Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

but after we fuck it's over, walked out the door that's closure 🔞

[ Hongjoong X Seonghwa ]

🎧 song recommendation for this chapter :
G-Eazy, Christoph Andersson - Tumblr Girls

Seonghwa hampir berteriak ketika Hongjoong menghentak liangnya sebanyak dua kali, memberi getaran yang membuat tubuh Seonghwa spontan terasa nikmat. Ia membenamkan bibir di pundak Hongjoong, sedikit memberi gigitan yang Seonghwa tahu akan berbekas tapi ia tidak peduli, begitu juga dengan Hongjoong yang tanpa Seonghwa sadari sudah merubah posisi keduanya menjadi duduk. Kapan lelaki itu mengangkat tubuh Seonghwa?

"Aku ingin melihat wajahmu lebih jelas." Kata Hongjoong sambil memegangi kedua sisi pinggang Seonghwa. "Aku ingin mengingatnya dalam tidurku."

Seonghwa mendesah, punggung dan pahanya sakit tapi semua akan ia lakukan demi mengejar kenikmatan. Hongjoong membantunya bergerak naik turun, ia menatap Seonghwa tanpa berkedip dan senyum licik.

"Hongjoong—ngghhh.. aku ingin keluar.."

"Don't."

Seonghwa merengek, peluh membasahi dahi dan wajah, seks kali ini terlalu panas dan ia ingin cepat-cepat menyudahi.

"Hongjoong..."

Lelaki itu mengangguk dan Seonghwa mencapai klimaks detik itu juga. Ia berhenti tetapi Hongjoong tidak.

"My turn." Bisik Hongjoong. Tangan kirinya mencengkram pinggang Seonghwa erat sementara tangan kanannya membingkai pipi sang submisif lalu menyatukan bibir keduanya. Ciuman berantakan yang diikuti dengan pelepasan. Hongjoong menghela napas lega.

Pandangan Seonghwa memburam. Lelah dan senang melebur jadi satu. Sebelum tubuhnya ambruk Hongjoong telah lebih dulu merebahkan Seonghwa di kasur dengan banyak bantal di sekelilingnya. Mereka beradu pandang, Seonghwa dengan napas terengahnya dan Hongjoong dengan mata elangnya.

"Kau belum makan apapun malam ini." Ucap Hongjoong yang Seonghwa balas dengan anggukan.

"Aku minum jus buah naga."

"Itu bukan makanan." Telunjuk Hongjoong menyingkap poni di dahi Seonghwa.

Mereka selalu seperti ini, random talk sehabis berhubungan badan. Lebih sering dengan posisi menyamping dan berhadapan, tetapi malam ini dengan posisi penis Hongjoong masih berada di dalam lubang Seonghwa. Tidak ada dari antara mereka yang ingin melepas keterikatan itu.

"Aku akan memanggil room service dan memesan soup dumpling dengan smoothie bowl sebagai pencuci mulut."

"Boleh tambah satu hot matcha latte?"

"Matcha mengandung kafein, nanti ujung-ujungnya kau tidak bisa tidur, Seonghwa."

"Kumohon?"

Hongjoong menghela napas. "Baiklah."

Butuh empat menit sampai akhirnya Seonghwa rela melepas Hongjoong dan membiarkan lelaki itu pergi ke kamar mandi untuk mengambil handuk. Sehabis berhubungan seks, Hongjoong selalu membersihkan tubuh Seonghwa dengan handuk basah hangat yang sudah ia tuang beberapa tetes essential oil beraroma peppermint. Sesekali Hongjoong juga memijat punggung dan paha Seonghwa, kemudian tubuh Seonghwa akan diangkat ke kamar mandi di mana bathub berisi air hangat dan larutan bath bomb siap menenangkan fisiknya yang lelah. Hongjoong juga turut masuk ke dalam dan keduanya akan berendam dengan tenang, hal ini dapat terjadi jika Hongjoong sudah tak lagi bernapsu karena terkadang ia kembali menyetubuhi Seonghwa di dalam bathub.

Perlakuan spesial dari Hongjoong tidak serta merta karena ia mencintai Seonghwa. Hongjoong melakukannya karena ia membutuhkan tubuh Seonghwa dan sebagai balas budi maka Hongjoong bersikap peduli. Hal yang sama Seonghwa lakukan karena ia menginginkan seks bergairah yang hanya dapat ditemukannya bersama Hongjoong. Jadi Seonghwa tidak terbawa perasaan akan segala ucap dan tindakan manis dari Hongjoong. Mereka hanya dua orang asing yang saling membutuhkan di atas ranjang, lebih dari itu mereka bukan siapa-siapa, bukanlah apa-apa.

Namun keduanya saling menikmati hubungan yang dirasa menguntungkan ini. Dan ketika Hongjoong mengusap lembut paha Seonghwa dengan handuk hangat diikuti senyum manisnya, Seonghwa turut menyunggingkan senyum. Waktu masih panjang dan Seonghwa masih menjadi milik Hongjoong untuk sisa malam yang ada, karena ketika matahari terbit dan menampakkan sinarnya, Seonghwa akan terbangun sendirian di atas ranjang dengan sepiring sarapan di nakas tanpa sepatah kata atau salam tertinggal. Karena ketika pagi tiba, Hongjoong dan Seonghwa, mereka bukan siapa-siapa, bukanlah apa-apa.

*****

Seonghwa baru selesai menyantap semangkuk chili oil noodle dan hendak mencuci piring ketika ponselnya berbunyi di atas meja makan. Ini baru pukul delapan malam dan sudah pasti bukan dari Hongjoong karena lelaki itu terbiasa menghubungi Seonghwa agak larut. Benar saja, yang meneleponnya adalah sebaris nomor yang tak Seonghwa kenal. Meski ragu, Seonghwa tetap menjawabnya.

"Halo?"

"Halo, apa benar ini Park Seonghwa?"

"Benar, ini siapa?"

Sempat hening beberapa detik sampai lawan bicaranya menyahut.

"Ini Yujun."

Seonghwa mengernyitkan dahi, ia tak pernah kenal seseorang bernama Yujun. Ketika Seonghwa hendak bertanya, lelaki di ujung sana sudah lebih dulu melanjutkan bicara dan membuat Seonghwa bungkam seketika. Memang benar bukan Hongjoong yang menelepon Seonghwa, melainkan anak laki-lakinya.

*****

Rumah Hongjoong didominasi warna putih dan abu-abu. Seonghwa tidak pernah kemari karena mereka selalu melakukan seks di hotel yang sudah dibooking Hongjoong dan sekarang Seonghwa paham kenapa Hongjoong tidak pernah mau mengajak Seonghwa ke kediamannya. Ya, karena lelaki itu punya anak. Setelah Yujun mengekspos bahwa ia anak laki-laki Hongjoong, Yujun mengirim alamat agar Seonghwa datang dan bagai orang bodoh Seonghwa menurut.

"Kenapa kau tidak menelepon ayahmu?"

Yujun duduk di seberang Seonghwa di atas sofa ruang tamu, terbentang jarak yang cukup jauh di antara mereka.

"Ayah tidak bisa dihubungi."

"Jadi kau meneleponku?"

Yujun mengangguk. "Aku pernah membuka ponsel Ayah beberapa kali dan namamu selalu berada di panggilan teratas, aku pikir kau adalah teman dekat Ayah yang bisa diandalkan jadi aku mencatat nomormu jaga-jaga jika aku dalam bahaya."

Tawa Seonghwa hampir menyembur. "Kau sedang tidak dalam bahaya."

"Tapi Ayah tidak bisa dihubungi."

"Mungkin saja Ayahmu sedang lembur di kantor atau sedang makan malam dengan rekan kerjanya."

"Ayah pasti memberitahu kalau ia akan pulang larut malam atau tidak pulang sama sekali. Tapi hari ini Ayah tidak bilang apa-apa."

Seonghwa menatap Yujun lamat-lamat. Anak itu tidak lebih dari seorang bocah. Usianya mungkin sekitar 14 tahun. Yujun memakai piyama merah bermotif mobil balap, kakinya menekuk dan tangannya gemetar. Wajahnya mirip Hongjoong sebagian dan sisanya seperti orang lain. Bibirnya pucat, bulir-bulir keringat menetes di pipinya. Ada yang tidak beres.

"Yujun, kau sudah makan?" Seonghwa beringsut mendekatinya lalu menempelkan telapak tangan pada dahi bocah itu. "Astaga, kau demam."

"Aku hanya ingin Ayah pulang."

Hati Seonghwa terenyuh seketika. "Ayahmu akan pulang. Sekarang kau harus makan malam lalu minum obat, oke?"

Seonghwa menggendongnya dan merasakan betapa mungil Yujun di dekapannya. Ia tidak lebih dari seorang bocah yang menggantungkan kepercayaan pada pria asing bernama Park Seonghwa. Yujun tidak tahu apa-apa tentang dunia.

*****

Jantung Hongjoong serasa hampir jatuh ke lantai saat mendapati Seonghwa berada di dalam rumahnya. Mereka berpandangan selama satu menit hingga Seonghwa berinisiatif bicara.

"Percayalah, aku bukan penguntit. Aku bisa menjelaskannya padamu."

Hongjoong mengangguk. Mereka duduk saling memandang di atas sofa.

"Yujun yang meneleponku. Dia bilang kau tidak bisa dihubungi dan Yujun memiliki nomorku karena ia kerap membuka ponselmu secara diam-diam, Yujun melihat namaku selalu berada di panggilan teratas dan ia mencatat nomorku karena ia pikir aku temanmu."

"Kau memang temanku, teman dengan keuntungan."

Seonghwa memutar bola mata. "Ya begitulah."

"Jadi, Yujun menggunakanmu sebagai kontak darurat?"

"Sepertinya begitu. Dia demam, Hongjoong. Dan kau tidak bisa dihubungi."

"Ponselku kehabisan daya." Hongjoong mengaku.

"Aku memasak bubur dan memberinya penurun panas. Yujun tidak mau ditinggal jadi aku menungguinya sampai tertidur." Ucap Seonghwa. "Melihatnya tidur dengan pulas mengingatkanku padamu."

Hongjoong mendongak, "Seonghwa.."

"Tidak apa-apa. Kita sudah berkomitmen untuk tidak mengusik kehidupan satu sama lain tetapi aku tidak tega menolak permintaan memelas Yujun agar aku datang kemari. Aku akan pergi jika kau ingin."

Keduanya hampir tidak tahu apa-apa tentang hidup masing-masing karena mereka pikir hubungan ini hanya berlaku di ranjang, selebihnya tidak penting.

Hongjoong menggigit bibir, seakan ragu untuk bercerita. "Yujun tidak pernah punya orang tua yang sempurna. Mantan istriku selingkuh ketika Yujun berumur 6 tahun dan aku menceraikannya. Sejak saat itu aku mengurus Yujun sendirian. Ia kerap merengek ingin bertemu dengan ibunya tapi aku tidak mengizinkan. Aku tahu itu sulit untuknya tapi itu juga sulit untukku."

Seonghwa mendengarkan, tanpa sadar tubuhnya sudah menempel pada Hongjoong untuk memberi kenyamanan.

"Tapi seiring Yujun tumbuh besar, ia tidak pernah membahas ibunya lagi. Mungkin akhirnya ia paham kalau ibunya meninggalkan bekas luka untuk ayahnya. Yujun tumbuh menjadi anak yang pintar dan baik, tapi aku terlalu sibuk untuk menyadari hal itu." Hongjoong menghela napas. "Sekarang kau sudah tahu secara garis besarnya."

Seonghwa menganggukkan kepala. "Aku turut prihatin."

"Bagaimana denganmu? Kau menikah?"

"Tidak pernah terpikir tentang hal itu."

"Kenapa?"

"Pernikahan itu menakutkan. Mungkin aku juga takut akan berakhir seperti dirimu." Seonghwa menyadari ia salah bicara. "Maaf aku tidak bermaksud—"

"Tak apa. Begitulah kenyataannya."

Hongjoong membiarkan tubuh mereka saling menempel dan harus rela melepas Seonghwa ketika pria itu pamit untuk pulang. Hongjoong menawarkan diri untuk mengantar tapi Seonghwa bilang ia membawa mobil dan bisa pulang sendiri.

"Terima kasih karena sudah hadir untuk Yujun."

"Kembali kasih, Hongjoong."

Mereka berdiri di ambang pintu dengan tangan Hongjoong bertautan dengan Seonghwa.

"Hubungan kita akan tetap sama meskipun aku sudah punya anak kan?"

Seonghwa terkekeh. "Aku butuh seks denganmu. Ada atau tak adanya Yujun tidak merubah apa pun di antara kita."

"Glad to hear that."

Malam masih panjang dan Hongjoong masih menjadi milik Seonghwa. Jadi Seonghwa memilih untuk melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Hongjoong. Mereka sering berpelukan di ranjang dan di bathub sehabis berhubungan seks, tetapi kali ini berbeda. Jenis pelukan yang Hongjoong butuhkan, jenis pelukan yang menguatkan.

"Aku tidak tahu seberapa berat beban dan rasa sakit yang kau tanggung seorang diri. Yujun mungkin tidak punya ibu tetapi kau merupakan orang tua yang hebat untuknya. Terima kasih karena tetap bertahan untuk anak laki-lakimu, Hongjoong."

Seonghwa bisa merasakan Hongjoong menahan tangis, terdengar dari napasnya yang tercekat namun lelaki itu gengsi untuk melakukannya. Jadi ia merengkuh balik tubuh Seonghwa, sedikit terlalu erat. Hongjoong membutuhkannya.

"Jangan lakukan ini, Seonghwa."

"Kenapa?"

"Karena mungkin aku akan jatuh cinta padamu."

"Itu bagus, dan mungkin aku bisa menjadi sosok orang tua untuk Yujun."

Mereka tertawa, Hongjoong melepas pelukannya dan membingkai wajah Seonghwa dengan jari jemarinya. "Aku akan selalu mengingat wajahmu dalam tidurku."

Seonghwa tersenyum. "Akan kulakukan hal yang sama."

"Selamat malam, Seonghwa."

"Selamat malam, Hongjoong."

*****

A/N :
Siapa yang comeback setelah empat bulan 😎😅 Pas baca lirik lagu Tumblr Girls aku langsung kepikiran Seonghwa dan akhirnya jadilah oneshot ini 😀

Terima kasih buat yang udah baca 🩷

-yeosha

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro