6. Debaran Di Dada
Sudah dua bulan Kayla menyandang status baru sebagai Nyonya Kahfi. Tapi hubungannya dan Adit seakan tanpa status. Laki-laki itu selalu bicara seperlunya pada Kayla. Itu pun mengenai Jovan. Hanya saat hari libur Adit ada di rumah, selebihnya sering dihabiskan di kantor. Pagi ini seperti biasa sebelum Adit bangun, dan keluar dari ruang kerja, wanita itu lebih dulu menyiapkan keperluan suaminya. Lalu ke kamar Jovan untuk mengecek keadaan bayi itu. Baru setelah itu, ia ingin mencoba menyiapkan sarapan, karena Bi Inah sudah kembali ke kediaman Umi. Wanita itu sengaja dikirim ibu mertuanya agar bisa membantu Nazwa saat dia hamil.
Pagi ini seperti biasa, Adit tertidur di ruang kerja. Tapi rupanya hari ini laki-laki itu bangun agak siang. Ia memutuskan beranjak dari ruang kerja menuju ke kamar. Saat sampai di sana baju-baju kerjanya sudah disiapkan dengan rapi oleh Kayla. Beberapa bulan bersama Kayla ia mulai hafal kebiasaan istrinya. Wanita itu tak pernah ada di kamar. Entah karena menghindarinya atau apa.
Adit bersyukur, karena untuk saat ini lebih baik begitu. Walau dalam hatinya merasa penasaran mengenai apa yang dilakukan wanita itu pagi-pagi buta di kamar Jovan. Setelah salat subuh, Adit merasa tenggorokannya kering, akhirnya ia memutuskan menuju ke dapur. Tapi di sana ia menemukan Kayla yang terlihat bingung dengan semua bahan-bahan makanan. Wanita itu terus menggigit kuku, tanda jika dia sedang bingung. Adit lupa hari ini Bi Inah sudah kembali ke rumah Umi.
Apa mungkin dia bermaksud membuat sarapan untukku? Batin Adit.
Adit tahu pasti bahwa Kayla sama sekali tak bisa memasak. Laki-laki itu terus mengamati istrinya, menimang-nimang apakah perlu mendekat atau membiarkannya. Belum selesai berpikir, kakinya sudah lebih dulu melangkah menghampiri.
"Ada apa?" tanya Adit spontan
Tindakannya membuat Kayla berjangkit kaget.
"Kay, sedang mencoba membuat nasi goreng. tapi Kay bingung harus bagaimana," jawab wanita di depannya dengan wajah kelewat polos, Kayla bahkan menggaruk rambutnya seperti orang bodoh.
Bisakah dia tak menampakkan wajah itu lagi di depanku? atau aku benar-benar akan khilaf. Hay! Jangan mengatai aku. Biar bagaimana pun aku ini laki-laki normal. Batin Adit frustasi.
Untuk pertama kalinya selama dua bulan mereka menikah, keduanya terlihat bicara sedekat itu. Entah mengapa Adit menyukai panggilan Kay yang wanita itu sebutkan untuk dirinya. Adit menepis pemikiran itu saat menyadari dia mulai tak fokus.
"Biar aku yang memasak." Entah setan dari mana yang menyuruh Adit untuk mengatakan itu.
Ayo lah! Dia ini seorang pemimpin perusahaan, sejak kapan berubah haluan jadi juru masak. Haah! Sudahlah, sekali ini saja. Ya, hanya kali ini. Dari pada nanti aku sakit perut karena memakan masakan Kayla. Begitu pikir Adit.
Akhirnya pagi itu, mereka berkutat dengan dapur. Lebih tepatnya Adit, karena Kayla hanya melihat suaminya memasak, dan sesekali membantu memotong bahan-bahan. Jangan tanya hasilnya seperti apa? Dapur di rumah mereka sudah mirip kapal pecah. Karena dari tadi wanita itu tak hentinya melakukan kesalahan. Bahkan memecahkan telur saja dia tak bisa, hingga malah mengenai wajahnya.
"Tolong, potong timun kecil-kecil dan taruh di piring!" Antara kasihan dan ingin tertawa karena melihatnya sudah tak karuan, akhirnya Adit memilih memberinya tugas paling mudah. Tapi tetap saja salah. Laki-laki itu hanya bisa menghembuskan napas berat dan menatap istrinya jengah.
"Bukan begitu cara memotongnya! Itu terlalu besar. Kamu ini, memotong timun saja nggak bisa!"
Mendengar Adit mengatakan itu, Kayla justru menggembungkan pipi sambil menatap Adit sebal. Jujur, Adit sangat terhibur melihat segala jenis ekspresi Kayla yang berubah-ubah, dan baru hari ini ia lihat. Meski dia benar-benar jengkel dengan wanita itu karena ulahnya.
"Seperti ini!” jawab Kayla dengan nada jengkel. Wanita itu terus mengerucutkan bibir, dan memotong timun dengan gerakan tak jelas.
Mengajari Kayla memasak sama saja seperti mengajari anak TK untuk mengerjakan soal Algoritme. Ya, sesulit itu, tentu saja karena dia bukan Nazwa yang biasa berkutat dengan dapur. Batin Adit membandingkan.
Laki-laki itu membiarkan saja apa yang istrinya lakukan. Hingga jeritan kecil itu terdengar dari bibir Kayla.
“Aww!”
Astaghfruallah kenapa saat seperti ini dia masih saja menguji kesabaran ku. Benar-benar seperti anak kecil. Batin Adit frustrasi.
"Ck! Kamu nggak apa-apa?” tanya Adit sambil meraih jari tangan Kayla yang terkena pisau.
Entah mendapat dorongan dari mana, ia buru-buru mencecap darah yang mengalir dari jari istrinya, membuat wanita itu terpaku dengan wajah memerah.
Sudah berapa kali hari ini laki-laki itu beristigfar hanya karena wajah polos istrinya. Mata coklat Kayla, selalu membuatnya terpana. Tuhan, cobaan macam apa ini? Lama-lama aku bisa gila jika terlalu sering di dekatnya. Batin Adit.
"Kamu benar-benar mirip anak kecil! Nggak bisa ya sehari saja nggsk membuat masalah!" Adit berucap dengan nada sebal, tapi wanita di depannya hanya diam. Bahkan saat ia menyuruh sang istri agar duduk di kursi makan dan mengobatinya, Kayla tak mengucapkan sepatah kata pun.
"Sudah ... Aku mandi dulu, nasi goreng sudah matang! Tinggal diletakan di atas piring," pamit Adit, lalu bangkit, dan meninggalkan Kayla yang masih terdiam.
Setelah setengah jam, Adit keluar untuk sarapan. Kayla meletakan satu piring nasi goreng di depannya, juga segelas susu hangat. sementara Jovan ia letakan di keranjang bayinya. Beberapa saat mereka hanya terjebak keheningan. Hingga Adit memutuskan membuka suara.
"Kay, Kemarin Umi bilang dia ingin mengajakmu ke pengajian."
Kata-kata yang diucapkan Adit membuat Kayla terdiam. Jika ia menolak ajakan itu rasanya kurang sopan. Tapi hari ini ia memiliki rencana untuk menemui Dimas. Akhirnya dengan terpaksa Kayla mengangguk.
"Sepertinya, aku harus berangkat," Adit berkata sambil bangkit dari duduknya, “sebaiknya ... kamu ganti cara berpakaian mu. Kamu tahu, kan, maksudku? Belajar lah jadi seperti Nazwa," sambung Adit.
Kata-kata itu sedikit membuat Kayla merasa nyeri. Ia paling tak suka jika dibandingkan seperti ini. Tidakkah Adit tahu, Kayla juga ingin sekali mengganti cara berpakaiannya, tapi ia masih dihinggapi keraguan.
"Gunakan kartu ini untuk belanja keperluan kamu." Adit mengulurkan sebuah kartu kredit pada Kayla.
"Tapi, Kay masih memiliki kartu kredit, Mas."
"Uang yang kamu miliki itu berarti milikmu. Sementara menafkahi mu adalah kewajiban ku." Setelah mengatakan itu, Adit lebih dulu menghampiri Jovan, dan mencium pipi anaknya. Seperti biasa, ia hanya melewati Kayla tanpa sepatah kata pun.
Wanita itu hanya mampu menatap punggung suaminya yang menjauh. Memang apa yang kamu harapkan Kay? Jangan bermimpi dia akan memberikan kecupan di kuning seperti yang biasa dilakukan suami lainnya. Batin Kayla sedih lali mengembuskan napas berat.
“Sampai kapan dia bersikap tak acuh padaku,” gumam Kayla.
Mengabaikan sikap tak acuh Adit, Kayla memutuskan untuk membersihkan diri, lalu mengurusi keperluan Jovan. Hari ini ia akan pergi keluar untuk mencari baju gamis, sebab ia sama sekali tak memiliki baju model itu. Tiba-tiba suara dering ponsel membuyarkan kegiatannya. Dilihatnya id pemanggil, dan tertera nama Gea di sana.
“Matilah aku sekarang. Aku lupa memberi tahunya jika aku sudah menikah,” rutuk Kayla akan kebodohannya.
"Ass-" Kayla langsung menjauhkan ponsel dari telinga, saat Gea berteriak di seberang sana.
"Kayla! Awas lo, ya! Kawin nggak memberi tahu gue! Dasar sahabat durhaka!"
Benar kan, apa yang ia bilang. sahabatnya satu ini memang sedikit tak waras.
"Ck. Biasa aja kali tuh mulut, dasar toa!"
"Eh ... eh ... lo ya, bukannya minta maaf malah maki, gue."
"Iya deh iya, maaf nggak memberitahu lo soal pernikahan ini. Gue pikir lo pasti sibuk banget di Amrik,” sesal Kayla.
"Ck! sibuknya Gue, apa sih yang nggak kalau buat lo. Lagian beberapa bulan lagi gue juga pulang. Jadi cepat kasih tahu gue, bagaimana bisa tiba-tiba lo nikah? terus sama siapa?"
"Lo tahu gue nikah dari siapa?"
"Gue telepon Dimas."
Mendengar nama itu disebut, Kayla terdiam. Ada rasa sakit yang ia rasakan di dasar hatinya.
"Kay, Sebenarnya apa yang terjadi? Lo tahu nggak sih, tadinya gue mau tanya ke Dimas kenapa ponsel lo nggak aktif beberapa bulan ini. Tapi dia malah jawab dengan nada frustrasi. Lo sebenarnya nikah sama siapa?"
Mendengar pertanyaan itu, Kayla mengembuskan napas berat karena memikirkan Dimas dan keadaannya. Ia harus bagaimana sekarang? Ia tak mungkin membiarkan mantan kekasihnya terus seperti itu, Dimas harus melanjutkan hidup. Begitu pikir Kayla.
“Kay, kok diam?"
"Ah ... gue ... nikah sama Mas Adit."
"WHAT! Lo bego apa kurang waras, Kay? Lo serius? Bagaimana bisa?" Gea syok. Dia sama sekali tak menyangka.
"Ceritanya panjang, besok gue bakal cerita pas lo pulang."
"Ck, sekarang aja, gue penasaran. Terus Nazwa bagaimana? Terakhir kali Mas Adit telepon waktu Nazwa di rawat."
"Nazwa meninggal.”
"Astaga! Kenapa nggak ada yang kabarin gue, sih! kalian menyebalkan banget, ya."
"Ya maaf, waktu itu kami semua sedang menghadapi masalah rumit. Dan yah, akhirnya nggak ada waktu mengurusi yang lain."
"Ya sudah, gue cuman mau memastikan keadaan lo, karena gue takut lo sekarang berubah jadi koala." Setelah itu terdengar tawa Gea menggema.
Kayla mendengus karena ledekan itu.
"Isssh ... dasar nggak jelas!"
"Ya sudah ya, besok gue telepon lo lagi, gue mau berangkat kerja. Ada pertemuan penting antar sesama desainer hari ini."
"Ok, hati-hati. Bye!" Setelah itu sambungan terputus. Sahabatnya Gea, memang seorang desainer. Kebetulan dia ikut serta dalam acara New York fashion week.
Mereka dekat saat sama-sama kuliah di Jakarta. Gea mengambil jurusan desainer, sementara Kayla mengambil desain komunikasi visual. Gea adalah seorang non muslim. Tapi toleransi di antara mereka sudah terjalin sejak awal mereka kenal. Mereka memang berbeda, tapi bukan berarti perbedaan itu membuat mereka saling membenci. Gea bahkan selalu mengingatkan Kayla agar ia selalu salat lima waktu. Begitu pun Kayla, yang selalu mengingatkan Gea untuk ibadah mingguan. Gea juga sering berlibur ke kampung halaman Kayla saat Hari Raya Idul fitri.
*******
Aaaah I Now, Part ini nggak jelas banget. Nentuin judulnya pun aku bingung.
Kritik aku sepuas kaliaaaaan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro