5. Pupusnya Sebuah Harapan
"Dialah yang menciptakan kalian dari jiwa yang satu, dan Dia menjadikan pasangan dari jiwa yang satu itu, agar jiwa tersebut merasa tenang bersamanya." (Al-A'raf: 189)
**********
Setelah acara ijab, Kayla bergegas ke rumah Adit, dan di sini lah sekarang wanita itu berada, sedang duduk termenung sambil mengamati kamar yang didominasi warna abu-abu, dengan ranjang king size-nya yang terlihat mewah. Ada banyak foto Nazwa di kamar ini. Merasa penasaran, Kayla melangkah menghampiri satu foto Adit yang terletak di atas nakas tepat di samping ranjang. Dalam foto terlihat Laki-laki itu sedang mencium kening Nazwa, sementara wanita itu tersenyum bahagia. Kayla menyunggingkan senyum miris, mengingat di tempat ini dulu Nazwa menghabiskan waktunya.
Jangan tanyakan tentang Adit, karena laki-laki itu sama sekali tak mau menatapnya setelah acara ijab qobul. Dia bahkan masih sibuk mengurus pekerjaan di hari pernikahan mereka. Seolah memang dia tak pernah berharap hal itu terjadi. Sadar diri akan posisinya yang hanya istri pengganti, Kayla tak akan menuntut hak dari Adit - tujuannya menikah dengan laki-laki itu hanya demi Jovan. Kayla memutuskan duduk di depan meja rias, bermaksud membersihkan sisa-sisa riasan di wajahnya. Jika saja tak terdengar suara langkah kaki mendekat, Adit berdiri tepat di belakang Kayla dengan tatapan mata tajam. Sementara wanita itu masih terdiam dan menatap wajah laki-laki itu dari balik cermin. Seolah menanti kata-kata apa yang akan Adit sampaikan hingga laki-laki itu repot-repot menemuinya dengan tergesa-gesa.
"Jangan berharap apa-apa dari pernikahan ini. Karena sampai kapan pun, kamu hanya seorang istri dan ibu pengganti. Dan jangan berharap aku akan mencintaimu sama seperti aku mencintai Nazwa! Karena kalian berdua terlalu bertolak belakang," kata laki-laki itu dengan nada dingin.
Kata-kata Adit membuat gerakan tangan Kayla di rambutnya terhenti. Wanita itu hanya menyunggingkan senyum kecut, lalu bangkit dan memutar tubuh, memberanikan diri menatap mata tajam yang terarah kepadanya.
"Mas nggak perlu khawatir, aku tahu posisiku di sini. Aku nggak akan pernah berharap apa-apa, karena memang aku menikah dengan, Mas, hanya demi Jovan," Kayla berkata dengan nada tegas. Walau dadanya terasa nyeri, ia tak akan pernah menangis di depan laki-laki ini. Laki-laki di depannya harus tahu bahwa dirinya tak mudah diintimidasi.
"Bagus lah kalau begitu. Selama kamu melakukan tugasmu dengan baik sebagai istri, dan juga ibu untuk Jovan, maka aku juga akan berusaha menjadi suami yang baik," kata Adit dengan nada tegas. Ada jeda sejenak sebelum laki-laki itu melanjutkan kata-katanya, "tapi satu hal yang harus kamu tahu, jangan pernah libatkan perasaan dalam pernikahan ini, jika kamu tak ingin terluka! Karena aku nggak bisa menjanjikan apa pun untukmu." Setelah mengatakan itu, Adit meninggalkan Kayla.
Kayla hanya bisa menatap kosong punggung suaminya yang menjauh. Ia menitikkan air mata tanpa sadar, sakit yang ia rasakan bukan karena penolakan Adit. Tapi karena semua impiannya tentang pernikahan sakinah telah hancur berkeping-keping. Sebagai seorang wanita yang tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu, apa salah? jika ia bermimpi tentang sebuah keluarga utuh yang kelak bisa ia berikan pada anak-anaknya.
Kayla menyeka air matanya, dan bergegas membersihkan diri, lalu berganti baju dengan kaos oblong berwarna merah, dan celana Jeans berwarna biru. Ia menggulung rambutnya tinggi-tinggi, dan keluar dari kamar untuk membantu Bi Inah memasak makan malam. Di luar masih ada ibu dan ayah mertuanya, sementara ayah dan adik angkatnya langsung pulang ke Jawa, diantarkan sopir keluarga Kahfi.
"Kamu kenapa keluar, Kay? Istirahat saja dulu, kamu pasti lelah," kata ayah mertuanya tiba-tiba.
Kayla berhenti, lalu menghampiri mereka.
"Kay mau membantu Bi Inah menyiapkan makan malam," Kayla berkata dengan nada sopan.
Hanna hanya menatap menantunya dengan pandangan yang tak dapat diartikan.
"Biarkan saja si, Bi. Namanya juga tugas istri, Ya melayani suami."
Mendengar kata-kata sinus ibu mertuanya, Kayla hanya bisa tersenyum kecut. Terlihat sekali wanita yang mungkin seusia dengan ibu Salamah itu, sangat tak menyukai dirinya.
"Jangan sinis begitu, Mi. Biar bagaimana pun Kayla sekarang menantu kita," kata ayah mertua Kayla menasihati sang istri.
"Nggak apa-apa, Bi, Kayla mengerti kok. Ya sudah Abi, Umi, Kay bantu Bi Inah dulu."
Ayah mertua Kayla hanya mengangguk kecil, sementara ibu mertuanya hanya melengos saat Kayla mencoba tersenyum ke arah wanita itu.
"Lihat, Bi. Dia bahkan berbeda sekali dengan Nazwa. Cara berpakaiannya saja seperti itu. harusnya dia sadar siapa suaminya sekarang," Umi berkata dengan nada cukup keras, seolah sengaja memastikan agar Kayla bisa mendengar kata-katanya. Kayla mengembuskan napas berat. Mungkin hari-hari yang akan ia lalui lebih berat dari ini. Jadi bersabarlah Kay, kamu harus kuat! Batin Kayla menyemangati diri sendiri.
Di dapur Kayla melihat Bi Inah sedang memotong sayuran, ada ayam potong, juga beberapa bahan lain di atas meja. Perempuan paruh baya itu hanya tersenyum sopan ke arahnya. Jujur saja, Kayla sama sekali tak bisa memasak. Paling ia hanya bisa menggoreng telur. Selama di Malaysia wanita itu lebih sering delivery order. Karena jadwal pekerjaan yang padat, dan sering lembur sampai malam. Hingga dapur di apartemen yang ia sewa jarang sekali digunakan, bahkan hampir tak pernah. Kayla mengembuskan napas lagi, kali ini hidupnya benar-benar akan penuh dengan hal tak terduga. Apa kata Ibu mertuaku nanti? Jika dia tahu aku tak bisa memasak. Batin Kayla.
☆☆☆☆
Pagi ini Kayla bangun dengan keadaan yang lebih baik. Ia melirik tempat tidur di sebelah kanannya, yang memperlihatkan tanda jika Adit semalam tak tidur di sini. Ah ... apa yang kamu harapkan darinya? Jangan berpikir laki-laki itu bersedia tidur satu ranjang denganmu, Kay! Melihatmu saja dia enggan. Batin wanita itu mengingatkan diri sendiri.
Mengabaikan pemikirannya yang mulai tak fokus, Kayla memilih menggerakkan tubuh, dan melihat jam di ponselnya. Jam menunjukkan pukul tiga dini hari, wanita itu memutuskan bergegas bangkit untuk menengok Jovan yang berada di kamar bersama baby siter nya. Lalu berjalan keluar, dan melewati ruang kerja Adit. Ia memutuskan membuka pintu ruangan itu dengan perlahan, dan mendapati suaminya tidur di atas sofa yang terdapat di ruang kerja.
Apa semalaman Mas Adit tidur di sini? Tanya Kayla dalam hati. Setelah itu ia memutuskan kembali ke kamarnya untuk mengambil selimut, dan bantal. Jika tidur dalam posisi itu, saat dia bangun tubuhnya pasti akan sakit. Kayla hanya berpikir sebagai istri mana bisa dia membiarkan hal itu terjadi. Terlepas dari sikap laki-laki itu yang menyebalkan, Adit tetaplah Suaminya. Setelah memastikan suaminya tak terjaga, Kayla bergegas pergi untuk menengok Jovan. Bayi mungil itu terbangun karena mendengar suaranya datang.
"Hai, Sayang, kamu bangun? Kamu tahu Bunda datang?" Kayla bicara pada bayi di depannya, lalu melihat Yani, Baby siter Jovan, yang tertidur di ranjang. Pasti dia kelelahan menjaga Jovan semalaman, batin Kayla. Akhirnya wanita itu memutuskan tak membangunkan Yani, setelah itu membuatkan susu untuk Jovan.
"Kamu lapar, Sayang?" Kayla bicara pada bayi itu, setelah itu meraihnya dalam gendongan. Sambil memberinya susu, ia mendendangkan shalawat seperti yang sering ayahnya lakukan saat ia kecil.
Jovan terlihat menguap, ditatapnya wajah mungil itu. Allah telah menitipkan bayi ini padaku. Bisakah aku menjaga dia seperti anakku sendiri? Batin Kayla terus bertanya. Tiba-tiba bayi itu tersenyum ke arahnya seolah menjawab keraguan wanita itu akan dirinya. Dada wanita itu terasa bergemuruh, dan dihinggapi perasaan haru yang teramat dalam.
"Apakah itu artinya kamu menerima aku menjadi bunda mu, Sayang?" tanya Kayla lagi pada bayi dalam gendongannya, seolah-olah bayi itu mengerti dengan apa yang ia katakan. Setelah itu Kayla mendekap Jovan ke dada, dan merasakan detak jantung bayi mungil tersebut. Bayi itu bahkan menggerak-gerakan kepala berusaha mencari kehangatan dalam dekapan hangat Kayla.
Di usia Kayla yang menginjak dua puluh delapan tahun. Ia sama sekali tak pernah merasakan perasaan seperti ini. Ada berjuta rasa yang tak dapat ia gambarkan saat pertama kali mendekap Jovan, dan melihat bayi itu tersenyum. Senyum yang seakan memintanya untuk disayangi sepenuh hati. Lalu apa setelah ini dia akan tega menganggap Jovan orang lain? Sebab untuk pertama kalinya wanita itu menyadari, jika ia memiliki Jovan, anaknya. Ya ... anaknya, meski Jovan tak lahir dari rahimnya sendiri. Tapi Nazwa telah mempercayakan Jovan padanya. Jadi tak ada alasan bagi dirinya untuk menyerah dengan pernikahan ini.
Bayi ini telah ditinggalkan Ibu kandungnya pergi, sama seperti yang ia alami. Kayla tahu betul rasanya hidup tanpa ibu, bagaimana sakitnya saat anak-anak lain pergi piknik atau sekolah ditemani ibu, sementara ia hanya bisa melihat dengan tatapan sedih. Hingga sakitnya saat ia melihat sang Ayah harus kesulitan berjuang membesarkan ia sendirian. Dirinya masih beruntung, karena sang ayah begitu menyayanginya, dan selalu berusaha memberikan kasih sayang melimpah agar Kayla tak kesepian. Sementara Adit? Kayla tak yakin Adit mampu mengasuh Jovan sendirian, sementara laki-laki itu bahkan selalu sibuk dengan urusannya. Mulai hari ini, Kayla berjanji akan berusaha memberikan kasih sayang melimpah pada Jovan. Agar ia tak kekurangan kasih sayang, dan merasa memiliki Ibu. Kayla menyeka air matanya yang jatuh ketika suster Yani terbangun, dan menatapnya tak enak hati.
"Maaf, Bu, saya tertidur."
"Ya, tidak apa-apa, tidur lagi saja. Pasti kamu lelah, Sus, saya juga ingin ikut salat di sini," kata Kayla sambil meletakan Jovan keranjang.
"Ya, Bu, terima kasih," kata suster itu, Kayla hanya menjawab dengan anggukan kecil.
Sementara di ruang kerja, Adit terbangun karena mendengar suara-suara di kamar Jovan. Laki-laki itu terdiam mendapati sebuah selimut dan bantal berada di dekatnya. Ia tahu pasti yang memberinya dua benda ini adalah Kayla. Adit menarik napas gusar, dan mengacak rambutnya frustasi. Merasa sangat berdosa pada wanita itu. Meski berkali-kali disakiti, dia tetap bersikap baik. Jadi jangan salahkan dirinya kenapa dulu bisa jatuh cinta pada Kayla. Adit tak tahu sampai kapan akan menyakiti wanita sebaik dia.
Laki-laki itu hanya berharap Kayla bisa bersabar menghadapi sikapnya hingga saat itu datang. Saat ia bisa menerima wanita itu jadi bagian hidupnya. Ah, kenapa aku jadi memikirkannya sekarang? Batin Adit. Laki-laki itu memutuskan bangun dan beranjak dari ruang kerja, lalu mengambil wudu. Untuk melaksanakan salat malam sembari menunggu subuh.
Saat kembali ke kamar, Kayla kaget mendapati Adit baru keluar dari kamar mandi. Kayla berpikir untuk keluar saja. Namun, ia urungkan karena rasanya pasti akan aneh. Mau tak mau ia tetap berdiri mematung dengan jantung berdetak cepat. Wajahnya terasa memanas saat melihat laki-laki itu bertelanjang dada, dan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.
Hosssh, kenapa kami terjebak dalam situasi canggung ini. Wajahnya benar-benar terasa panas sekarang. Batin Kayla. Adit pun tak kalah kaget mendapati Kayla berdiri mematung dengan wajah merah padam. Laki-laki itu rasanya ingin mengumpat karena terjebak dalam situasi canggung itu, ia hanya menatap Kayla sekilas, lalu bergegas mengambil baju kerjanya di lemari. Se pagi ini dia sudah mau berangkat kerja? Batin Kayla heran. Wanita itu memutuskan mendekat, berniat membantu Adit menyiapkan baju ganti.
"Biar aku yang mencari, " kata Kayla menawarkan bantuan. Adit terdiam dan menatap Kayla, lalu bergeser, dan memberikan jalan untuk wanita itu. Kayla memilih mengambil kemeja merah Maron dengan dasi berwarna abu-abu, beserta Jas berwarna hitam. Lalu menyerahkan baju-baju itu pada Adit.
"Terima kasih," kata laki-laki itu singkat, sementara Kayla hanya menjawab dengan anggukan kecil. Lalu bergegas pergi.
Namun, saat hendak melangkah keluar, Kaki wanita itu tak sengaja tersandung kursi kecil yang terdapat di pinggir meja rias. Tapi sebuah tangan melingkar di pinggangnya dengan sangat erat. Untuk sejenak hanya keheningan yang terjadi di antara mereka. Baik Adit atau Kayla hanya saling menatap, karena kejadian itu benar-benar di luar dugaan. Manik berwarna hitam itu memancarkan sorot yang tak dapat diartikan, dan terus menatap Kayla intens. Kayla menelan ludah saat menyadari tangannya juga bersentuhan dengan dada bidang di depannya, dan tanpa penghalang apa pun. Kepala Kayla mulai berdenyut memikirkan bagaimana rasanya jika ia bersandar di sana.
Ya Allah, cobaan macam apa ini? Seumur hidupku, ini pertama kalinya aku melihat seorang laki-laki bertelanjang dada di depanku. Batin Kayla. Menyadari pikirannya mulai menimbulkan fantasi liar, Kayla buru-buru melepaskan diri. Mereka sama-sama terjebak dalam situasi canggung. Walau Adit masih terlihat datar di depan Kayla, tak ada yang bisa menebak pemikiran laki-laki bukan? Kayla menyesali keputusannya kembali ke kamar. Apa kabar wajahnya yang sekarang terasa memanas. Ini benar-benar memalukan. Lagi pula sejak kapan ada kursi teronggok di sini sih! Maki wanita itu dalam hati.
***
Selamat pagi pembaca. Yeeeay updet lagi dong. Jangan lupa tinggalkan jejaaak dengan coman, vote or shar. Biar semangat up. Lope lope kalian.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro