Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2.

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

Naya terus menoleh ke samping. Dia mengamati wajah Rendra yang saat ini sedang memejamkan mata. Dilihat-lihat, Rendra itu tidak kalah tampan dari Kak Mark. Ada aura Prince of China gitu, kayaknya memang punya darah oriental.

"Lihatnya biasa aja."

Naya gelagapan. "Eh, Kak Rendra nggak tidur?"

Rendra membuka mata. Dia balas menatap Naya. Tangannya terulur ke puncak kepala gadis itu dan memutarnya pelan. Rendra membuat Naya berpaling ke arah sebaliknya.

"Nanti tortikolis," ucap Rendra. "Aku nggak mau punya istri kepalanya miring-miring."

Naya menjauhkan tangan Rendra dari kepalanya. Dengan sukarela, Naya melakukan peregangan kecil. Ia melemaskan otot-otot lehernya.

"Kalau aku tortikolis, kita nggak jadi nikah, gitu?"

"Ya bukan gitu," balas Rendra santai. "Tinggal bawa ke dokter kan bisa. Aku punya pasien bayi yang mengalami kondisi itu, bisa sembuh kok."

Naya memajukan bibirnya. Bicara dengan Rendra itu kayak lagi baca buku. Semuanya serba evidence based medicine.

"Itu bibir jangan maju-maju. Otot wajah juga bisa kram."

Naya jadi makin kesal. Tanpa malu dia melakukan senam wajah di depan Rendra. Tidak peduli raut mukanya saat ini terlihat aneh dan menjijikkan. Bodo amat, pikir Naya.

"Puas?"

Rendra tertawa kecil. Dia menepuk-nepuk puncak kepala Naya.

"Lucu banget sih."

Blush! Naya nggak jadi ngomel. Gadis itu menyesal karena telah menjadi bucin seorang Rendra. Lemah aku Mas, jerit hati Naya.

"Kamu ada yang mau dibicarakan?" tanya Rendra sambil menarik tangannya. "Lihatin aku serius banget."

"Kok bisa mikir gitu?" tanya Naya sambil mengubah posisi duduknya. Kini ia melipat kaki dan meletakkannya di atas kursi kereta. Naya bersila, melihat ke arah Rendra dengan posisi tubuh lurus, biar cowok itu tidak protes lagi.

"Biasanya kan memang gitu. Kamu lihatin aku dulu baru mau ngomong," jawab Rendra.

Naya manggut-manggut. "Oh gitu."

Rendra mengikuti cara duduk Naya. Kini mereka saling pandang. "Jadi, mau ngomong apa?"

Naya tiba-tiba ingin berbuat jahil. "Tadi tuh aku cuma...."

"Cuma?"

"Cuma mengagumi ketampanan Kak Rendra."

Rendra batuk karena tersedak ludah sendiri. Tangannya menepuk-nepuk dada. Cowok itu akhirnya membenahi posisi duduknya. Rendra tidak berani melihat ke arah Naya.

"Sejak kapan belajar ngalus?"

"Sejak jadi bucin Kak Rendra."

"Naya," panggil Rendra sambil menoleh. Daun telinganya sudah merah. "Kamu dulu itu Ice Queen lho. Bahkan senyum aja irit. Aku nggak nyangka kamu bisa ngomong blak-blakan gini."

Naya meringis. "Jadi, Kak Rendra lihat aku kayak gitu ya?"

Naya meraih botol air mineral yang masih tersegel. Tangannya bergerak membuka tutup botol. Gadis itu menyorongkan minumannya pada Rendra.

"Aku juga punya, kok," tolak Rendra sambil menunjuk botol miliknya yang belum terbuka.

"Nggak mau terima, nih?"

"Iya, iya," Rendra akhirnya mengalah. Ia meminum air mineral pemberian Naya. "Makasih, Naya."

"Kak Rendra kenapa sebut aku Ice Queen?" tanya Naya penasaran.

"Ya memang gitu. Awal ketemu jarang senyum, aku ajak ngobrol jawabnya cuma geleng atau ngangguk, kalau lagi bete sama orang langsung ketus."

"Wow, aku baru tahu," seru Naya. Reaksinya sengaja dibuat-buat.

"Nggak usah main-main," balas Rendra tak terpancing. "Jadi, nggak ada yang mau diomongin?"

Naya tampak ragu, namun akhirnya dia buka mulut. "Kak, di antara kita, siapa duluan yang suka?"

Rendra mengangkat alis. "Maksudnya?"

"Kak Rendra suka dulu sama aku, atau aku yang duluan suka sama Kak Rendra."

Bola mata Rendra bergerak ke kiri. Ia sedang mengais memori. Senyumnya mengembang. Rendra masih ingat sensasi debaran dada yang menggila tiap dulu mendapat senyuman dan perhatian dari Naya. Saat-saat Rendra hanya bisa mengagumi dari jauh.

"Memang kenapa?" tanya Rendra sambil menoleh ke arah Naya.

Naya mengangkat bahu. "Pengin tahu aja. Kayaknya aku jadi suka banget sama Kak Rendra, tapi Kak Rendra masih sama aja kayak dulu."

Rendra menghela napas. "Kamu tahu kan, aku sayang sama kamu?"

Naya mengangguk.

"Aku juga tahu, kamu sayang sama aku."

Naya tersenyum mendengar kalimat itu keluar dari mulut Rendra. Dia lagi-lagi mengangguk.

"Itu sudah cukup. Kita saling sayang. Case closed."

"Kak Rendra nggak seru nih," omel Naya. Dia menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, tapi Naya masih betah memandangi cowok di hadapannya.

"Jangan cari-cari siapa yang suka duluan, siapa yang lebih sayang, siapa yang banyak berjuang," ucap Rendra. Tangannya bergerak menepuk puncak kepala Naya dengan lembut. "Itu penyakit di sebuah hubungan. Nggak sehat."

Terjadi keheningan selama beberapa saat. Rendra yang malu menarik tangannya dan membuang pandangan ke arah lain. Beda hal dengan Naya. Gadis itu malah asyik mengamati tiap perubahan raut wajah yang ditunjukkan calon suaminya.

"Kak Rendra."

"Iya?" Rendra kembali menoleh.

"Aku jatuh cinta lagi sama Kak Rendra," ucap Naya sambil tersenyum manis.

Rendra tertawa gugup. Kedua telinganya memerah. Dia tersipu malu sampai tak tahu harus bicara apa.

"Duduk yang bener. Lihat depan."

"Nggak mau," tolak Naya keras kepala.

"Ya sudah. Tanggung sendiri kalau nanti sakit badan."

Naya akhirnya menurut. Dia menurunkan kakinya. Tatapannya jatuh ke kursi di depan, sesekali ia melirik ke arah Rendra.

"Oh iya, Kak Rendra. Aku mau tanya sesuatu."

"Apa?"

"Aku tanya tapi jangan marah ya."

"Memang kamu pernah lihat aku marah?"

Naya meringis. Ia menggeleng.

Rendra mendengus geli. "Mau tanya apa?"

"Hm, itu... untuk daftar undangan, Kak Rendra sudah tahu mau undang siapa aja?"

Terlihat sedikit kerutan di dahi Rendra. Tangannya bergerak mengusap dagu. Rendra berpikir.

"Teman sekolah, teman kuliah, beberapa orang rumah sakit yang aku kenal dekat, sama paling rekan kerja Papa. Sisanya keluarga besar, kalau itu sih wajib," jawab Rendra. Cowok itu menoleh. "Ada apa?"

"Sama dong," Naya terkekeh gugup. "Aku... boleh undang mantan?"

Raut wajah Rendra jadi datar. "Kak Julian?"

Naya mengangguk. "Sama Kak Jeno. Dia bukan mantan pacar sih, tapi mantan crush."

"Gimana, Kak?" tanya Naya takut-takut ketika tidak kunjung mendapat jawaban dari Rendra.

"Kamu undang mereka sebagai mantan?"

Naya gelagapan. Ia bingung memilih kata yang tepat. "Bukan gitu, Kak. Maksudnya... ya sebagai kenalan gitu."

Rendra diam lagi. Dia hanya memandangi wajah Naya.

"Tapi, kalau Kak Rendra nggak suka, aku nggak ngundang kok. Aku nggak mau ada sesuatu di hubungan kita."

"Aku percaya sama kamu," jawab Rendra pada akhirnya. "Selama kamu cuma sayang aku, aku nggak masalah kamu mau undang mereka."

"Sebagai seorang kenalan," sambung Rendra cepat.

Naya mengangguk. Senyumnya mengembang. "Iya Kak Rendra, sebagai kenalan."

Perlahan senyum Rendra kembali tercipta. Tangannya menepuk puncak kepala Naya. "Lagian, mereka kan temen aku juga."

Naya berseru senang. Dia menjulurkan tangannya, berniat memeluk tubuh Rendra. Namun cowok itu bergerak cepat untuk mencegah. Nggak tanggung-tanggung, Rendra menahan kepala Naya dengan kuat agar tidak mendekat. Naya sampai mendongak dibuatnya. Sungguh adegan komikal.

"Belum nikah, Naya."

"Kan bentar lagi nikah," rengek Naya.

Rendra menggeleng tegas. "Masih calon. Perbandingannya 50:50."

Naya menurunkan tangan. "Maksudnya masih ada chance kita nggak jadi nikah, gitu?"

Rendra mengangguk. "Cuma ada dua pilihan, Naya. Iya dan tidak. Fifty-fifty."

"Kok aku jadi pesimis," keluh Naya. Ia menundukkan kepalanya.

Rendra menghela napas. Tangan cowok itu bergerak membawa kepala Naya untuk bersandar di bahunya.

"Gini dulu aja," ucap Rendra.

Naya masih diam. Kepalanya bersandar canggung.

Rendra menepuk-nepuk puncak kepala Naya. "Tunggu bentar lagi ya. I'll make you mine one hundred percent."

Naya masih tak bersuara. Diam-diam dia tersenyum. Gadis itu memejamkan mata dan membenahi letak kepalanya di bahu Rendra.

---

Rendra waktu digombalin Naya

Naya: aku lagi mengagumi ciptaan Tuhan, Kak

Rendra: *Shy*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro