8. Wanita dan Hijab
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
(Al-Ahzab:59)
***************
Kayla mematut diri di depan cermin. Ia menatap wajahnya yang kini telah berbalut hijab berwarna peach. Ada rasa berdebar saat ia mengenakannya. Wanita di depan sana lebih cantik dari dirinya yang biasa ia lihat. Lebih terasa terlindungi dan terasa aman. Tapi di satu sisi Kayla belum merasa pantas sementara akhlaknya masih jauh dari kata sempurna. Tiba-tiba dari luar kamar terdengar panggilan Adit, menyuruhnya untuk cepat turun.
Laki-laki itu mengetuk pintu kamar dengan keras dibarengi suara teriakan.
"Kay, Cepat! Umi sudah lama menunggu!"
"Ya! Sebentar!"
Ini pertama kalinya Kayla mengenakan hijab setelah sekian lama, wajar saja jika lama, kan? Tapi orang dibalik pintu sangat tidak sebaran. Adit bahkan berkali-kali mengetok pintu cukup keras sehingga Kayla jadi tergesa-gesa.
Wanita itu memastikan sekali lagi kalau baju yang ia kenakan memang cocok. Rok plisket berwarna peach dipadukan dengan atasan berwarna toska, berbahan rajut tipis yang nyaman.
"Lumayan, walau tak tampak seperti Nazwa," gumamnya.
Yak berapa lama terdengar lagi teriakan Adit.
"Ya, Sebentar!" Kayla membuka pintu. Kemunculannya di luar dugaan Adit.
"Lama se-" Adit terpaku begitu sosok istrinya dalam balutan hijab tiba-tiba keluar. Laki-laki itu menatap Kayla tanpa kedip dari atas ke bawah.
Merasa tingkah Adit aneh, Kayla mulai salah tingkah sendiri. Apa penampilanku terlihat aneh, hingga dia melihatku sampai seperti itu? Batinnya.
"Apa ada yang aneh dengan penampilanku?" Kayla menyuarakan isi pikirannya sambil menjentikkan jari. Tindakan itu membuat Adit terkesiap kaget.
"Ah ... i-iya!" Adit menjawab tanpa sadar, sebab ia masih terpesona dengan penampilan baru Kayla. Agaknya laki-laki itu tak menduga istrinya bisa secantik itu saat berhijab.
Mendengar jawaban Adit, Kayla mengernyitkan dahi. Sudah sejam lebih ia berdandan dan Adit masih bilang ia aneh. Benar-benar suami nggak peka. Batin Kayla.
Adit terlihat gugup, lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena merasa salah bicara.
"Ah ... ma-maksudku, Umi menunggu kita. Ayo cepat!" Setelah mengatakan itu Adit pergi mendahului Kayla dengan langkah lebar.
"Dasar dia itu!" gerutu Kayla sambil menatap suaminya dari belakang lalu menyusul Adit ke bawah.
Abi dan Umi sudah menunggu dengan Jovan di gendongannya. "Abi ... Umi." Kayla mencium punggung tangan mertuanya. Abi bahkan tampak terpukau melihat sang menantu mengenakan hijab, sementara Umi hanya menatapnya tanpa minat.
"Wah, menantu Abi semakin cantik, kan, Dit, setelah berhijab? Kamu sampai nggak berkedip dari tadi," celetuk Abi tiba-tiba, sambil menepuk bahu putranya.
Perkataan Abi membuat Adit terbatuk, sementara wajah Kayla memerah karena malu.
"Yaaah, setidaknya itu lebih baik. Dari pada dia memakai pakaian kekurangan bahan seperti tempo hari. Walau masih jauh jika akan dibandingkan dengan Nazwa," Umi bicara sambil menatap Kayla sinis.
Mendengar itu Kayla menyunggingkan senyum kecut. Nazwa lagi? Tak bisakah mereka berhenti membandingkan aku dengannya? batin Kayla.
Dua orang laki-laki di depan wanita itu hanya terdiam sambil menatap Kayla dengan pandangan iba.
Adit yang merasa suasana memanas memutuskan membuka suara. "Lebih baik kita berangkat dari pada telat. Hari ini ada Ustaz Fredrik, kan? Yang mengisi ceramah. Biasanya beliau datang on time."
Adit sengaja mengalihkan topik agar ibunya tak terus menerus memojokkan Kayla. Tiba-tiba laki-laki itu menarik tangan istrinya, dan menggenggamnya erat-erat.
Mendapat perlakuan tak terduga itu, jantung Kayla berdetak dengan cepat. Baru kali ini setelah sekian lama dia bisa merasakan sentuhan Adit. Hari ini sikap suaminya sedikit aneh, tak biasanya Adit bersikap semanis itu. Pikir Kayla.
Adit bahkan membukakan pintu mobil agar ia duduk di jok depan, tepat di sampingnya. Selama perjalanan laki-laki itu terus saja melirik ke arah Kayla. Mungkin ingin memastikan istrinya baik-baik saja setelah ucapan sinis yang ia dapatkan. Tapi Mana mungkin Mas Adit khawatir padamu, Kay, sadarlah! Batin Kayla mengingatkan. Wanita itu berusaha tak berharap lebih karena tak ingin kecewa.
"Kay, kamu dulu ambil jurusan apa saat kuliah?" Abi memecah keheningan di mobil.
"Kay mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual, Bi." Kayla menjawab sambil memutar kepala menatap mertuanya.
"Oh ... katanya kamu dapat beasiswa pertukaran pelajar di Malaysia?"
"Iya, Bi, kebetulan waktu itu ada program dari kampus buat beasiswa, akhirnya Kay ambil. Setelah lulus pun, Kay lebih memilih kerja di sana. Disalah-satu televisi swasta."
"Waah ... kamu pintar dong berarti. Umi juga dulu mengambil jurusan Desain komunikasi. kapan-kapan kamu bisa dong ya bantu Adit di kantor. Untuk mengurus masalah humas," Abi berkata sambil melirik Umi yang dari tadi terlihat tak minat mengobrol.
"Mau sepintar apa pun wanita, tetap tugas utamanya adalah di rumah. Bukan malah kerja." Kata-kata Umi sedikit banyak menyindir Kayla, Wanita itu tersenyum kecut untuk ke sekian kalinya.
"Umi, bisa tidak kalau bicara jangan sinis begitu pada Kayla," Abi menegur istrinya dengan nada lembut.
Mendengar teguran sang suami Umi anya memutar mata bosan. "Loh ... benar, kan, yang Umi bilang. Nggak ada yang salah kok."
Mengabaikan kata-kata Umi, Kayla lebih memilih menatap keluar jendela. Dari balik kaca spion, ia melihat Adit sesekali meliriknya. Laki-laki itu dan segala pemikirannya, terlalu sulit untuk ditebak.
Sekitar tiaga jam berkendara, mobil mulai memasuki kawasan Bogor, lalu berhenti di sebuah bangunan pesantren. Kedatangan mereka disambut oleh beberapa santri, lalu diantar ke aula tempat pengajian berlangsung. Kayla dan Umi duduk di saf perempuan, sementara Abi dan Adit di saf laki-laki.
"Jovan biar Kayla yang pangku, Mi." Kayla menawarkan diri saat mereka hendak duduk. Mertuanya hanya mengangguk kecil, lalu menyerahkan Jovan.
Selama pengajian berlangsung, Kayla merasa tertampar dengan isi tausiah yang disampaikan Ustaz Fredrik. Karena pembahasan kali ini mengenai Wanita dan Hijab.
"Siapa yang tahu apa itu Hijab?" tanya Ustaz Fredrik pada semua Jamaah. Ada bermacam-macam jawaban yang terlontar dari para jamaah. Lalu Ustaz Fredrik melanjutkan kata-katanya
"hijab umumnya diartikan sebagai penutup. Tapi, apakah semua penutup itu bisa digolongkan dalam Hijab? Tidak. Nah, agar tidak keliru mari kita bahas bersama tentang hal ini,"
"tentu para jamaah di sini tahu, kan? apa hukum menutup aurat atau berhijab bagi setiap Muslimah? Apa ada yang belum tahu?" Lagi, Ustaz Fredrik bertanya pada jamaah, dan jawaban yang terlontar berbeda-beda
"Ya, hukumnya adalah WAJIB!" Ustaz Fredrik menekankan kata Wajib - "seperti yang sudah dijelaskan dalam surat Al-Ahzab ayat 59. Yang artinya adalah,"
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
"Yang kedua, surat An-Nur ayat 31: yang artinya."
Dan hendak lah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan jangan lah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka."
"melalui kedua ayat tersebut, Allah memerintahkan kepada setiap Muslimah untuk menutup aurat, dan jelas sekali hukumnya adalah wajib. Berhijab sendiri bukan hanya sekedar penutup kepala, tetapi pakaian yang menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan. Ada aturan dalam berhijab, yaitu pakaian yang sesuai syariat Islam atau yang sering disebut syar'i,"
"Namun, banyak sekali wanita-wanita Muslimah jaman sekarang yang masih belum menutup aurat. Bahkan, tidak sedikit yang... maaf nih ...," Ustaz Fredrik memberi jeda pada kalimatnya, sebelum melanjutkan
"mengobral da*a sama pa*a. Padahal, da*a sama pa*a ayam saja masih ada harganya. Lah ini, Astagfirullah."
Semua jamaah tertawa mendengar ucapan beliau, termasuk Kayla.
"Dengar tuh! Menutup aurat itu hukumnya wajib, apalagi untuk wanita yang sudah bersuami." Umi berkata pada Kayla dengan nada menyindir. Sementara wanita itu hanya tersenyum kecil ke arah mertuanya.
"Jangan lagi beralasan saat diajak mengenakan Hijab. Biasanya kan ada tuh, yang beralasan begini, 'Ah percuma saja berhijab, tapi masih aja suka bergosip', menggunjing itu kan dosa, nggak berhijab juga dosa. Doble dong dosanya,"
"Terus ada lagi. 'Perbaiki akhlak dulu deh, baru berhijab' Ini alasan yang salah dan keliru, tidak ada dalil dan ayat yang menjelaskan hubungan antara hijab dan akhlak. Kalaupun ada, coba jelaskan di ayat mana dan surat apa? Justru dengan berhijab, insya Allah akhlak kita akan menyesuaikan lebih baik. Menghijabi diri akan menghijabi jiwa juga,"
"meskipun akhlaknya belum baik, setidaknya sudah memulai kebaikan dengan berhijab. Itu lebih mending dari pada terus-terusan berdosa,
"jadi ayo ... buat para wanita, ibu-ibu, dan gadis-gadis yang belum berhijab, cepat tutup aurat mu sebelum terlambat. karena umur tak ada yang tahu,"
"sepertinya cukup, hanya ini yang dapat saya sampaikan. Kurang dan lebihnya mohon maaf. Kepada Allah saya mohon magfirahnya. Semoga ceramah saya kali ini bermanfaat buat kita semua, amin. Wabilahitaufik walhidayah. Wassalamualaikum. "
Semua jamaah menjawab salam beliau, lalu satu persatu dari mereka mulai beranjak. Sementara keluarga Kahfi memilih menghampiri ustaz Fredrik.
"Ini istrimu, Dit?" tanya Ustaz Fredrik.
Kayla menyunggingkan senyum sopan ke arah laku-laki dengan wajah oriental itu.
"Ya, Ustaz," jawab Adit sopan.
"Kamu, Dit, jangan sungkan begitu. Panggil saja om, dan Selamat atas pernikahan kalian. Semoga selalu menjadi keluarga sakinah. Maaf Om nggak bisa datang kemarin."
Mereka semua mengamini ucapan Ustaz Fredrik dan mengangguk maklum.
"Ngomong-ngomong, Adiba bagaimana kabarnya, Om?" tanya Adit.
"Ah ... Adiba sedang melanjutkan study S2-nya di Al-Azhar, Kairo. Om dengar sih besok dia pulang libur semester."
"Waaah ... hebat yah, Adiba. Coba dulu kalian jad-"
"Umi!" Abi menghentikan ucapan Umi seolah ada hal yang tak boleh di ungkit-ungkit. Sementara Kayla hanya menatap bingung semua orang, sekaligus penasaran akan wanita bernama Adiba yang tadi dibicarakan mereka.
"Maafkan istriku ya, dia kalau bicara memang selalu asal," Abi berkata dengan nada tak enak hati.
"Ya ... Nggak masalah," jawab ustaz Fredrik sambil tersenyum memaklumi.
Setelah itu mereka berpamitan untuk pergi. Di dalam mobil Kayla lebih banyak diam dan mendengarkan Abi yang terus bercerita tentang dia dan Ustaz Fredrik yang ternyata adalah sahabat. Mereka sama-sama kuliah di Kairo. Ustaz Fredrik adalah seorang mualaf berdarah tionghoa. Sementara anaknya, Adiba, adalah sahabat kecil Adit. Mengetahui hal itu, semakin timbul pertanyaan dalam hati Kayla akan kedekatan suaminya dan Adiba.
***
Hai haiiii aku updet lagi. Tapi nggak tahu hasilnya bagus apa nggak. Yang penting updet.
Pembaca yang baik, Jangan lupa tinggalkan jejak yaaa! Jangan veit-velit. Aku nulis ini sambil ngantuk-ngantuk loh.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro