Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24.

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

"Nay, Kak Rendra telepon gue lagi nih."

Naya menoleh. Ia melepas kacamata hitam dari wajahnya. Dengan santai, Naya meminum es kelapa muda miliknya. Bahunya bergidik ngilu ketika sensasi dingin menyerang giginya yang sensitif. Kalau sudah begini, biasanya Rendra akan memulai ceramah mengenai kesehatan gigi.

"Biarin aja. Aku masih belum mau ngomong sama dia, Lol," balas Naya.

Akhirnya Loli meletakkan ponsel miliknya di atas meja. Ia membiarkannya bergetar hingga mati sendiri.

"Lo mau kabur sampai kapan, Naya?" tanya Loli sambil mengangkat kakinya ke atas kursi. Kini gadis itu duduk selonjor seperti Naya. Ia mengamati hamparan laut biru di depan sana.

"Aku takut ngomong hal terlarang kalau terima telepon dari Kak Rendra sekarang," kata Naya. "Kan kalian bertiga yang kasih saran untuk menjauh dulu sampai aku tenang."

Loli tampak frustasi. Andaikan saat ini ada Ghina atau Gladis bersama mereka, mungkin kedua sahabatnya itu bisa membalas perkataan Naya barusan yang lebih baik. Lidah Loli itu setajam silet. Loli takut justru akan makin melukai hati Naya. Perbuatan Naya kali ini bikin Loli geregetan pengin jambakin rambut Naya dan Rendra satu-satu terus jedotin kepala mereka biar keduanya sadar.

"Ya gimana ya," Loli garuk-garuk kepala. "Lo bilang pengin cerai dengan watados gitu. Gimana kita nggak kalang kabut?"

Naya menoleh. Tatapannya memicing. "Kalian bakal selalu di samping aku, kan?"

Loli menghela napas panjang. "Iya, Naya. Gue, Ghina, Gladis, bakal dukung semua keputusan lo. Tapi nggak asal minta cerai juga. Memangnya pernikahan seremeh itu, apa? Please deh, walaupun single gini, gue tuh tahu mana yang bener mana yang nggak."

"Nikah tuh nggak cuma masalah saling cinta," ucap Naya. Tatapannya menerawang jauh. Pemandangan hamparan laut dengan bukit Tatempangan membuat hatinya tenang.

"Berawal dari cinta semuanya bisa terjadi, Naya."

Naya menggeleng. "Hubungan aku sama Kak Rendra stagnan, Loli. Aku sudah kehilangan calon anak. Sekarang, aku kehilangan kepercayaan. Aku nggak mau mati stress di dalam hubungan yang sudah nggak sehat ini."

"Lo nggak bahagia hidup sama Kak Rendra? Bukannya lo itu bucin kronis? Kak Rendra juga bukan tipe tsundere kok, cuma agak diam aja."

"Awalnya bahagia. Lama-lama aku sadar, kayaknya aku selalu mengalah. Kak Rendra memang dengerin semua kemauan aku, tapi aku nggak pernah jadi prioritas di hidup dia," ucap Naya sambil mengerang pelan. Ia menunduk. "Aku nggak kuat. Image aku di depan Kak Rendra itu selalu ceria, manja, bucin abis ke dia. Aku nggak bisa bertahan sesuai ekspektasi Kak Rendra."

"Naya, gue tahu gue nggak berhak ngomong ini karena belum pernah nikah," Loli berusaha terdengar bijak. "Menikah itu bukan dijalani saja seperti air mengalir, tapi diusahakan agar bahagianya selalu mengalir."

"Maksudnya apa? Aneh banget kalau kamu ngomong gitu."

Loli mengepalkan tangannya di samping kepala. Giginya bergemeletuk. Naya yang melihat hal itu malah tertawa.

"Ya, intinya aja deh. Mau lo itu menikah, mau lo itu cuma pacaran, atau bahkan cuma sahabatan kayak kita gini, bahagia itu dibuat bersama. Gimana caranya bahagia? Komunikasi itu dibenerin dulu. Hilangkan salah paham," ucap Loli tanpa bertele-tele.

"Nih ya. Andaikan, andaikan aja nih. Kita berempat kan sudah jadi sahabat dekat. Terus tiba-tiba saling membicarakan di belakang. Mau lo bersikap bahagia, senengnya juga nggak bisa puas, Naya. Nggak lepas. Ada yang disembunyikan."

Naya tampak berpikir. Dia menghela napas panjang.

"Lo sama Kak Rendra itu sama-sama sayang, sama-sama cinta, sama-sama saling membutuhkan. Kurang ngomong dari hati ke hati aja," ucap Loli. Nada bicaranya lebih tenang. "Gue tetap ada di pihak lo, Naya. Nggak sudi juga gue membela si manusia kaku satu itu. Gue juga tahu Kak Rendra yang salah di sini, dia egois. Tapi gue nggak mau lo menyesal minta cerai ke dia tanpa pikir panjang. Gue nggak mau hidup sahabat gue jauh lebih merana karena penyesalan terbesar yang dia buat di dalam hidupnya."

"Aku... nggak tahu," Naya mengusap wajahnya dengan kedua belah tangan. "Aku nggak tahu bisa lihat Kak Rendra kayak dulu lagi atau nggak. Kepercayaan aku sudah hilang. Bahkan sampai sekarang dia nggak ada bahas sedikit pun tentang kecelakaan itu. Kak Rendra nggak kelihatan sedih waktu aku keguguran."

Naya tertawa kecil. Ia mendengus geli. "Malah kayaknya dia seneng. Jadi nggak perlu repot ngurus anak, bisa fokus belajar, uang bisa ditabung. Itu masalah anak lho. Kalau ternyata ujung-ujungnya dia buang aku juga gimana?"

"Naya!" Loli tanpa sadar meninggikan suara. Dia bangkit dari kursinya. Gadis itu berderap dan duduk di sebelah Naya. Loli langsung memeluk tubuh kurus sahabatnya dengan erat.

"Jangan ngomong gitu, Naya. Gue nggak suka dengernya. Lo terlalu berharga untuk membayangkan bahwa lo akan dibuang. Nggak, nggak bakal terjadi. Lo pantas dipertahankan. Si Rendra bakal rela membuang semua miliknya asalkan dia bisa hidup sama lo."

"Loli, ih, aku jadi nangis lagi nih," rengek Naya. Dia balik memeluk tubuh Loli. Ia menumpahkan air mata, entah untuk keberapa kalinya.

"Sstt, jangan nangis lagi. Nanti lo sakit, dari kemarin sudah nangis," ucap Loli menenangkan. "Besok kita kan mau snorkeling. Bayangkan hal-hal menyenangkan aja, Naya."

Naya mengangguk. Ia berusaha menghentikan isakannya. Wanita itu tersenyum samar.

"Andaikan Gladis sama Ghina ada disini, pasti bakal lebih seru lagi," ucap Naya.

Loli meringis. "Sekarang cuma gue yang selo bisa kerja darimana aja. Kapan-kapan kalau ada liburan, kita jalan-jalan berempat. Lagian, Ghina kalau ke pantai mah kerjanya berteduh di bawah bayangan mulu, nggak mau kulitnya item. Nggak seru."

Naya tertawa kecil mendengar ocehan kesal Loli. Tangannya bergerak menghapus air mata di pipi. Dia malah bersyukur ada Loli yang saat ini bisa menemaninya. Gladis terlalu lembut untuk beropini. Kalau Ghina, pasti akan mencari jalan tengah win-win solution, berusaha memediasi Naya dan Rendra. Sedangkan Loli, dia setuju dengan Naya untuk menjauh sejenak, sekaligus membuat Rendra dan Naya berpikir matang. Ini bukan lari dari masalah, hanya mengatur jarak untuk mendewasakan diri.

"By the way, sudah tiga hari yang lalu lo berkunjung ke rumah mertua sambil nangis-nangis, masa Rendra nggak tahu sih kalau lo ada di sini?"

"Dia pasti tahu. Kak Mark kemarin ngomel-ngomel di telepon karena aku bohong pergi ke Jakarta nggak izin suami dulu. Terus kata Kakak, Kak Rendra sempat telepon Bunda di Jakarta. Untung Bunda nggak cerita ke dia kalau aku juga nangis bombay waktu itu," lapor Naya.

Loli terbelalak. "Lo nangis juga ke Bunda? Lo jujur masalah kandungan lo?"

Naya menggeleng. "Ya nangis aja. Bunda sih sudah biasa. Aku kan memang cengeng. Masalah keguguran itu, Kakak aja nggak tahu, apalagi Bunda. Aku juga nggak cerita ke Mama."

"Terus, kalau Mamanya Kak Rendra?"

"Nah, itu dia," ucap Naya meringis. "Mama pasti langsung interogasi Kak Rendra lihat aku nangis. Waktu itu Mama juga panik banget kan. Secara, aku tiba-tiba muncul di Manado, terus malah nangis."

Loli manggut-manggut mengerti. "Ya sudah. Biarin Kak Rendra yang repot ngurusin Mama. Kita senang-senang aja di sini."

Naya mengangguk setuju. "Enak banget nggak sih pantainya? Lebih bagus daripada pantai di pulau Jawa? Andaikan Kak Rendra nggak egois, pasti dia bisa sempatin waktu ngajak aku ke sini untuk liburan."

"Iih, dibilangin ngeyel banget. Jangan mikirin Kak Rendra terus, Naya," Loli menjitak kepala sahabatnya itu. "Young and free. Kalau mau, nanti ikutan gue flirting ke cowok-cowok gagah nan macho. Mau warlok? Ada. Mau bule? Juga ada. Tinggal pilih."

"Aku selingkuh dong?"

Loli mencubit dua pipi Naya dengan gemas. "Temen gue yang ini polos banget sih. Flirting aja deh. Ikut minum-minum dikit sambil ngobrol. Kalau ada yang mau deketin lo, langsung gue libas."

Naya tertawa. Dia memeluk Loli lagi.

"Makasih ya, Lol. Aku seneng banget punya temen cerita di titik terbawah hidup aku."

Loli tersenyum. Dia mengelus punggung Naya. "Sama-sama, Naya."

---

SIDE STORY

Rendra at airport

Sudah lama banget nggak ke Manado, nyariin supir yang diutus Mama untuk jemput. Ternyata Rendra sempat salah orang, dia hampir "diculik". Untung aja Rendra langsung dihubungi Mama sebelum sempat naik ke mobil. Masa umur hampir 30 tahun, mau diculik sih? 🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro