9. Kesabaran Yang Diuji
Sabar memang tak ada batas.
Tapi perlu diingat, bahwa manusia juga punya titik lelah dan titik jenuh. Dimana sabar tak bisa lagi mengambil alih.
************
Sore ini kediaman keluarga Adit tampak sepi, hanya ada Kayla dan Jovan. Karena Yani izin pulang ke Bogor untuk menengok Ibunya yang sakit. Kayla memilih berdiam diri di rumah. Setelah acara beres-beresnya selesai, ia menidurkan Jovan, balita itu tampak nyaman berada di dekapan Kayla. Tidurnya bahkan tak terusik sama sekali.
Kayla memilih tak menyewa pekerja rumah tangga karena memang ingin belajar mengurus semua sendiri, lagi pula ada Yani. Begitu pikirnya saat Adit menawarkan untuk menyewa jasa ART. Dering ponsel terdengar membuat wanita itu terpaksa bangkit. Tertera nama Delilah di layar, ia tersenyum lebar, dan buru-buru mengangkat panggilan itu.
"Assalamualaikum, De."
"Waalaikumsalam, Kayla! Bagaimane kabar? Kenapa kau tak balik-balik lagi ke sini?" tanya Delilah dengan aksen melayunya.
"Ah! Maafkan aku, De, sepertinya aku harus memberi tahu mu, aku resign dari perusahaan."
"Ck, bagaimana boleh awak katakan di sini di Indonesia, barang-barang Anda masih ada di sini. Anda tidak tahu? Pembahagian Creative Director dibuang tanpa Anda, Jadi mengapa Anda keluar? Di mana Ponsel Anda tidak dapat dicapai."
(Ck, bagaimana bisa? Kau bilang hanya sebentar di Indonesia? barang-barangmu bahkan masih ada disini. Kau tahu tidak? Bagian Creative Director kebingungan tanpa kau. Jadi? Kenapa kau keluar? Mana Ponsalmu tak bisa dihubungi)
"Aku sudah menikah, De, jadi aku tak bisa kembali ke Malaysia. Mengenai barang-barang ku, besok akan ku minta orang mengambilnya."
"Haaaah! Anda sudah berkahwin? dengan teman lelaki kacak kau? Kenapa awak tak beritahu saya. Jahat kali kau ni."
(Haaah!? Kau menikah? Dengan pacarmu yang tampan itu kah? Kenapa tak memberitahuku? Jahat sekali kau ini)
Yang dimaksud Delilah pasti Dimas. Sahabatnya satu ini, tinggal satu apartemen bersamanya ketika di Malaysia. Jadi sudah pasti dia tahu semua tentang Dimas. Kayla tersenyum kecut mendengar Delilah mengira seperti itu.
"Ah, bagaimana kabarmu, De?" Kayla memilih mengalihkan topik, agar Delilah tak membahas soal pernikahannya, dan Dimas.
"Saya baik, jadi bagaimana? Anda pasti tidak akan kembali ke sini?"
"Sepertinya iya, maafkan aku. Insya Allah lain waktu aku ke Malaysia lagi. untuk menengokmu."
"Oh, okey, saya menunggu ketibaan Anda, ah ... ada salam dari Ahmad dan rakan-rakan lain, saya tutup dulu ya, ingin mesyuarat. Assalamualaikum."
(Oh, okay, aku tunggu kedatanganmu, ah... ada salam dari Ahmad dan juga kawan-kawan yang lain, aku tutup dulu ya, mau ada rapat).
"Wa'alaikumsalam." Setelah itu sambungan terputus.
Kayla menghembuskan napas berat. Setiap mendengar nama Dimas disebut hatinya selalu sakit. Bagaimana keadaan laki-laki itu sekarang? Apa dia makan dengan benar? Apa dia tidur teratur? Pikiran-pikiran itu lah yang selalu menghantui Kayla. Stop it, Kay! Kamu harus sadar. Sekarang kamu sudah menjadi istri Adit, kamu akan berdosa jika terus memikirkan laki-laki lain. Batin Kayla memperingatkan.
Wanita itu memutuskan membuatkan makan untuk Jovan. berhubung anaknya masih terlelap, akhirnya ia meninggalkan Jovan sebentar, lalu beranjak ke dapur. Kayla tengah berkutat dengan kegiatannya ketika samar-samar ia mendengar tangisan Jovan. Buru-buru ia berlari menuju ke kamar anaknya.
"Sayang! Kamu ba-" kata-katanya terhenti saat melihat Umi sedang mencoba menenangkan Jovan yang terus menangis. Wanita itu berjalan menghampiri mereka, takut terjadi sesuatu dengan anaknya.
"Hah ... syukur lah," gumam Kayla sambil mengelus dada.
Tapi hal selanjutnya yang terjadi sungguh di luar dugaan. Umi menatap tajam pada Kayla sambil menggendong Jovan. Lalu mengeluarkan kata-kata yang membuat wanita itu terdiam sambil menahan rasa perih di hatinya.
"Kamu ini ibu macam Apa?! Teganya kamu tinggalkan Jovan sendiri." Kayla berjangkit kaget mendengar makian Umi. Ia baru hendak menjawab, tapi mertusnya sudah lebih dulu melanjutkan bicara.
"Jovan memang bukan anakmu, tapi seharusnya kamu tahu, kamu ada di sini karena alasan itu! Kamu hanya seorang ibu pengganti. Tapi kenapa kamu biarkan Jovan menangis sampai seperti ini tanpa mengurusnya!" bentak Umi.
"Mi ... Kay nggak-"
"Sudah lah! Lain kali jangan meninggalkan dia sendirian tanpa pengawasan, kalau dia tiba-tiba jatuh, apa kamu mau tanggung jawab!"
Mendengar perkataan itu, Kayla memejamkan mata, dia berusaha menghalau rasa sakit karena kata-kata Umi. Wanita itu menghembuskan napas berat. Apa sebegitu jahatnya aku dimata Umi? Aku bahkan menyayangi Jovan seperti anakku sendiri. Aku rela mengorbankan karierku demi dia. Tapi tega-teganya Umi mengatakan itu. Batin Kayla.
Mali ini Kayla merasa tak bisa diam begitu saja, ia harus bicara secara langsung pada mertuanya. Selama ini ia berusaha bersabar karena tak mau mengeluarkan kata-kata yang akan menyakiti wanita di depannya.
Tapi perlu diingat, bahwa manusia juga punya titik lelah, dan titik jenuh. Dimana sabar tak bisa lagi mengambil alih, dan sekarang Kayla sedang merasakan hal itu. Jujur, ia lelah sekali, dan benar-benar ingin menyerah. Jika semuanya masih tetap seperti ini ia tak yakin akan bisa bertahan. Dirinya hanya wanita biasa. Pun memiliki perasaan sensitif dan hati yang mudah patah.
"Kenapa Umi begitu sinis pada Kayla? Apa Umi pernah berpikir? Sikap sinis Umi selalu membuat Kayla sedih. Kay memang bukan menantu impian Umi, karena Kay tak bisa jadi seperti Nazwa. Tapi Kay selalu berusaha untuk jadi istri, dan menantu yang baik. Tak bisakah Umi atau Mas Adit menghargai usaha, Kay?"
Setelah mengatakan itu, Kayla langsung beranjak pergi meninggalkan Umi. Yang tidak mereka ketahui adalah, Adit ternyata mendengarkan semua perdebatan mereka dari ambang pintu.
Hari ini laki-laki itu memutuskan pulang lebih cepat untuk mengajak Jovan dan Kayla jalan-jalan. Pasalnya selama mereka menikah, ia tak pernah memiliki waktu untuk keluarga kecilnya. Namun, rencananya harus gagal karena yang sekarang terjadi sungguh di luar dugaan.
Adit melihat Kayla hanya diam, dan menghembuskan napas berat. Ia tahu sekali, wanita itu sudah berada dalam ambang batas kesabarannya. Dadanya bergemuruh hebat, merasakan sakit yang tak kasat mata ketika mendengar semua ucapan wanita itu. Betapa berdosanya dia telah menyakiti Kayla begitu dalam. Laki-laki itu memutuskan menyusul istrinya ke kamar.
Adit hanya diam di depan pintu, mengamati Kayla yang duduk di tepi ranjang, istrinya terlihat menundukkan kepala dalam-dalam. Hingga terdengar isakkan kecil wanita itu. Entah kenapa melihat Kayla menangis, Adit merasakan sakit. Kali ini ia sadar, jika ia telah gagal menjadi seorang suami yang baik.
Laki-laki itu memutuskan melangkah mendekati Kayla. Sementara di tempatnya, Kayla tak menyadari ada Adit yang mengawasi. Wanita itu terlalu larut memikirkan keadaan ini. Ia sama sekali tak mengerti kenapa mereka selalu menghakiminya sesuka mereka, tanpa mau tahu bagaimana perasaannya. Apa hanya karena ia tak memakai baju syar'i seperti mereka? Tidakkah mereka berpikir? Jika yang ia butuhkan sekarang hanya kemantapan hati. Bukan dihakimi. Kayla buru-buru menyeka air matanya, ketika suara bariton Adit terdengar.
"Nggak seharusnya kamu bicara seperti itu di depan Umi." Adit berbicara dengan nada pelan.
Tapi tetap saja Kayla merasa Adit ikut memojokkannya.
"Kalau Mas Adit kesini hanya ingin menyalahkan Kayla, mending Mas pergi! Kay sedang malas berdebat."
Mendengar jawaban sinis wanita itu, Adit tersenyum tipis. Ya ... Kayla tetaplah Kayla. Dia tak akan pernah memperlihatkan kesedihannya di depan orang lain. Padahal Adit tahu sekali, di balik sikap kuat itu istrinya terluka, dan hal inilah yang paling Adit takutkan.
"Maafkan kata-kata Umi yang keterlaluan. Dia begitu karena menghawatirkan Jovan."
Mendengar Adit bicara dengan nada lembut disertai permintaan maaf, Kayla mendongak memastikan yang bicara adalah suaminya. Kayla terdiam saat melihat tatapan mata hitam Adit memancarkan ketulusan.
"Bukannya sudah biasa aku diperlakukan seperti itu? Aku bahkan nggak pernah mengeluh sekali pun Mas bersikap tak acuh padaku," sindir Kayla.
Adit tersenyum kecut. Ya ... Kayla benar, ia lah yang salah di sini. Tak seharusnya ia bersikap tak acuh pada wanita di depannya. Bagaimana pun juga, sekarang wanita ini adalah istrinya, tanggung jawabnya dunia akhirat. Bagaimana bisa ia melupakan fakta itu.
Perlahan Adit mendekati Kayla dan duduk tepat di samping sang istri. Ditariknya wanita itu ke dalam pelukan. Mungkin sudah saatnya ia melupakan rasa bersalahnya pada Nazwa, dan begini lah seharusnya cara dia memperlakukan Kayla.
Kayla yang sudah terlalu lelah hanya diam dan menunggu Adit mengucapkan sesuatu.
"Maaf ... nggak seharusnya aku bersikap tak acuh padamu. Mulai hari ini aku akan berusaha menganggapmu ada, dan bersikap selayaknya suami yang baik. Maafkan aku."
Mendengar kata-kata tulus Adit, Kayla terisak. Ada perasaan lega dan bahagia dalam hatinya. Karena sekarang Adit telah menerima ia jadi bagian hidupnya. Semoga setelah ini, semua akan jauh lebih baik. batin Kayla berdoa.
**********
Mohon tinggalkan jejak! Wahai pembaca yang baik biar saya semangat lanjut.
Buat yang mau baca kisah Jovan dan Aisyah fersi dewasa kalian bisa download app bestory ya. Cari judul Takdir Cinta Aisyah (Love Me Again) Udah mulai aku updet di sana. Jangan lupa langganan dengan subscribe dan kasih rating biar aku semangat terus!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro