Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Istri Pengganti

Menikahlah bukan hanya karena cinta. Tapi karena kamu yakin, bersamanya surga menjadi lebih dekat.

**********

Kayla menatap bayangan dirinya di dalam cermin, di depannya berdiri sosok wanita mengenakkan kebaya putih dengan model menjuntai hingga ke mata kaki. Kebaya yang dikenakannya begitu indah, dan membuat ia tampak berbeda dari biasanya. Belum lagi make-up tipis yang ia gunakan, menambah nilai lebih pada kecantikan wanita itu.

Namun, sayangnya semua itu tetap tak mampu menyamarkan kegetiran dalam senyumnya. Apa lagi untuk membuat keadaan ini berubah ke semula, saat dimana peristiwa ini belum terjadi. Mungkin bagi semua Wanita hari pernikahan adalah hari paling sakral dan membahagiakan. Tapi berbeda dengan wanita itu, sebab yang dirasakannya sekarang justru rasa hampa yang teramat sangat.

Tak ada pesta mewah seperti yang kalian bayangkan, tak ada suara suka cita dari semua tamu yang datang, Karena pernikahan ini hanya dihadiri beberapa keluarga dekat. Hanya ada ayah Kayla, orang tua Adit, orang tua Nazwa, adik angkat Kayla, dan beberapa kerabat yang menjadi saksi. Kayla tak bisa membayangkan pernikahan seperti apa yang nanti akan ia jalani, sementara kata cinta bahkan tak ada dalam ikatan ini. Kayla pun sama seperti perempuan lain, mendambakan pernikahan yang dijalaninya kelak akan dipenuhi cinta di dalamnya. Bukan pernikahan atas dasar keterpaksaan.

Jika bukan karena rasa sayangnya pada Nazwa, dan janjinya untuk menjaga Jovan, ia tak akan pernah mau melakukan ini. Menyakiti semua pihak dan orang yang ia cintai. Namun, ia tak memiliki pilihan lain, karena hanya ini yang dapat ia lakukan untuk Nazwa. Setidaknya dengan cara ini beban rasa bersalahnya bisa berkurang.

Kayla mengembuskan napas berat, berusaha menghalau kepedihan yang ia rasakan saat mengingat Dimas, kekasihnya, dan pembicaraannya kemarin dengan laki-laki itu.

Kayla dan Dimas duduk di taman dengan pemandangan Air mancur di depan mereka. Wanita itu menarik napas sebelum mengutarakan maksudnya mengajak Dimas bertemu di tempat ini. Selama kebersamaan mereka selama delapan tahun, dia dan kekasihnya lebih sering menjalani LDR. Selain karena jarak yang memisahkan, Juga karena profesi Dimas adalah polisi, hingga membuat mereka jarang bertemu. Namun Kayla sama sekali tak keberatan akan hal ini, sebab dari awal pun dia tahu konsekuensinya.

Dimas sering bolak-balik Jakarta - Kuala Lumpur setiap ada kesempatan hanya karena ingin bertemu dengannya. Rasanya sulit mengakhiri ini semua, sementara mereka memiliki cita-cita yang dulu pernah mereka bagi bersama, tentang Impian dan harapan di masa depan. Tapi kebersamaan itu terpaksa harus diakhirinya sekarang, atau tidak sama sekali. Tiba-tiba laki-laki yang ditunggu menepuk bahunya lembut sambil menyunggingkan senyum kecil ke arah Kayla. Senyum yang semakin membuat dadanya terasa nyeri, apa setelah ini Dimas masih bisa tersenyum lebar seperti itu? Batin Kayla khawatir.

"Kay!"
"Ah ... ya."

"Ck, melamun saja. Ada apa kamu meminta bertemu di sini? Apa kamu merindukanku?" Goda Dimas disertai senyum usil seperti yang biasa dia lakukan.

Lagi, ada rasa nyeri yang menghantam Kayla. Apakah ia tega menghancurkan perasaan laki-laki ini? Sementara lebih dari separuh usia, mereka selalu bersama, susah atau pun senang. Kayla menyunggingkan senyum getir ke arah Dimas, karena mengingat hal tersebut.

"Ada apa?" Sambung Dimas dengan nada khawatir karena melihat Kayla hanya diam seperti orang bingung.

Bagi Kayla, untuk menyembunyikan apa pun di depan Dimas adalah hal percuma. Karena laki-laki itu terlalu mengerti dirinya.

"Kamu masih ingat pertama kali kita bertemu?" Kayla mengabaikan kata-kata Dimas.

"Ck, ayolah, Kay. jangan basa-basi seperti ini. Aku tahu pasti bukan hal ini, kan, yang ingin kamu tanyakan padaku?"

Kayla tersenyum samar ke arah Dimas. Senyum getir penuh luka yang membuat Dimas menatap Kayla was-was. Jika kekasihnya sudah seperti itu, maka bisa dipastikan jika kabar buruk lah yang akan ia dapatkan. Bagi Dimas, Kayla ibarat sebuah buku yang terbuka, segala jenis gerak-gerik wanita itu terlalu mudah untuk dibaca.

"Ck! percuma aja aku berbohong di depanmu. Karena kamu bahkan tahu aku lebih dari diriku sendiri. Aku nggak bisa membayangkan kalau aku nggak bisa denganmu, entah aku akan jadi apa." Kayla menyunggingkan senyum kecut ke arah Dimas setelah mengatakan itu.

"Sayang, jangan bicara seperti itu. Kamu masih ingat, kan, impian kita? Kita ak-"

"Kita sudahi saja hubungan ini." Kayla langsung memotong kata-kata Dimas dan menatap manik hitamnya yang kini terlihat redup. Senyum yang dari tadi tersungging untuknya menghilang, dan di gantikan raut datar. Kayla memejamkan mata, berusaha meyakinkan diri jika ini memang yang harus ia lakukan.

Kuatkan aku ya Allah ... kuatkan aku untuk melepaskannya pergi. Meski ini berat, tapi aku harus mengakhirinya sebelum aku benar-benar menghambur ke pelukan Laki-laki ini, dan pergi bersamanya. Batin Kayla.

"Jangan bercanda, Sayang. Ini sama sekali nggak lucu! Ini bukan hari ulang tahunku, ini juga bukan april mop. Jadi berhenti bicara yang tid-"

"Besok aku menikah." Lagi, Kayla memotong kata-kata Dimas.

Dimas terdiam lalu menyunggingkan senyum kaku, ia mengusap wajahnya gusar. Merasa tak habis pikir dengan yang Kayla katakan. Dia berharap kekasihnya hanya sedang bercanda.

"Menikah?" Dimas bertanya sekali lagi, dengan nada penuh penekanan. Seolah memastikan jika dirinya tak salah dengar.

"Ya ... aku akan menikah," tegas Kayla.

Mendengar kata-kata tegas itu, refleks Dimas bangkit dari duduknya karena kaget sekaligus tak percaya.

"Nggak! Kamu pasti bercanda!" Dimas bicara dengan nada sedikit meninggi. Ia melanjutkan ucapannya meski Kayla hanya diam.

"aku tahu kamu hanya sedang marah, karena aku belum memberimu kepastian akan datang melamar kapan, ia, kan? Aku mohon, sabar lah sebentar lagi. Hingga aku siap menjalani komitmen pernikahan. Aku janji setelah resmi di angkat aku akan melamar mu. Tapi jangan mengatakan kebohongan seperti itu." Dimas menatap Kayla dengan wajah memohon dan terlihat frustasi. Dia masih berharap Kayla akan menarik ucapannya.

"Aku minta maaf, karena mengkhianati janji kita dulu. Satu hal yang harus kamu tahu, Sampai sekarang pun rasa ini masih sama untukmu. Aku nggak masalah harus menunggumu meski seumur hidup. Tapi kenyataannya Allah nggak mentakdirkan kita bersama. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini, aku pergi."

Setelah mengatakan itu Kayla langsung bangkit dan meninggalkan Dimas yang terus meneriakkan namanya. Berharap agar wanita itu berbalik lalu bilang jika dia hanya bercanda. Seperti yang biasa kekasihnya lakukan.

Kayla mengusap air matanya yang jatuh. "Maaf, telah menyakitimu separah ini. Semoga kelak Allah mempertemukan kamu dengan perempuan yang tepat. Sementara biarkan aku menjalani takdirku di sini. Menjadi seorang istri pengganti, dan juga ibu pengganti." Kayla terus berdoa sepanjang ia melangkah.

Tak lama setelahnya Wanita itu buru-buru memasuki taksi karena di belakang sana Dimas berusaha mengejar mobilnya. Melihat Dimas terluka, perasaan Kayla Semakin hancur. Ia tak bisa lagi membendung tangisnya, wanita itu terisak sepanjang perjalanan.

"Maaf ... maafkan aku," gumam Kayla sambil memukul dadanya berkali-kali agar rasa sesak yang menghimpitnya berkurang. Meski hasilnya nihil, karena wanita itu justru semakin terisak dengan pilu.

Suara pintu dibuka terdengar, buru-buru Kayla menyeka air matanya yang jatuh di pipi. Kehadiran ibu Salamah memaksa Kayla mengakhiri lamunannya tentang Dimas.

"Sudah waktunya ijab qobul, Nak. Ayo kita keluar. Semua keluarga Kahfi sudah menunggu." Ibu Salamah tersenyum kecil, lalu berjalan menghampiri Kayla.

Kayla hanya menyunggingkan senyum samar ke arah wanita paruh baya itu, berusaha bersikap seolah semuanya baik-baik saja.

"Tersenyum lah, Sayang. Hari ini adalah hari pernikahanmu. Jadi berbahagialah." Ibu Salamah mengelus pipi Kayla dengan lembut. Sementara Kayla masih bertahan dengan senyum palsunya.

"Kamu tahu, Nak. melihatmu ibu teringat Nazwa. Bagi Ibu, kamu atau pun Nazwa sama-sama anak Ibu. Berkat kamu lah Nazwa bisa bangkit dari ke terpuruk kan. Ibu tahu kamu wanita yang baik, maka Allah pasti akan memberimu yang terbaik."

Kayla masih diam, dia hanya mendengarkan ucapan wanita itu tanpa berniat menyela. Baginya jangankan membuka suara, untuk sekedar tersenyum saja tenaganya terasa terkuras. Jika mengingat ia akan menikah dengan Adit, mantan suami sahabatnya.

"Berjanji lah, kamu akan menjaga Jovan dan menyayanginya seperti anakmu. Seperti Nazwa yang begitu percaya padamu, seperti itu pula Ibu mempercayaimu. Kamu pasti bisa menjadi ibu yang baik." Ibu Salamah mencoba meyakinkan Kayla. Meski wanita itu sendiri tak yakin ia bisa menjadi ibu yang baik.

Kayla mengangguk kecil ke arah ibu Salamah, lalu memeluk wanita paruh baya di depannya dengan rasa yang berkecamuk. Ya, ini demi Nazwa dan Jovan, tak ada lagi kesempatan untuknya mundur sekarang. Apa pun yang terjadi, ia harus kuat. Demi mereka yang mempercayai kehadirannya sebagai ibu pengganti untuk Jovan.

"Menikah lah bukan hanya karena cinta. Tapi menikah lah karena kamu yakin, bersamanya surga akan menjadi lebih dekat. Karena apa yang menurutmu baik, belum tentu menurut Allah itu baik untukmu, belajar lah mencintai Adit karena Allah." setelah mengatakan itu ibu Salamah melepaskan pelukannya pada Kayla.

Kayla tahu, segala sesuatu yang tak didasari atas kecintaannya pada Sang Pencipta akhirnya tak akan abadi. Maka di sini lah takdirnya akan diuji. Kayla hanya berharap semoga Allah selalu memberinya kekuatan untuk bertahan.

"Ya, Bu," jawab Kayla singkat.

"Bagus lah, ibu tahu kamu wanita yang kuat. Kamu harus yakin Adit bisa jadi Imam yang baik."

Kata-kata Ibu Salamah sedikit memberikan kekuatan untuknya. Kayla mengangguk kecil, lalu mereka melangkah keluar. Andaikan Ibu kandungnya masih ada, mungkin semuanya akan jauh lebih baik. Setidaknya ia akan memiliki tempat untuk berkeluh kesah.

"Saudara Aditya Arsya Al-Kahfi bin Arsyad Al-Kahfi."

"Ya Saya."

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya. Kayla Asadil Djalal Binti Adnan Asadil Djalal, dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai!"

"Saya terima, Nikah, dan kawinnya Kayla Asadil Djalal binti Adnan Asadil Jalal dengan maskawin tersebut dibayar, tunai!"

"Bagaimana saksi? sah?"

"SAH!" Semua orang mengucapkan syukur untuk pernikahan yang dilaksanakan secara sederhana itu.

Kayla meraih tangan Adit, lalu dicium punggung tangan sang suami dengan hikmat. Semua orang tersenyum bahagia, begitu juga Adnan, ayah Kayla.

Setelah itu Adit membacakan taklik pernikahan di depan semua orang. Taklik yang akan mengikat perjanjian mereka dengan Allah. Bahwa laki-laki itu akan bertanggung jawab sepenuhnya tentang hidup Kayla. Ini adalah babak baru dari kehidupan yang akan ia jalani. Yang berarti wanita itu harus rela mengorbankan segala karier, dan pekerjaan demi janji yang dibuatnya di hadapan Allah, juga demi wasit Nazwa. Bahwa ia akan memenuhi tugasnya menjadi seorang istri dan Ibu untuk Jovan. Kayla masih ingat betul bagaimana Nazwa memohon padanya saat itu.

Kayla memasuki ruang ICU, ia berjalan dengan langkah pelan. Lututnya terasa lemas, sementara matanya buram karena air mata yang terus menetes. Untuk ke sekian kalinya, ia harus menyaksikan perempuan ini berjuang dengan rasa sakit. Allah ... tak cukup kah Kau beri dia cobaan bertubi-tubi. sementara bahagia yang dirasakannya hanya sebentar. Jika Kau menyayanginya, aku mohon jangan biarkan dia terus mengalami rasa sakit. Batin Kayla tak kuasa menahan rasa sedihnya saat melihat Nazwa terbaring lemah di ranjang.

Nazwa tersenyum lemah ke arah Kayla, lalu diraihnya tangan Nazwa yang terdapat selang infus.

"Mbak minta maaf, karena kemarin Mbak membuatmu sakit hati, Mbak nggak berniat berbohong soal Mas Adit dan Mbak dulu. Tapi jangan seperti ini caramu menghukum Mbak, Na."

Nazwa hanya tersenyum lirih mendengar ucapan Kayla. Ia pun hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Mbak Kay, aku titip Mas Adit dan Jovan. Aku mohon menikah lah dengan Mas Adit, dan jadi ibu untuk Jovan," lirih Nazwa dengan nada lemah.

Kayla semakin erat menggenggam tangan wanita itu sementara air matanya terus menetes.

"Mbak nggak bisa, Na. Mbak nggak mungkin meninggalkan Dimas." Kayla sungguh menyesal, ia berusaha memberikan pengertian pada Nazwa agar perempuan itu mau mengerti posisinya.

"Aku mohon, Mbak. Aku hanya punya Mbak yang bisa dipercaya untuk menjaga Jovan, bukan orang lain. Aku nggak akan tenang meninggalkan Jovan tanpa seorang ibu di sisinya."

"Tapi aku dan Mas Adit nggak saling mencintai."

"Bukankah Mbak dulu bilang cinta datang karena terbiasa? Aku yakin Mbak bisa jadi pasangan yang serasi untuk Mas Adit, karena aku tahu, Mbak orang baik. Aku sudah bicara dengan Mas Adit. Tolong penuhi wasiat terakhir aku, Mbak." Nazwa terus memohon dengan suara yang semakin melemah.

"Berhenti bicara yang tidak-tidak, mengerti! Aku yakin kamu pasti sembuh."

Nazwa tersenyum miris mendengar ucapan Kayla. Seolah menegaskan jika apa yang barusan wanita itu katakan adalah hal yang mustahil.

"Aku sudah berada diambang batas kesanggupanku untuk bertahan, Mbak. Aku titip Jovan, bilang padanya saat dia besar nanti kalau aku sangat menyayanginya. Sampaikan maaf ku karena nggak sempat memberinya kasih sayang, dan terima kasih telah memberiku kesempatan mengenal Mas Adit. Sekarang sudah saatnya aku mengembalikan apa yang harusnya jadi milikmu, Mbak."

Kata-kata yang Nazwa ucapkan semakin membuat Kayla terisak.

"Nggak, Na. Kamu jangan bicara seperti itu, kamu pasti sembuh."

"Terima kasih ... Mbak selalu ada untukku." setelah mengatakan itu Nazwa tersenyum ke arah Kayla, senyum terakhir yang dilihat wanita itu. Karena setelahnya mata Nazwa tertutup.

Tangan yang Kayla genggam terasa begitu dingin, sementara bunyi suara monitor pendeteksi jantung melengking dengan nyaringnya. Kontan semua orang panik, lalu berhamburan memasuki ruangan. Sementara Kayla hanya menatap nanar tubuh yang terbujur kaku di depannya.

Telinganya tak mampu lagi mendengar suara di sekitar, bahkan ketika Adit menubruk jasad sang istri disertai tangisan pilu, sementara matanya mengarahkan tatapan penuh kebencian pada wanita itu, Kayla tetap tak bergeming. Namun, siapa pun tahu, jika orang yang paling terluka karena kehilangan Nazwa adalah dirinya. Terluka karena rasa bersalahnya yang secara tak langsung menyebabkan kekacauan ini. Selanjutnya yang terjadi, tubuh Kayla limbung dan tak sadarkan diri.

*******

Yeeey updet lagi!

Jujur ya ... aku paling nggak bisa bercuap-cuap terlalu banyak. takutnya kalian juga bakal males bacanya, hihihi

Jangan lupa tinggalkan jejak ... biar aku semangat lanjut. Aku butuh moodboster.

Ayolah ayolaaah jangan velit-velit.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro