bantuannya, tak lantas aku langsung membenci mantan teman se-guild-ku itu. Mau bagaimana pun juga, Kak Rai adalah orang terdekatku ketika di Clofan Vertasy.

Ana tertawa dengan cara yang aneh. Semakin membuatku curiga padanya.

"Setelah dia keluar dari guild, dia bergabung dengan... dengan... apa ya namanya. Bukan guild kegelapan. Tapi sesuatu yang berbau gelap juga. Sepertinya dia terpengaruh oleh bisikan maut."

Bisikan maut?

"Bukannya kau yang terpengaruh bisikan maut sampai bersikap aneh begini?"

Ana tertawa lagi, menambah kejengkelanku. "Ayolah, kawan. Aku sedang menjadi pelangganmu. Kamu gabung ASS, kan? Maka dari itu, aku memberimu tugas menghabisi nyawa seseorang bernama Rai Grazywings."

"Karena dia terperangkap dalam sekte sesat?"

Tidak berhenti-berhentinya Ana tertawa. "Iya, iya! Rai Grazywings terperangkap dalam sekte sesat!"

Aku mendadak teringat percakapan kami bertiga dengan Kak Rai mengenai Hanaru yang dikendalikan pengendali pikiran. Apa saat ini Ana juga tengah diterpa kondisi tersebut?

Berlama-lama menatapnya yang tiba-tiba menjadi diam, kutemukan kembali keseriusan dalam wajahnya.

Ana menghela napas panjang. "Apa kamu berpikir aku tengah dikendalikan pengendali pikiran?"

Walau tidak melihatku, dia tahu aku mengangguk. Dia tahu apa yang kupikirkan.

"Nggak, Riq. Aku beneran Ana Romanter," akunya. "Aku tadi cuma akting untuk mengetesmu apa kamu cepat berpikir tentang kemungkinan lawan bicaramu terkena sihir pengendali pikiran."

"Gimana caranya aku tahu kamu bohong atau nggak?"

Ana menoleh padaku, senyum miringnya tidak semenyebalkan sebelumnya. "Orang yang pikirannya dikendalikan, bukannya nggak bakalan ngomong soal dia yang lagi dikendalikan?"

Keningku berkerut, mencoba mencerna ucapannya yang agak membingungkan.

"Penyebab utama kamu keluar dari guild gara-gara kasus Hanaru, kan? Gara-gara Hanaru terkena sihir si pengendali pikiran. Dia orang yang berbahaya. Dan orang berbahaya itu sepertinya masuk ke sekte sesat itu juga, alias teman perkumpulannya Kak Rai."

"Tunggu," aku menyela. "Kenapa jadi Kak Rai yang mesti dibunuh? Kenapa nggak sekalian si pengendali pikiran aja?"

"Emangnya kamu bisa ngadepin seseorang yang bisa ngendaliin pikiran kamu?"

"Kamu ngeremehin aku?"

"Bukan soal ngeremehin!" sergah Ana dengan suara tinggi. "Level kalian belum setara, Riq. Aku tahu kekuatan mereka nggak main-main. Lawan yang bisa kamu kalahin sekarang cuma Rai Grazywings yang mungkin otaknya udah dicuci buat ngelanjutin tugas Hanaru yang kemarin gagal."

"Tahu dari mana Kak Rai udah dikendaliin?"

Aku tidak tahu kenapa aku membela Kak Rai mati-matian. Padahal jika menuruti egoku, aku bisa berkembang pesat dengan menerima permintaan Ana ini sebagai klien pertamaku.

Apa-apaan dengan rasa simpati yang seenaknya muncul ini?

Ana membalikkan badan. Postur tubuhnya yang tegak menandakan dia tengah menahan amarah.

"Aku emang nggak tahu apa Kak Rai bener-bener udah dikendaliin atau belum. Tapi yang pasti, dia udah gabung sama sekte sesat itu. Dan Kak Rai yang baik hati nggak mungkin nerima gitu aja perkumpulan yang kelihatan jahat dari sisi mana pun. Terlalu beresiko juga buat pura-pura gabung dan nguak rahasianya dari dalam. Intinya Riq, dia bukan lagi Kak Rai yang kita kenal."

'Jangan pakai perasaan, Riq. Selagi kau bisa melaksanakan tugasnya, terima apa pun yang diinginkan pelanggan'.

"Tunggu."

Ucapan Kak Queen yang tiba-tiba kuingat, menghentikan jejak langkah Ana yang baru sejengkal.

"Aku terima permintaanmu."

"Bagus," Ana meneruskan langkah. "Aku udah nyiapin uang yang banyak buat upahmu ngelaksanain misi ini. Semoga beruntung."

Tak kusangka misi pertamaku di ASS adalah membunuh teman terdekatku di guild sebelumnya. Kak Rai yang bisa dibilang dia satu-satunya orang yang mendukungku habis-habisan sampai ikut mengeluarkan diri dari guild, sekarang nyawanya ada di tanganku.

Takdir memang selucu itu.

Kak Queen mendukung penuh misi pertamaku ini. Dia setuju soal keputusanku mengiyakan permintaan pelanggan meski harus membunuh teman sendiri.

Katanya Kak Rai 'saat ini' bukan lagi temanku. Dia bernasib sama dengan Hanaru yang mesti dimusnahkan karena tertular virus mematikan.

Jika sumbernya belum bisa kami hentikan, setidaknya anaknya bisa kami singkirkan. Selalu akan kami singkirkan walau itu temanmu sendiri, atau siapa pun itu. Demi terciptanya dunia sihir yang aman sejahtera.

Berhari-hari aku mencari keberadaan Kak Rai, dirinya pun berhasil kutemukan jauh sekali dari Crownclown dan Sabercyber. Kuduga markas sektenya memang berada di sekitar sini.

Tak perlu waktu lama untukku langsung menyetujui asumsi Ana tentang Kak Rai yang sudah dikendalikan. Wajah tulusnya tak ada lagi di sana. Dan terlebih, sayapnya telah berubah menjadi hitam.

Aku tersekat di tempatku menyembunyikan diri. Senapan sudah berada di kedua tanganku.

Kak Rai benar-benar telah berubah. Aku memang harus membunuhnya.

Dibekali latihan menembak jarak jauh sekali serangan yang kucoba berpuluh-puluh kali, aku meluncurkan peluru senapanku tepat menuju jantung target.

Tapi Kak Rai pun telah berkembang pesat. Meski peluru itu berhasil menancap ke titik yang kuinginkan, dirinya tidak langsung mati di tempat.

Aku gelisah sesaat.

Aku menyaksikan Kak Rai yang sekarat mengepak-ngepakkan sayapnya di tanah seperti memanggil teman-temannya yang lain.

Namun aku pun tak bisa langsung pergi dari situ sebelum memastikan dia betul-betul telah meninggal.

Kemudian, saat targetku kelihatan sudah tak bergerak lagi, seseorang datang ke dekatnya.

Laki-laki. Postur tubuhnya tinggi besar. Dan pandangan lurus wajah menyeramkannya ke arahku seketika menciutkan seluruh nyaliku.

Dia... dia siapa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro